PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH) WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

(1)

Unt

U

SKRIPSI

ntuk memperoleh gelar Sarjana Geografi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh:

ALIF NURSHOLEH 3250408061

JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012


(2)

ii Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari : Senin

Tanggal : 12 November 2012

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MT NIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001

Mengetahui: Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP. 19620904 1989011 001


(3)

iii Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Senin

Tanggal : 12 November 2012

Penguji Skripsi

Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si. NIP.196210191988031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MT NIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001

Mengetahui: Dekan,

Drs. Subagyo, M.Pd.


(4)

iv

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,12 November 2012

Alif Nursholeh NIM: 3250408061


(5)

v

”Tugas kita bukanlah untuk berhasil, Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

untuk berhasil “ (Mario Teguh).

Janganlah kamu mengatakan telah hilang kesempatan, karena setiap orang yang berjalan pasti akan sampai pada tujuannnya.

(Dr.Aidh bin Abdullah al-Qarni) “Bersabarlah kamu dengan carayang baik “

(QS. Al-Harjj 29:5).

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan sebuah karya kecilku ini untuk:

1. Allah SWT atas kemudahan dan anugerahnya.

2. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan materi, kasihsayang, doa, dukunganny tanpa mengenal leleah. 3. Kaka tercinta Esti Yuliana dan Imroati

Sholihah, adik tersayang Panji Satrio Pamungkas segenap keluarga besarku yang selalu memberikan semangat.


(6)

vi

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul. ”Prediksi Laju Erosi Daerah Tangkapan Hujan Waduk Wadaslintang dengan Menggunakan Bantuan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)“. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana sains di Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih. Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Soedijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah membantu melancarkan penelitian ini hingga selesai dan telah mengantarkan UNNES pada kemajuan pesat

2. Dr.Subagyo, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah mendukung lancarnya penelitian ini hingga selesai 3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Semarang yang senantiasa memberikan motivasi, tenaga , waktu demi tercapainya hasil penelitian ini dengan baik. 4. Drs. Suroso, M.Si., Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

5. Drs. Satyanta Parman, M.T., Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga akhir penulisan skripsi. 6. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto M.Si., Dosen Penguji utama yang telah

memberikan arahan dan bimbingannya hingga akhir penulisan skripsi. 7. Ibu Wahyu Setyaningsih, ST. M.T., Dosen wali yang senantiasa

mengarahkan proses pelaksanaan akademik pada penulis hingga tercapainya hasil akademik yang memuaskan.


(7)

vii

dan memberikan informasi-informasi yang peneliti butuhkan hingga penelitian ini selesai.

9. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Geografi, terima kasih untuk ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

10. Seluruh Karyawan Jurusan Geografi, untuk kerjasama dan bantuannya selama ini.

11. Teman-teman Geografi 2008, semangat dan kebersamaan kalian akan selalu teringat sampai kapanpun.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per satu, terimakasih untuk dukungan dan bantuannya.

Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua mendapatkan balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat kususnya bagi pribadi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, 12 November 2012


(8)

viii Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci:Erosi, Lahan Kritis, Daerah Tangkapan Hujan

Erosi adalah proses terlepasnya material batuan pada lapisan permukaan tanah oleh tenaga kinetik air, angin, es, dan aktivitas manusia. Erosi terjadi karena pola pengelolaan lahan yang kurang berwawasa seperti penjarahan hutan, pembakaran hutan dan sebagainya. Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakan hulu suatu bangunan seperti waduk, bahwa kelangsungan suatu waduk sangat tergantung pada kemampuan suatu DTH dalam penyediaan air bagi waduk baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Erosi merupakan masalah yang besar terutama bagi kelangsungan oprasional suatu daerah tampungan seperti waduk, akibat rusaknya suatu DTH material hasil erosi dapat mengakibatkan pendangkalan pada bangunan waduk sehingga tidak mampu memenuhi peranannya kembali, pada akhirnya manfaat yang dihasilkan tidak berarti besar bagi kemakmuran masyarakat disekitarnya. Daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang memiliki curah hujan yang tinggi pada kondisi topografi sangat terjal juga tejadi aktivitas pembukaan lahan dan penjarahan hutan, seiring dengan pola perkembangan musim pada wilayah tersebut dapat terjadi aktivitas erosi yang besar, sementara pada wilayah tersebut belum dilakukan penelitian tentang penentuan erosi. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah berapa laju erosi di daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi di daerah tangkapan hujan waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi biogeofisik DTH waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang terdiri dari Nilai erosivitas hujan (R), Nilai erosivitas tanah (K), Nilai kemiringan dan Panjang lereng (LS) dan Nilai kondisi tutupan lahan dan pengelolaan tanaman (CP). Variabel tersebut diperoleh dari berbagai seumber data yaitu: Peta Jenis Tanah hasil RTRW Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Peta lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Data curah hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 dari setasiun penakar hujan di sekitar Kabupaten Wonosobo, Citra satelit Landsat 7 tahun 2004 dan 2008 Path 120/Row 64 WGS 1984 Zona 49 M, jenis data dalam penelitian ini menggunakan tipe data sekunder. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat komputer, software Er Maper 70, software ArcView 3.3 dan Software MS ofice 2007, GPS (Global Positioning Syestem), Timbangan, Kaleng 25 cm2 dan sebagainya. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis gabungan antar analisis sistem informasi geografis (SIG) dananalisis universal soile lose equations(USLE).

Hasil penelitian menunjukan bahwa, laju erosi disekitar DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 adalah 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12


(9)

ix

besar yaitu mencapai 1,53 ton/Ha/Th dan 1,55 ton/Ha/Th tahun 2004 dan 2008 dibandingkan dengan hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008.

Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukup besar dengan nilai erosi sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar 1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th. Hasil uji validitas menunjukan adanya selisih antar hasil erosi didalam waduk dengan hasil perhitungan USLE disekitar DTH yaitu, pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih dengan hasil pengukuran sebesar 1,48 Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransi yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalam DTH Waduk Wadaslintang. Saran yang disampaikan yaitu 1) Perlu adanya program penaggulangan laju erosi. 2) perlu dukungan pererintah disekitar Kabupaten Wonosobo dan pemerintah Kabupaten Kebumen baik dari segi pendanaan maupun perangkat kebijakan. 3) dalam penaggulangan laju erosi pada DTH waduk Wadaslintang harus dilakukan secara terpadu meninjau pentingnya waduk bagi kesejahteraan masyarakat.


(10)

x

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitin ... 3

E. Penegasan Istilah ... 4

F. Sistematika Skripsi ... 6


(11)

xi

2. Menentukan besaran erosi ... 10

3. Menentukan tingkat erosi ... 14

B. Daerah tangkapan hujan ... 15

1. Siklus hidrologi TDH ... 15

2. Penyebab rusaknya DTH ... 18

C. Dampak Kerusakan DTH ... 20

D. Teknologi Sistem Informasi geografis (SIG) ... 22

1. Memperoleh data SIG ... 23

2. Implementasi SIG dalam Teori USLE ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

B. Variabel Penelitian ... 26

C. Sumber Data Penelitian ... 27

D. Peralatan Penelitian ... 28


(12)

xii

2. AnalisisUniversal Soile Lose Equations(USLE)... 31

3. Perhitungan Nilai Erosi ... 32

4. Klasifikasi Tingkat Erosi ... 33

5. Uji Validitas Hasil penelitian ... 33

G. Tahapan Penelitian ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian ... 36

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 36

a. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 36

b. Kondisi iklim ... 38

c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah ... 40

d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai) ... 41

e. Kemiringan lereng ... 41

f. Kondisi Penutup Lahan ... 42


(13)

xiii

c. Nilai LS (panjang lereng) ... 45

d. Nilai CP (penutup lahan) ... 46

3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 48 B. Uji Validitas Hasil Penelitian ... 49

C. Pembahasan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 56

DaftarPustaka... 57


(14)

xiv

Halaman

1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis Tanah ... 11

2. Nilai LS untuk Berbagai Kemiringan Lereng ... 12

3. Nilai CP untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan ... 13

4. Kelas Erosi Tanah ... 14

5. Tipe Iklim Berdasarkan Curahujan Menurut Schamidt Ferguson .... 38

6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah Admisnitrasi Kecamatan Tahun 1992-2008 ... 39

7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk Wadaslintang .. 43

8. Hasil Perhitungan Erosivitas Hujan DTH 2004 dan 2008 ... 45

9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang ... 46

10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008 ... 48

11. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2004 ... 67


(15)

xv

1. Siklus Hidrologi DTH... 16

2. Diagram Tahapan Penelitian ... 35

3. Peta Administrasi DTH Waduk Wadaslintang ... 37

4. Persebaran Poligon dan Titik Stasiun Hujan DTH Waduk Wadaslintang ... 60

5. Tampilan AktifasiEkstensi Geoprocessing... 61

6. TampilanGeoprocessing Step1... 61

7. TampilanGeoprocessing Step2 ... 62

8. Tampilan AtributTable ...... 63

9. TampilanField CalculatorTampilanField Calculator... 64

10.Tampilan Proses Layout Peta ... 64

11.Tampilan Aktifasi EkstensiGraticules And Measured Grid ... 65

12. Tampilan ProsesGraticules And Grid WizardStep 1 ... 65

13. Tampilan ProsesGraticules And Grid WizardStep 2 ... 66

14. Hasil Proses Layout Peta ... 66

15. Peta Curah Hujan Tahun 2004 ... 81

16. Peta Curah Hujan Tahun 2008 ... 82

17. Peta Geologi ... 83

18. Peta Jenis Tanah ... 84


(16)

xvi

23. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2008 ... 89

24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 Cm2Dan Timbangan ... 90

25. Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan ... 91


(17)

1 A. Alasan Pemilihan Judul

Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu yang disebabkan oleh aktivitas tenaga alami seperti air, angin, dan es. Erosi merupakan suatu proses penghancuran tanah (detached) yang berasal dari tenaga alami seperti air, angin, es, kemudian material terkikis dipindahkan ketempat lain oleh tenaga tersebut (Setyowati, 2010:29).

Erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan (DTH) disebabkan oleh beberpa faktor seperti hilangnya vegetasi penutup tanah yang timbul akibat kegiatan penebangan hutan, praktek-pertanian, lahan pemukiman dan padang rumput. Kondisi lereng yang relatif curam dengan puncak-puncak sempit tersebar di sekitar DTH berpotensi menimbulkan erosi. Intensitas rata-rata curah hujan di sekitar DTH waduk Wadaslintang tergolong cukup besar antara 2800-3100 mm/tahun selain itu diikuti oleh aktivitas pembersihan vegetasi, dapat berpotensi meningkatkan air limpasan dan tingginya laju erosi di sekitar DTH waduk Wadaslintang. Pola aliran sungai yang membawa material tererosi dari daerah hulu DTH ke dalam waduk Wadaslintang dapat mengakibatkan penurunan volume efektif sehingga menekan usia oprasional waduk.

Sebagai gambaran kondisi erosi yang terjadi di sekitar DTH waduk Wadaslintang. Diketahui bahwa total volume sedimen waduk pada awal pengukuran sebesar460.037m3/tahun selama 6 tahun (1987-1992). Pada tahun (1992-2004) mengalami peningkatan sebesar 1.923.812,09 m3/tahun selama 11


(18)

tahun. Peningkatan sedimen terjadi akibat aktivitas penjarahan hutan di daerah hulu yang berlangsung sejak tahun 2000-2004. Setelah dilaksanakan program reboisasi lahan kritis, pada tahun 2004-2008 total muatan sedimen yang dihasilkan sebesar 711.247,34 m3/tahun, selama 4 tahun dan sedimentasi waduk dinyatakan telah menurun (Bina, 2008:25).

Mengingat pentingnya peranan DTH dan waduk Wadaslintang bagi kesejahteraan masyarakat, upaya reboisasi di sekitar daerah rawan erosi harus segera dilakukan. Proses penaggulangan erosi diperlukan adanya data dasar berupa informasi tentang erosi di sekitar wilayah daerah tangkapan hujan. Untuk memperoleh data dasar dalam penetapan setrategi penaggulangan erosi lahan di sekitar DTH waduk Wadaslintang, maka perlu adanya penelitian tentang prediksi erosi.

Prediksi erosi dapat dilakukan dengan pendekatan gabungan. Pendekatan gabungan merupakan suatu cara untuk memprediksi erosi yang dapat dilakukan melalui teknik interpretasi data spasial dan satelit yang berlangsung dalam penginderaan jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG),

dengan data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode gabungan untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat dilakukan dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57). Berdasarkan alasan tersebut penelitian ini diberi judul Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan Hujan (DTH) Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).


(19)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas pokok permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian adalah berapakah erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi di daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau sumber informasi bagi para akademisi dalam menambah ilmu pengetahuan, atau oleh berbagai fihak seperti: Dirjen Pengelola Sumber Daya Air, Dinas Pekerja Umum, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup dan segenap masyarakat dalam mengatasi permasalahan erosi di sekitar DTH.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program penanggulangan erosi oleh Dinas Kehutanan, BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup, Dirjen Pengelola Sumber Daya Air dan segenap masyarakat di sekitar DTH waduk Wadaslintang.


(20)

E. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami makna judul penelitian tentang Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan Hujan (DTH) Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). maka peneliti tegaskan istilah-istilah dalam judul penelitian sebagai berikut:

1. Penentuan

Penentuan atau menentuakan umumnya adalah kegiatan yang serangkaian hasilnya berasal dari hasil perhitungan-perhitungan. Penentuan yang dimaksud adalah suatu kegiatan untuk menghitun atau gmengetahui hasil erosi di (DTH) Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 melalui perhitungan persamaan USLE.

2. Laju Erosi

Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu yang dipengaruhi oleh tenaga air, angin, es, atau mikro organisme. Maksudnya adalah laju tingkat erosi atau pengikisan tanah di sekitar DTH waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang dipengaruhi oleh kondisi biofisik DTH seperti curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, tipe penutup lahan.

3. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

Daerah tangkapan hujan (DTH) adalah daerah hulu suatu bangunan pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk kedalam tangkapan bangunan tersebut (Sunaryo, 2004:28).


(21)

Maksudnya adalah daerah hulu dari bangunan Waduk Wadslinang lengkap dengan kondisi biogeofisiknya yang terdiri dari lereng, sungai, iklim, topografi, jenis tanah, dan kondisi penutup lahannya yang secara keseluruhan berpengaruh terhadap laju erosi di sekitar Waduk Wadaslintang 4. Waduk Wadaslintang

Waduk Wadaslintang merupakan bendungan tertinggi di Indonesia (125 m) pada tahun 1988, kedalaman mencapai (119 m), luas (± 196 km2) sebagai penampungan air hujan yang berasal dari wilayah tangkapan hujan di sekitarnya dan dimanfaatkan sebagai saranan PLTA, irigasi pertanian, perikanan dan sektor pariwisata.

5. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dirancang kusus untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan dan menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi dan di dalamnya melibatkan teknologi komputer (Kusrini, 2007:7). SIG dalam penelitan ini adalah alat bantu untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan dan menganalisis data berupa peta-peta temtik sekaligus data citra satelit Landsat menjadi informasi yang akurat tentang kondisi biofisik DTH waduk Wadaslintang.


(22)

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal (prawacana), bagian pokok, dan bagian akhir. Secara sistematis disajikan sebagai berikut:

1. Bagian Awal Skripsi, terdiri atas: a. Sampul Berjudul

b. Lembar Berlogo (Sebagai halaman pembatas) c. Halaman Judul Dalam

d. Persetujuan Pembimbing e. Pengesahan Kelulusan

f. Pernyataan (keaslian karya ilmiah) g. Motto dan Persembahan

h. Prakata i. Sari j. Daftar Isi k. Daftar Tabel l. Daftar Gambar

2. Bagian Pokok Skripsi terdiri atas beberapa bagian. a. BAB I. Pendahuluan yang berisi:

1) Latar Belakang 2) Perumusan Masalah 3) Tujuan Penelitian 4) Kegunaan Penelitian 5) Batasan Istilah


(23)

b. BAB II. Landasan Teori, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori c. BAB III Metodelogi Penelitian terdiri atas:

1) Objek penelitian 2) Variabel penelitian,

3) Data dan sumber data penelitian 4) Peralatan penelitian

5) Pengumpulan data 6) Analisis data 7) Cek lapangan

d. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian sedangkan pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasannya.

e. BAB V. Kesimpulan Dan Saran 3. Bagian Akhir Skripsi, terdiri atas:

a. Daftar Pustaka b. Lampiran-Lampiran c. Biografi Penulis


(24)

8 A. Erosi Tanah

Erosi tanah adalah proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Sucipto, 2008:19). Erosi dapat diartikan sebagai suatu proses penghancuran tanah (detached). Kemudian tanah tersebut dipindahkan ketempat lain oleh kekuatan air, angin, glatser atau es. Pemindahan tanah tersebut terjadi oleh tenaga alami yaitu berasal dari tenaga air, angin dan glatser. Erosi tanah merupakan faktor utama ketidak berlanjutan usaha tanai di wilayah hulu, walaupun masih diperdebatkan, penutup lahan yang intensif di daerah hulu kususnya untuk kegiatan pertanian telah menyebabkan terjadinya aktifitas peningkatan erosi yang sangat nyata dari tahun-ketahun. Peningkatan tersebut terjadi karena petani meningkatkan kegiatan usaha tani secara subsisten dengan praktek-praktek yang menyebabkan erosi (Setyowati, 2010:29).

1. Faktor-faktor Penentu Erosi

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi di permukaan tanah yaitu iklim, sifat fisik tanah, dan perilaku manusia dalam mengelola tanah. Faktor yang mempengaruhi erosi dibagi menjadi tiga yakni, faktor energi, ketahanan, dan pelindung.

Faktor energi yaitu meliputi erosivitas, hujan, aliran permukaan, angin, relief, kemiringan lereng, dan panjang lereng. Faktor ketahanan antara lain


(25)

meliputi erodibilitas tanah, infiltrasi, dan pengolaan tanah. Faktor pelindung meliputi kepadatan populasi, tanaman penutup, nilai kegunaan lahan, dan pengelolaan lahan (Setyowati, 2010:29). faktor-faktor penentu erosi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Air hujan merupakan faktor energi sebagai penentu terjadinya erosi, erosi timbul oleh tenaga kinetik air yang jatuh diatas permukaan tanah, bahwa erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi percikan air hujan (Asdak, 2007: 447).

Faktor penentu erosi dari segi ketahanan, misalnya pemanfaatan lahan untuk pemukiman yang diawali dengan adanya pemadatan tanah meliputi peristiwa pembersihan tutupan vegetasi, periode konstruksi bangunan, dan pada fase pertengahan terbangun gedung-gedung dengan permukaan yang tidak tembus air, akhirnya terjadi erosi yang lebih intensif dengan periode yang relatif singkat, sedangkan pada fase akhir akan terjadi pengurangan kapasitas infiltrasi tanah dan terjadilah peningkatan air limpasan yang dapat menimbulkan erosi sungai di sekitar perkotaan (Rahim, 2003:89).

Faktor pelindung, seperti yang dijelaskan misalnya adanya penutup lahan seperti vegetasi penutup lahan umumnya berperan dalam melindungi tanah dari aktivitas erosi diantaranya adalah melindungi pemukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya, mempertahankan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2007:447-452).


(26)

2. Menentukan Besaran Erosi

Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi disuatu daerah tangkapan air dapat digunakan metode USLE , menurut (Asdak, 2007) dengan formulasi:

A = R . K . LS . CP dimana :

A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/Ha/tahun) R = faktor erosivitas hujan

K = faktor erodibilitas lahan

L.S = faktor panjang–kemiringan lereng

C.P = faktor tanaman penutup lahan–faktor tindakan konservasi. Adapun masing-masing faktor dapat dijelaskan berikut ini: a. Erosivitas Hujan (R)

Erosifitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan. Berdasarkan data curah hujan bulanan atau tahunan faktor erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut:

Erosivitas tahunan R = /100

dimana : R : Erosivitas hujan tahunan rata-rata tahunan


(27)

i: intensitas hujan 30 menit

X: jumlah tahun yang digunakan

EI: curah hujan total (mm) (Asdak, 2007:457) b. Erodibilitas tanah (K)

Nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan oleh tekstur, Setruktur, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah. Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan monograf atau dapat pula dengan menggunakan ketentuan nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1.Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis Tanah

No Jenis Tanah Nilai K

Rataan

1 Latosol (Haplorthox) 0,09

2 Latosol merah (Humox) 0,12

3 Latosol merah kuning (Typic haplorthox)

0,26 4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,23 5 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,31

6 Regosol (Troporthents) 0,14

7 Regosol (Oxic dystropept) 0,12-0,16 8 Regosol (Typic entropept) 0,29 9 Regosol (Typic dystropept) 0,31 10 Gley humic (Typic tropoquept) 0,13 11 Gley humic (Tropaquept) 0,20 12 Gley humic (Aquic entropept) 0,26 13 Lithosol (Litic eutropept) 0,16

14 Lithosol (Orthen) 0,29

15 Grumosol (Chromudert) 0,21

16 Hydromorf abu-abu

(Tropofluent)

0,20

17 Podsolik (Tropudults) 0,16

18 Podsolik Merah Kuning (Tropudults)

0,32 19 Mediteran (Tropohumults) 0,10 Sumber: Arsyad, 1989 dan Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).


(28)

c. Kemiringan Lereng (LS)

Kemiringan lereng dapat diperoleh dari evaluasi garis kontur pada peta topografi skala 1 : 85.000 dengan sistem proyeksi UTM (Universal Transver Merkator) pada datum horisontal WGS 84 zona 49 M yang dibantu dengan menggunakan perangkat lunak. Dalam pembuatan nilai indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) ini haya ditentukan dari kemiringan lereng saja. Penentuan nilai (LS) untuk berbagai kemiringan lereng mempergunakan ketentuan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai LS Untuk Berbagai Kemiringan Lereng

No Kemiringan Nilai LS

1 0% - 8% 0,4

2 8% - 15% 1,4

3 15% - 25% 3,1

4 25% - 45% 6,8

5 >45% 9,5

Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30) d. Pengelolaan Tanaman (CP)

Indeks pengelolaan tanaman dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada satu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah. penentuan nilai (CP) ini mengunakan peta penutup lahan hasil dari klasivikasi citra satelit Landsat 5 dan 7 path 120/row 65 dengan mengkombinasikan saluran band 753. Saluran band 753 kurang lebihnya memiliki kepekaan terhadap objek sebagai berikut: Band 3 visible merah mengandung panjang gelombang (0,63 – 0,69), dapat memperkuat


(29)

kontras kenampakan vegetasi dan non vegetasi. Band 5 mengandung panjang gelombang (1,55–1,75) mampu menentukan jenis tanaman dan kandungan air. Band 7 mengandung panjang gelombang (2,09 – 2,35) dapat membedakan lahan bervegetasi maupun lahan terbuka dan peka terhadap kondisi lahan.

Dalam penentuan nilai (CP) mempergunakan ketentuan pada macam penggunaan lahan seperti pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. NilaiCPUntuk Berbagai Jenis Penutup Lahan.

No Tata Guna Lahan Nilai

(CP)

1 Savana dan Praire 0,010

2 Rawa 0,010

3 Semak/Belukar 0,300

4 Pertanian Lahan Kering Campuran 0,190

5 Pertanian Lahan Kering 0,280

6 Kebun - Pekarangan 0,200

7 Kebun Campuran Kerapatan Sedang

0,200 8 Hutan Produksi Tebang Pilih 0,200

9 Hutan Tidak Terganggu 0,010

10 Hutan Alam Seresah Bayak 0,001

11 Hutan Alam Seresah Sedikit 0,005

12 Sawah Irigasi 0,020

13 Tegalan Tidak Spesifik 0,700

14 Tanah Terbuka Untuk Tanaman 1,000

15 Tubuh Air 0.001

Sumber: Pengendalian Daerah Aliran Sungai (Asdak, 2007:474)

Erosi yang diperbolehkan secara sederhana dapat dinyatakan sebagai suatu laju yang tidak boleh melebihi laju pembentukan tanah. pengikisan dibagian atas akibat erosi selalu diikuti pembentukan tanah baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukanya tidak mampu mengimbangi hilangnya tanah erosi (Rahim, 2003).


(30)

3. Menentukan Tingkat Laju Erosi

Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu unit lahan bila pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu yang panjang. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antaralain curah hujan yang akan berpengaruh terhadap erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, atau indeks panjang lereng, indeks pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah (Sucipto, 2008:26). Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan cara melakukan overlay faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tersebut diatas, kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti pada Tabel 4 sebagai berikut ini:

Tabel 4. Kelas Erosi Tanah Laju erosi (ton/ha/thn)

Keteranga n <1,75 Sangat

Ringan 1,75–17,50 Ringan 17,50–46,25 Sedang 46,25 - 92,50 Berat

92,50> Sangat Berat Sumber: Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008:27).


(31)

B. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

Dalam kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah (Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah,2002) menyebutkan bahwa daerah tangkapan adalah cakuapn pengaturan suatu sistem aliran sungai (Ilmu Hidrologi dan Geologi) daerah diantaranya penggunaan yang menampung dan mengalirkan curahan hujan kesungai dan anak sungainya (Kodoatie, 1996)

Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2007:4).

Daerah tangkapan air hujan (DTH) merupakan daerah hulu dari suatu bangunan pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk dalam tangkapan bangunan tersebut. Istilah tersebut banyak dipakai dalam sektor hidrologi irigasi, irigasi dan persungaian (Sunaryo 2004:28).

1. Siklus Hidrologi DTH

Daerah Tangkapan Hujan memiliki peranan dalam mengendalikan sirkulai hidrologi yang mencakup aktifitas didalamnya yaitu seperti menampung, menyimpan, mngeluarkan air dalam kapasitasnya. Sebagai daerah tangkapan hujan (DTH) yang terorganisir dan unsur-unsur kehidupan


(32)

seperti manusi memungkinkan didalamya. Seba tangkapan hujan Siklus hidrol berbeda dengan dapat dijelaskan berbagai input, pr

Gambar

a. Input Daerah T

anusia, hewan, tumbuhan sekaligus intera nkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau ebagai bentuk adanya permulaan munculnya ke n hujan (DTH).

drologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH gan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. S skan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapa nput, proses dan output hidrologinya.

bar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9

rah Tangkapan Hujan

raksi didalamya, u beberapa unsur kerusakan daerah

TH) tidaklah jauh . Siklus hidrologi pan hujan dengan


(33)

Air hujan memberikan peranan yang sangat penting bagi kehidupan di suatu wilayah, yaitu sebagai sumber air dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karakter dan luasan suatu DTH sebagai penentu besar-kecilnya kapasitas air yang diterima. semakin luas suatu DTH maka kapasitas kemampuan dalam menerima air hujan akan semakin besar. Sebaliknya semakin sempit cakupan suatu DTH maka kapasitas dalam menerima curahan air hujan akan semakin kecil. Besar-kecil kapasitas air dalam suatu DTH tidak sertamerta hanya dipengaruhi oleh luasannya saja. Namun karakteristik suatu DTH didalamya juga memberikan pengaruh terhadap besar-keclnya kapasitas air yang diterimanya.

b. Daerah Tangkapan Hujan (DTH) sebagai proses

DTH sebagai pemroses, memiliki peranan seperti: menyediakan, mengendalikan, menyimpan air dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Proses penyimpanan air, bahwa air yang diterima akan diproses untuk disimpan sebagai cadangan air di dalam permukaan tanah, diatas permukaan tanah atau tumbuhan, manusia dan hewan.

2) Proses mengalirkan air, bahwa dalam suatu DTH, air yang diterima akan dialirkan dari hulu ke hilir melalui proses yang unik atau beragam seperti aliaran air permukaan atau surface Run off, proses aliran air didalam tanah dan proses aliran air pada daun atau batang

presipitasi dan sebagainya, termasuk proses mengalirkan air dari atap bangunan, selokan, dan sugai-sungai.


(34)

3) Proses penampungan air, bahwa air selain disimpan didalam permukaan tanah, tumbuhan, dan hewan serta di alirkan diatas permukaan juga akan ditampung dalam suatu daerah cekungan yang ada di dalam suatu DTH seperti rawa, danau dan suatu waduk sebagai peranannya dalam menyediakan air bagi kehidupan.

c. Output Daerah Tangkaan Hujan

Daerah Tangkapan Hujan dalam sistem hidrologis terpengaruh oleh berbagai unsur-unsur seperti iklim, jenis tanah, kemiringan, bentuk lahan, vegetasi, dan manusia. Didalamnya terdapat perbedaan sebagai wujud keragaman fungsi atau peranan dari karakter suatu DTH. Berdasarkan input dan proses didalamnya akan menghasilkan output berupa aliran air baik didalam tanah maupun di atas permukaan tanah meliputi aliran air pada sungai, rawa, danau dan air dalam suatu bendungan. Sedangkan air dalam suatu DTH mengalir sambil membawa material-material endapan berupa pasir, sampah, lumpur dan sebagainya dalam ukuran dan kapasitas tertentu yang biasanya material-material tersebut dinamakan sedimen.

2. Penyebab Rusaknya DTH

Daerah tangkapan hujan (DTH) disuatu wilayah akhir-akhir ini telah mengalami kerusakan yang ditandai dengan munculnya penurunan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor seperti: pertambahan penduduk, kegagalan bidang industrialisasi yang menimbulkan PHK karyawan, meningkatnya penganguran dan jumlah


(35)

penduduk miskin, serta pencemaran lingkungan. Akibat lemahnya penegakan hukum atau peraturan yang bergerak dibidang penegakan lingkungan hidup. Adapun faktor yang menyebabkan kerusakan suatu DTH adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Manusia

Kebutuhan manusia selalu mangalami peningkatan baik jumlah maupun kualitas, sedangkan sumber daya alam sebagai media untuk memenuhi kebutuhan terbatas. Dengan keterbatasan SDA yang ada, manusia sering tidak berpikir panjang dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga mangabaikan prinsip-prinsip keberlangsungan atau kelestarian SDA dalam lingkungan wilayah DTH.

b. Lemahnya Kesadaran Hukum

Lemahnya penegakan hukum lingkungan, merupakan wujud gagalnya pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan. Sehingga memicu terjadinya eksploitasi SDA yang tidak terkendali. Sehingga berdampak pada pencemaran limbah industri, rusaknya tanah akibat pegeboran atau penggalian diatas tanah dan adanya ekstensifikasi lahan pertanian ilegal yang relatif besar diberbagai wilayah DTH.

c. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dalam suatu DTH akan meningkatkan aktifitas pembangunan permukiman, sehingga dapat mengurangi tingkat kerapatan vegetasi dan menurunkan kemampuan


(36)

infiltrasi air kedalam tanah dan waktu debit puncak banjir pada DTH menurun. Dampak yang timbul adalah terjadinya banjir besar disertai erosi besar atau dikenal dengan istilah banjir bandang.

d. Praktik pertanian dan konservasi tanah

Pembukaan, pembakaran dan pembalakan hutan atau illegal logging

untuk menambah pendapatan dan memperluas areal pertanian. Menimbulkan jumlah luasan daerah lahan terbuka meningkat, sehingga aliaran air permukaan meningkat. Maka terjadi banjir bandang, tanah longsor yang disertai aktifitas erosi, sediemntasi dan meningkatkan lahan kritis dalam suatu DTH (Setyowati, 2010).

3. Dampak Kerusakan DTH

Penurunan kualitas lingkungan akibat rusaknya suatu DTH pada suatu wilayah, dapat mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat besar meliputi: pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air tanah menipis, menghilangnya habitat alami dan perubahan pola iklim setempat baik (iklim mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang konsepsional sejumlah dampak negatif tersebut diatas, akan berjalan bersamaan sinergis sehingga menimbulkan bencana alam yang dahsyat dan akan berjalan secara akseleratif atau berlipat ganda semakin cepat, terjadinya kerusakan lingkungan disuatu wilayah dapat menyebabkan faktor-faktor sebagai berikut yaitu:


(37)

a. Menurunnya sumber daya lahan

1) Lubang-lubang bekas galian mineral tambang atau bekas galian tanah untuk pembuatan batu bata dan genting, yang didiamkan tanpa upaya reklamasi.

2) Areal semak belukar dan tanah gundul akibat sisa pembalakan hutan

illegal loging dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan kembali semakin meluas.

3) Tingkat kesuburan tanah dan lahan untuk budidaya pertanian, karena siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya penyuburan kembalirefertilizationsemakin menurun.

4) Semakin sering terjadi tanah longsor diwilayah pegunungan atau perbukitan, dan tanah terbuka bekas penggalian tambang seperti tambang emas, timah, batubara, dan lail-lain.

5) Areal lahan kritis akibat di diamkan begitu saja dan terbakar setiap tahun semakin meluas.

b. Menurunya sumber daya air

1) Semakin kecilnya catchment water areas, (daya serap lahan terhadap curahan air hujan).

2) Semakin menurunya debit air sungai dari tahun-ketahun.

3) Semakin besar perbedaan debit rasio air sungai pada musim hujan dengan musim kemarau.

4) Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur penduduk didaerah ketinggian.


(38)

5) Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota, pantai dan pesisir.

6) Semakin tingginya pencemaran air sungai terutama sungai-sungai di pulau jawa.

c. Musnahnya sumber daya flora dan fauna

1) Semakin menyempitnya luas areal hutan/lindung atau hutan alami sebagai akibat illegal logging, (pencurian kayu) terutama di pulau jawa.

2) Semakin luas HPH dan HTI yang kurang diimbangi dengan upaya reboisasi yang berhasil (karena seringnya dimanipulasi).

3) Semakin maraknya pertanian illegal dikawasan tanah atau hutan negara akibat desakan kebutuhan penduduk miskin, terutama dipulau jawa.

4) Semakin berkurangnya keragaman dan jumlah species tumbuhan dan hewan liar, karena banyak yang telah punah sebagai akibat kebakaran hutan dan perburuan hewan yang sering terjadi (Setyowati, 2010:3).

C. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, akademisi, atau bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi digital sangat besar peranannya dalam perkembangan penggunaan


(39)

SIG di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis (Budiyanto, 2002:2).

SIG Merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang berreferensi geografi. Dengan demikian, basis analisis dari SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi (Budiyanto, 2002:3).

1. Memperoleh Data (SIG)

Data sistem informasi geografis (SIG) berupa data digital yang berformat raster dan vektor. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk rangkaian koordinat (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang angka koordinat dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang mem-bentuk garis tertutup. Resulusi dari data vektor tergantung dari jumlah titik yang membentuk garis. Raster menyatakan data garis dalam bentuk rangakaina bujursangkar yang disimpan sebgai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam suatu matriks. Titik dinyatakan dalam dalam suatu grid-cell, garis dinyatakan sebagai rangkaian grid-cells bersampbung di suatu sisi, dan poligon dinyatakan sebagai gabungan grid-cell yang bersambung di semua sisi (Budiyanto, 2002:5). Sistem informasi geografis dapat digunakan untuk mendeskripsikan obyek, fenomena atau proses yang terjadi dipermukaan


(40)

bumi prinsip dasar sistem informasi geografis (SIG) adalah setiap data spasial/geografis berkaitan dengan letak (positions) dan atribut. Data yang berkaitan dengan letak geografis digambarkan sebagai titik (point), garis (arc) dan area (poligon). Sedangkan atribut menerangkan fenomena yang menyertai titik, garis dan poligon tersebut (Harjadi, 2010:9).

2. Implementasi SIG Dalam Teori USLE

Pemanfaatan SIG untuk menghitung besaran erosi USLE tidak hanya sebatas dalam penentuan faktor (LS) saja, dalam hal ini juga dilakukan untuk penentuan faktor-faktor nilai dalam parameter USLE seperti faktor penutup lahan dan tindakan konservasi (CP), faktor tersebut umunya dapat diperoleh dari data peta maupun data citra satelit yang juga di proses dan diolah dengan teknologi SIG, teknologi SIG merupakan wujud kemudahan dalam menentukan jenis tataguna lahan pada areal yang luas. SIG dengan data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode gabungan untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat dilakukan dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57).

Sistem Informasi Geografis (SIG) umumnya memanfatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial baik ditinjau dari segi perolehan dan verifikasi, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan, manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian sekaligus analisis (Budiyanto, 2002:3).


(41)

Teknologi SIG menggunakan data hasil pengukuran lapangan, diantaranya sebagai alat untuk mengolah data hujan menjadi peta hujan yang mengandung unsur geografis, sehingga nilai erosivitas (R) dapat dengan mudah dilakukan perhitungan bersama faktor-faktor lain seperti faktor jenis tanah (K). Contoh yang lain SIG digunakan dalam menghitung faktor panjang lereng (L) menggunakan data panjang lereng hasil observasi lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang lereng pada setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air, berbeda dengan faktor kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah melalui data SIG (Rahman, 2008:2).

Dengan memanfaatkan SIG, hasil dari perhitungan nilai erosi dapat ditampilkan secara grafis dalam bentuk tampilan peta DTH. Tampilan grafis tersebut dapat dilengkapi dengan berbagai info yang berkaitan dengan DTH tersebut seperti nama jalan, nama suatu daerah, batas wilayah, luas wilayah, dan berbagai data atribut lainnya. Untuk merubah dan memasukan sekaligus menambah data masukan baru dari data-data USLE, SIG ini sangat mudah. Terdapat beberapa yang menarik mengapa konsep SIG tersebut digunakan, bahkan diberbagai disiplin ilmu dikarenakan kemampuan SIG untuk menguraikan entitas yang ada di permukaan bumi pada format layer data spasial. Dengan demikian permukaan tersebut dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian dan layer tematik termasuk hasil data-data USLE yang juga dapat disajikan dalam bentuk layer sehingga erosi dapat ditampilkan dalam peta DTH.


(42)

26 A. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan data-data yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya erosi tanah yaitu data curah hujan, data jenis tanah, data kemiringan lereng dan data penutup lahan yang tersebar di seluruh kawasan DTH Waduk Wadaslintang dan data hasil rekaman sedimen Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

B. Variabel Penelitian

Berdasarkan data penelitian tersebut, maka untuk menentukan laju erosi DTH Waduk Wadaslintang digunakan beberapa variabel penelitian diantaranya adalah sebagai berikuit:

1. Kondisi tipe jenis tanah yang tersebar diseluruh DTH

2. Kondisi kelas kemiringan lereng yang terdapat diseluruh DTH

3. Kondisi kelas tipe penutup lahan diseluruh DTH tahun 2004 dan 2008 4. Kondisi kelas rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi disekitar DTH


(43)

C. Sumber Data Penelitian

Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Peta jenis tanah Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

2. Peta geologi Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

3. Peta Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

4. Peta kemiringan lereng Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007) 5. Citra Landsat Provinsi Jawa Tengah (PAT 120/ROW 64) (Sumber http//:

www.usgsglovis.gov)

6. Peta Tata Guna lahan Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

7. Setasiun penakar hujan atau BMKG Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan sumber data diatas maka penelitian ini mengunakan jenis data sekunder kondisi biogeofisik DTH Waduk Wadaslintang sedangkan data yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Data jenis tanah

2. Data kemiringan lereng

3. Data curah hujan tahun 2004 dan 2008 4. Data penutup lahan tahun 2004 dan 2008


(44)

D. Peralatan Penelitian

Adapun berbagai peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perangkat Komputer 2. Software ER Mapper 7.0 3. Software ArcView 3.3 4. Software MS Ofice 2007

5. GPS (Global Positioning Syestem) 6. Pengukur berat sedimen (timbangan) 7. Alat pengukur volume sedimen 25cm2 E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi, Perhitungan dan interpretasi. Dokumentasi adalah cara untuk meperoleh informasi tampa terlibat langsung dilapangan, dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data penelitian diantaranya adalah data citra Landsat 7 Pat 120/Row 64 tahun 2004 dan 2008, Peta Lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Peta Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Peta Batas Sub-DAS Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan yang tersebar di sekitar DTH Waduk Wadaslintang dan Data sedimentasi hasil pengukuran di dalam Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008, adapun instansi penyedia sumber data penelitian seperti: BAPPEDA Kabupaten Wonosobo, BPN Kabupaten Wonosobo, Dit Jend PSDA BBWSSO Yogya Karta dan sebagainya.


(45)

1. Mengolah data curah hujan

Data curah hujan dari setasiun yang berada di sekitar DTH Waduk Wadslintang belum diketahui nilai rata-rata curah hujannya, untuk menentukan rata-rata curah hujan, data hujan di olah dengan cara (Thiessen Polygon) kemudian disajikan dalam bentuk peta curah hujan.

Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen Polygon

melalui persamaan sebagai berikut:

= .

dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam DTH Ai : Luas poligon pada stasiun i

Pi : Curah hujan pada stasiun ke i ∑ Ai : Luas DTH

Hasil perhitungan tersebut dikemas dalam sajian peta rata-rata curah hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang diolah menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.

2. Interpretasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mendelineasi, interpolasi, digitasi melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dan bjuga bisa melalui teknik penginderaan jauh (Remote Sensing).

a. Interpretasi citra satelit Landsat 7 Pat 120/Row 64 untuk memperoleh data penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008, pada kanal band 753 dari masing-masing citra, kemudian ditentukan melalui proses klasifikasi (Supervised) dengan di bantu dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper 70.


(46)

b. Digitasi peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000, merupakan teknik untuk memperoleh informasi jenis tanah dan menentukan nilai erosivitas tanah (K) pada DTH Waduk Wadaslintang dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.

c. Digitasi peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000 untuk memperoleh kelas kemiringan lereng dan menentukan nilai panjang dan gardien kemiringan lereng (LS) DTH Waduk Wadaslintang menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3

F. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode gabungan antara Analisis overlay peta, Analisis USLE, Analisis perhitungan laju erosi dengan Analisis tingkat erosi dan Uji validitas laju erosi, untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Overlay Peta

Overlay digunakan untuk menentukan besaran erosi tiap unit lahan (Land Unit) di sekitar Daerah Tangkapan Hujan DTH Waduk Wadaslintang yang berlangsung pada tahun 2004 dan 2008. Overlay adalah Metode tumpang susun untuk mengklasifikasi data dengan cara otomatis melalui aplikasi SIG dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Maksudnya adalah melakukan overlay tumpang susun dengan menggabungkan beberapa komponen biogeofisik seperti nilai erosivitas curah hujan (R), nilai erosivitas tanah (K), nilai erosivitas panjang dan kemiringan lereng (LS) dan nilai erosivitas kondisi penutup lahan dan faktor pengelolaan tanaman (CP).


(47)

hasil tumpang tindih (Overlapping) ke-empat faktor akan di peroleh peta unit satuan lahan yang didalamnya mengandung unsur nilai besaran erosi tiap unit satuan pemetaan (Land Unit) yang di peroleh melalui persamaan USLE.

2. AnalisisUniversal Soil Loss Equation(USLE)

Analisis USLE digunkan untuk memperoleh nilai total erosi di sekitar DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Telah dijelaskan dimuka bahwa dalam menghitung laju erosi tanah digunakan pendekatan persamaan

Universal Soil Loss Equation(USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan rumus sebagai berikut(Asdak, 2007):

[A = R x K x L.S x C.P] Dimana :

A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/ha/tahun) R = faktor erosivitas hujan

K = faktor erodibilitas lahan

L.S = faktor panjang–kemiringan lereng

C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P = faktor tindakan konservasi lahan

Penentuan nilai erosivitas (R) dengan melihat keadaan curahujan yang terjadi pada DTH Waduk Wadaslintang data hujan yang ada diambil rata-ratanya dan nilai R dihitung dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang pernah dilakukan oleh (Asdak, 2007). Telah dijabarkan dimuka pada tinjauan pustaka, bahwa untuk menentukan faktor erodibilitas tanah (K)


(48)

dilakukan dengan melihat peta jenis tanah DTH Waduk Wadaslintang dan untuk menentukan nilai (K) berpedoman pada Arsyad, (1989) dalam (Sucipto, 2008).

Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di tentukan dengan melihat peta lereng DTH Waduk Wadaslintang maka dapat diperoleh daerah sebaran tingkat kemiringan yang ditunjukan dalam satuan (%), kemudian untuk mengetahui nilai (LS) berpedoman pada Asdak (1995) dalam (Sucipto, 2008). Peta penutup lahan hasil interpretasi citra Landsat dengan berpedoman pada peta Tata Guna Lahan dan peta Tata Guna Hutan (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007 sebagai dasar dalam menentukan penutup lahan dan tindakan konservasi lahan (CP) pada DTH Waduk Wadaslintang, sementara itu nilai (CP) diperoleh berdasarkan pada ketentuan Asdak, 2007 dan Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008).

3. Perhitungan Nilai Erosi

Perhitungan nilai erosi maksudnya adalah menjumlah hasil erosi dari hasil perkalian antar variabel R, K, LS dan CP dalam rumus USLE di atas, tujuanya adalah untuk memperoleh nilai erosi total DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Setelah dilakukan pernjumlahan dan diperoleh nilai total, kemudian nilai total ersi dari masing-masing tahun dibagi dengan luas DTH Waduk Wadaslintang, tujunaya adalah untuk memperoleh nilai laju erosi tahun 2004 dan 2008 dalam satuan Ton/Ha/Th.


(49)

4. Klasifikasi Tingkat Erosi

Kalsifikasi tingkat erosi dilakukan pada nilai hasil perhitungan besaran erosi dari hasil perkalian variabel R, K, LS dan CP yang berlangsung dalam proses overlay masing-masing variabel atribut data USLE. Klasifikasi merupakan proses pengelompokan data berdasarkan tipe dan tingkatanan tertentu, dimana data-data hasil erosi yang memiliki karakter tertentu dikelompokan pada kelas tertentu. Klasifikasi data nilai erosi dilakukan dengan menggunakan ketentuan kelas erosi tanah (Suripin, 2002 dalam Sucipto, 2008). Berdasarkan kalsifikasi tersebut akan dihasilkan peta tingkat erosi tanah DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

5. Uji Validitas Hasil Penelitian

Uji hasil penelitian digunakan untuk menentukan besarnya perbedaan nilai hasil erosi berdasarkan perhitungan rumus USLE dengan hasil pengukuran besaran erosi didalam Waduk Wadaslintang yang telah di ukur dengan menggunakan teknologiEcho Shounder pada tahun 2004 dan 2008 oleh fihak pengelola waduk, sementara terdapat perbedaan dimana hasil erosi USEL dinyatakan dalam satuan (Ton/Ha/Th) sedangkan hasil pengukuran langsung dalam waduk dinyatakan dalam satuan meter kubik (m3/Th).

Uji hasil penelitian ini perlu dilakukan konversi nilai satuan hasil erosi dari hasil pengukuran langsung didalam waduk dengan ketentuan USLE dengan cara merubah nilai satuan meter kubik (m3/Th) kedalam nilai satuan berta (Ton/Ha/Th). Untuk menentukan hasil konversi nilai satuan dari meter


(50)

kubik (m3) kedalam satuan berat maka dilakukan dengan menimbang berat sedimen pada sebuah tempat dengan ukuran 25 cm3, kemudian hasilnya merupakan berat sedimen kering 25 cm3/kg, kemudian berat sedimen tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan nilai berat sedimen dalam satuan m3/kg.

Selajutnya untuk menentukan berapa besar laju erosi DTH dari hasil sedimen didalam waduk maka data hasil kaliberasi sedimen dalam satuan m3/kg,Ton tersebut dibagi dengan luasnya Daerah Tangkapan Hujan Waduk Wadaslintang dalam satuan Hektar (Ha) Dengan demikian nilai erosi hasil pengukuran didalam waduk yang semula hanya diketahui dalam satuan m3 akan diketahui jumlahnya dalam satuan berat (Ton/Ha/Th).

Hasil uji validitas data tahun 2004 dan 2008 diatas akan diketahui besarnya perbedaan nilai laju erosi hasil perhitungan menggunakan metode USLE dengan hasil perhihitungan menggunakan data dari pengukuran hasil erosi di dalam waduk Wadaslintang. Berdasarkan besarnya perbedaan nilai laju erosi tersebut maka validitas data hasil perhitungan diatas dapat di gunakan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan.

Untuk lebih jelasnya mengenai alur pemikiran dalam pelaksanna penelitian tentang perhitungan laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 dengan menggunakan teknologi SIG secara singkat dari masing-masing penjelasan diatas dapat di ringkas secara singakat dalam diagram alir penelitian, kurang lebinya adalah sebagai berikut:


(51)

G. Tahapan Penelitian

Gambar 2.Diagram Tahapan Penelitian

Data Citra Landsat 7 tahun 2004 dan 2008

Peta Penutup lahan 2004 dan 2008

Peta Tanah

Peta Lereng Peta Curah Hujan

2004 dan 2008

Peta Tingkat Erosi 2004 dan 2008 Laju Erosi USLE

2004 dan 2008

Uji validitas nilai erosi

START

Nilai (R) 2004 dan 2008 Nilai (K)

Nilai (LS) Nilai (CP)

2004 dan 2008

Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000

Data Curah Hujan tahun 2004 dan 2008 Peta Jenis Tanah Kabupaten

Wonosobo Skala 1:300000

Digitasi peta menggunakan software ArcView Gis 3.3

Digitasi peta menggunakan software ArcView Gis 3.3 Interpretasi Citra menggunakan

software ErMaper 70

Analisis Poligon Thiessen dengan software ArcView Gis 3.3

MENGUMPULKAN DATA PENELITIAN

Kesimpulan

FINISH Penyusunan Laporan

Penimbangan hasil erosi di lapangan Data Laju erosi waduk

pengukuran 2004 dan 2008

Nilai Erosi Unit Lahan Tahun 2004 dan 2008

AnalisisUSLE

Overlay

Klasifikasi tingkat erosi Perhitungan


(52)

36 A. Hasil Penelitian

Bab ini mengungkap tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum daerah penelitian dan hasil perhitungan erosi pada Daerah Tangkapan Huajn DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian a. Letak, Luas, Batas Wilayah

Berdasarkan pembagian wilayah dalam administrasi pemerintah, DTH waduk Wadaslintang berada di wliayah pemerintahan Kabupaten Wonosobo yang menempati tiga wilayah administrasi pemerintah kecamatan sebagian besar meliputi, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Wadaslintang, dan sebagian kecil menempati wilayah Kecamatan Selomerto. Secara astronomi DTH waduk Wadaslintang terletak diantara 70 26’ 33’’ LS - 70 36’ 40” LS dan 109047’ 07’’BT–109051’ 19’’ BT.

Berdasarkan penelusuran kartografis, keseluruhan DTH menempati area seluas (19198,05 H), pada administrasi Kecamatan Kliwiro seluas (7546,432 H), Kecamatan Wadaslintang seluas (11643,023 H) dan sisanya (8,596 H) masuk dalam Kecamatan Selomerto, untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:


(53)

(54)

b. Curah Hujan dan Iklim

Kondisi iklim DTH waduk Wadaslintang ditentukan melalui data hujan tiap setasiun pada tahun 1992-2008, kemudian berdasarkan data hujan tersebut iklim ditentukan berdasarkan pada teori klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson melalui persamaan sebagai berikut:

= %

Schmidt-Ferguson membagi tipe hujan di Indonesia menjadi delapan tipe iklim, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 5. Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson. No Tipe Iklim Nilai Q Keterangan

1. Tipe iklim A 0%≤ Q ,< 14,3% Bulan sangat basah, hutan hujan tropis

2. Tipe iklim B 14,3%≤Q<33,3% Basah, hutan hujan tropis 3. Tipe iklim C 33,3%≤ Q<60% Agak Basah, hutan musim 4. Tipe iklim D 60%≤Q<100% Sedang, hutan musim

5. Tipe iklim E 100%≤Q<167% Agak kering, terdapat hutan belantara

6. Tipe iklim F 167%≤Q<300% Kering, ilalang 7. Tipe iklim G 300%≤Q<700% Sangat Kering 8. Tipe iklim H ≤700% ≤Q Luar biasa Kering Sumber: Meteorologi dan Klimatologi (Tukidi, 2004:15)


(55)

Tabel 6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah Setasiun Hujan Tahun 1992-2008.

TH (Year)

Setasiun Bulan(Mounth)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1992

Selomerto 264 300 310 537 291 300 45 44 144 8 343 749 Kaliwiro 534 448 727 497 213 219 2 43 0 15 556 538 Wadaslintang 543 445 757 488 146 168 0 2 0 46 514 719 1993 Selomerto 616 169 135 124 82 52 0 0 0 75 271 392 Kaliwiro 489 458 683 418 69 18 0 190 0 75 419 433 Wadaslintang 365 362 722 324 100 5 0 0 0 34 363 503 1994 Selomerto 452 725 870 511 317 181 52 0 0 116 996 449 Kaliwiro 547 776 465 343 194 135 156 0 0 205 720 334 Wadaslintang 449 722 572 270 213 211 123 0 0 467 1086 339 1995 Selomerto 560 741 183 353 90 43 31 93 18 0 505 352

Kaliwiro 388 575 0 424 23 97 0 0 0 663 159 317

Wadaslintang 628 624 452 203 66 117 68 0 7 908 884 380 1996

Selomerto 292 209 132 153 184 0 0 0 0 88 106 402

Kaliwiro 359 506 635 65 40 0 0 0 0 0 33 415

Wadaslintang 274 465 162 222 166 31 0 0 0 0 168 409 1997 Selomerto 96 1074 546 686 318 480 247 247 150 375 534 364 Kaliwiro 385 589 650 748 218 427 213 31 197 477 527 512 Wadaslintang 262 583 600 911 177 448 246 115 168 751 582 511 1998 Selomerto 404 418 295 504 228 139 47 0 18 617 578 771 Kaliwiro 653 620 382 413 154 51 0 28 0 355 640 519 Wadaslintang 826 333 0 330 228 14 0 26 37 288 702 529 1999 Selomerto 528 472 366 617 368 168 84 45 83 190 651 507

Kaliwiro 479 407 0 368 146 0 0 31 0 0 493 396

Wadaslintang 445 387 739 381 287 113 24 5 42 470 0 400 2000

Selomerto 668 385 452 399 132 0 0 0 0 0 454 290

Kaliwiro 500 369 914 227 107 67 0 0 0 548 466 175 Wadaslintang 503 380 699 0 141 171 206 0 7 1076 857 279 2001 Selomerto 287 187 663 412 132 66 0 4 21 0 611 942

Kaliwiro 249 111 396 132 34 20 0 0 0 0 383 408

Wadaslintang 383 115 543 233 102 0 0 0 72 7 956 1064

Total

Bulan basah 29 30 27 28 25 14 6 3 4 15 28 30

Bulan kering 0 0 3 1 2 13 22 26 25 12 2 0

Bulan lemban 1 0 0 1 3 3 2 1 1 3 0 0

Jumlah bulan basah = 239. Jumlah bulan kering = 106 2004

Selomerto 277 320 350 433 135 273 70 37 145 106 208 791 Kaliwiro 409 511 469 273 46 160 128 0 197 292 176 954 Wadaslintang 0 597 284 274 52 144 106 94 229 179 306 778 2008

Selomerto 812 513 415 464 117 113 29 0 3 228 418 245 Kaliwiro 699 414 632 525 417 63 8 0 44 187 497 141

Wadaslintang 725 430 0 0 0 28 18 0 30 17 384 0


(56)

Berdasarkan data hujan diatas maka dapat diketahui banyaknya bulan basah dan bulan kering sebagai syarat perhitungan iklim. Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan diatas 100 mm atau curah hujan lebih besar daripada penguapan. Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah hujan lebih kecil daripada 60 mm. Curah hujan lebih kecil daripada penguapan. Bulan lembab adalah suatu bulan pada kondisi curah hujan lebih besar dari 60 mm tetapi lebih kecil dari 100 mm. Curah hujan sama dengan penguapan (Tukidi 2004). Hasil perhitungan diperoleh bulan basah sebanyak 239 dan bulan kering sebanyak 106 sehingga DTH waduk Wadaslintang memiliki nilai Q sebesar 0,44 %. Nilai Q sebesar 0,44% mengindikasikan bahwa DTH waduk Wadaslintang memiliki iklim tipe A (Sangat Basah) hutan hujan tropis.

c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan peta geologi Kabupaten Wonosobo Lampiran 5 Gambar 17, geologi DTH waduk Wadaslintang digolongkan kedalam 6 (enam) formasi geologi yaitu: formasi Halang seluas 54,69 H, pada formasi tersebut merupakan daerah berbatu lempung, serpih dan batu pasir. Formasi Waturondo seluas 463,25 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi, batu pasir dan lava. Formasi Ligung seluas 431,44 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi Peniron seluas 365,09 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi Penosogan seluas 465,96 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Napal, Tuva dan Batu pasir.


(57)

Berdasarkan peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Lampiran 6 Gambar 18, jenis tanah yang terdapat pada DTH waduk Wadaslintang didefinisikan kedalam tiga tipe jenis tanah dan secara umum didominasi oleh komplek tanah Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik Merah Kekuningan, dan Litosol pada area lahan seluas 949,71 H, kemudian jenis tanah Latosol Coklat Tua Kemerahan seluas 686,47 H, dan komplek jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan, Regosol seluas 147,40 H.

d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai)

Berdasarkan kondisi hidrologi saluran-saluran sungai pada DTH waduk Wadaslintang saling berkesinambungan dari daerah hulu menuju daerah hilir dan menyatu bermuara kedalam bangunan waduk Wadaslintang dengan membentuk pola aliran (Drainage Pattren) menyerupai bentuk cabang ranting pohon (dendritic pattren). Pola tersebut bila dikaitkan dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat gerakan limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DTH waduk Wadaslintang.

e. Kemiringan Lereng

Berdasarkan peta kemiringan lereng Lampiran 7 Gambar 19. DTH waduk Wadaslintang dibagi menjadi 5 (lima) kelas kemiringan, yaitu: kelas kemiringan 0-8 % merupakan daerah landai, kelas kemiringan 8-15% merupakan daerah berlereng agak curam, kelas kemiringan 15-25%


(58)

merupakan daerah berlereng curam, kelas kemiringan 25-40% merupakan daerah berlereng terjal, sedangakan kelas kemiringan >40% merupakan daerah berlereng sangat terjal.

f. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover)

Penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 7 tahun 2004 dan 2008 digolongkan pada 7 jenis tipe penutup lahan diantaranya: Hutan, Kebun campuran, Persawaha, Semak/Belukar, Lahan Terbuka, Permukiman dan Tubuh Air Lampiran 8-9 Gambar 20-21. Hutan pada DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta Kawasan Hutan (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007, merupakan hutan produksi terbatas yaitu dengan penerapan sistem tanam dan tebang pilih.

Kebun campuran DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta Tanaman Lahan Kering (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007, diartikan sebagai kebun pertanian lahan kering campuran (RTRW Kabupaten Wonosobo, 2007). Kondisi penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang memiliki kecenderungan sering terjadi konversian lahan berhutan menjadi kawasan budidaya non hutan, untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 7 sebagi berikut:


(59)

Tabel 7.Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008.

Sumber. Hasil Identifikasi Penutup Lahan tahun 2004 dan 2008.

Berdasarkan Tabel 7, bahwa dari tahun 2004-2008 terjadi perubahan luas tipe penutup lahan seperti areal pemukiman mengalami peningkatan sebesar 216,07 hektar, sedangkan areal hutan mengalami penurunan sebesar 675,58 hektar, sehingga meningkatkan areal lahan terbuka sebesar 308,97 hektar, sementara kebun pertanian campuran meningkat sebesar 1.045,37 hektar, areal semak-semak mengalami peningkatan sebesar 661,97 hektar, areal persawahan meningkat sebesar 82,26 hektar dan kenampakan tubuh air seperti waduk, rawa, dan sungai mengalami penurunan sebesar 257,22 hektar.

Kondisi Penutup Lahan DTH Waduk Wadaslintang

No Jenis 2004 2008

1 Hutan 2988,58 2313,00

2 Kebun 8193,01 9238,38

3 Semak-semak 2564,32 3226,29

4 sawah 740,58 822,84

5 Tubuh air 951,39 694,17 6 Tanah terbuka 1531,48 1222,51 7 pemukiman 811,46 1027,53


(60)

2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008

Laju besaran erosi DTH waduk Wadaslintang diketahui melalui persamaan Universal Soil Lose Equations (USLE). Persamaan USLE mengunakan variabel hujan (R), tanah (K), kemiringan dan panjang lereng (LS) dan penutup lahan (CP), selanjutnya masing-masing variabel tersebut dilakukan penilaian dan perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut:

USLE { A= RxKxLSxCP}. a. Nilai erosivitas (R)

Nilai erosivitas hujan merupakan kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan. Nilai erosivitas diketahui melalui data hujan DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang tersebar di beberapa setasiun, kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:

R = /100 rumus tersebut digunakan untuk menentukan nilai R rata-rata dalam satu tahun, sedangkan dalam penelitian ini R adalah nilai kejadian erosivitas pada tahun 2004 bukan nilai rata-rata sehingga dilakukan modivikasi rumus tersebut menjadi: R = sedangkan EI

proporsional dengan total curah hujan tahunan. Sebagai contoh perhitungan digunakan data hujan total tahun 2004 dari stasiun pencatat hujan Kecamatan Alian adalah sebagai berikut:


(61)

R = 3443/100 1 = 34,43 jadi nilai R pada setasiun pencatat hujan Kecamatan Alian adalah sebesar 34,43. Nilai erosivitas (R) dari hasil perhitungan pada masing-masing setasiun hujan yang ada didalam DTH waduk wadaslintang adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil perhitungan erosivitas hujan DTH 2004-2008. Setasiun

Hujan

Tahun 2004 Tahun 2008 C h Hari R C h Hari R Alian 3443 101 34.43 2103 98 21,03 Kaliwiro 3300 137 33.00 2521 137 25,21 Sadang 3834 135 38.34 2774 113 27,74 Sapuran 3753 144 37.53 2818 139 28,18 Wadaslintang 2989 80 29.89 3305 142 33,05

Sumber: Data Curah Hujan Kabupaten Wonosobo, Purworejo dan Kebumen Tahun 2004 dan 2008.

b. Nilai erodibilitas tanah / nilai ketahanan tanah (K)

Nilai tingkat erodibilitas tanah pada DTH waduk Wadaslintang mengacu pada Tabel 1, tentang perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa jenis tanah Asdak, (1995) dalam (CRMP, 2002), kemudian diterapkan kedalam peta jenis tanah DTH waduk Wadaslintang bahwa didalamnya terdapat tiga tipe jenis tanah yaitu jenis tanah Latosol Merah Kuning mengandung nilai (K) 0,26 kemudian jenis tanah podzolik merah kuning 0,32 dan jenis tanah Latosol coklat merah tua 0,23.

c. Panjang dan Gradien Kemiringan Lereng (LS)

Nilai LS yaitu mengacu pada penentuan nilai LS dari (Asdak, 1995) dalam (Repository USU, 2011). Hasilnya kemudian diterapkan pada peta kemiringan lereng DTH waduk Wadaslintang Lampiran 7 Gambar 19, bahwa didalam DTH terdiri dari lima tipe kemiringan yang msing-masing


(62)

tersebar diberbagai ketinggian pada wilayah yang berbeda sehingga nilai LS secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9.Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang.

No Kemiringan Keterangan Nilai LS

1 0% - 8% Landai 0,4

2 8% - 15% Agak Curam 1,4

3 15% - 25% Curam 3,1

4 25% - 40% Terjal 6,8

5 >40% Sangat Terjal 9,5 Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30) d. Faktor penutup lahan dan pengelolaan lahan (CP)

Nilai CP DTH waduk Wadaslintang diperoleh dengan menggunakan ketentuan dari Asdak, (2007) dan Suripin, (2002) dalam (Sucipto, 2008), kemudian diterapkan pada kondisi penutup lahan tahun 2004 dan 2008 dengan mengacu pada peta Tata Guna Lahan DTH waduk Wadaslintang tahun 2007.

Nilai CP untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Berdasarkan variabel USLE yaitu RKLSCP masing-masing diatas selanjutnya di overlaydan dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan keseluruan variabel pada masing-masing tahun Lampiran 2 Tabel 11 dan 12, sehingga diperoleh data besaran erosi tiap unit satuan lahan. Hasil penjumlahan besaran erosi tiap unit satuan lahan merupakan nilai total besaran erosi yang terjadi pada DTH seluas 19198,05 Ha terhitung pada


(63)

tahun 2004 dan 2008. Total besarnya erosi yang telah terjadi pada tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton, sedangkan erosi yang terjadi pada tahun 2008 haya sebesar 1.419,47 Ton.

Berdasarkan jumlah total erosi diatas maka dapat dihitung laju erosi DTH Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 dengan cara sebagai berikut:

Laju Erosi = ( ) ( )

Diketahui :

Erosi total tahun 2004 = 2.452,93 Ton Erosi total tahun 2008 = 1.419,47 Ton Luas keseluruhan DTH = 19198,05 Ha

Ditanyakan : Berapakah laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 ?

Dijawab :

Laju Erosi tahun 2004 = 2.452,93 ( ) 19198,05 ( )

= 0,12 Ton/Ha.

Laju Erosi tahun 2008 = 1.419,47 ( ) 19198,05 ( )


(64)

3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008

Berdasarkan hasil perhitungan besaran erosi tiap unit satuan lahan tersebut diatas selanjutnya dilakukan klasifikasi tingkat erosi yang dilakukan dengan ketentuan kelas erosi tanah Suripin (2002) dalam (Sucipto, 2008:27). Hasilnya disajikan dalam peta tingkat erosi DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 Lampiran 10-11 Gambar 22-23, dan secara singkat dapat disajikan dalam Tabel 10 sebagai berikut:

Tabel 10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008.

No Tahun Tingkat

Erosi

Luas (H)

1 2004 Sangat

Ringan

5102,415

Ringan 12131,277

Sedang 431,798

Berat 87,280

Sangat Berat 1,264

2 2008 Sangat

Ringan

6906,736

Ringan 11310,965

Sedang 258,304

Berat 40,022

Sumber: Hasil Klasifikasi Tingkat Erosi DTH tahun 2004 dan 2008 B. Uji Validitas Hasil Penelitian

Uji validitas hasil penelitian perlu dilakukan karena hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan terkait dengan masalha perencanaan upaya penanggulangan daerah rawan erosi sekaligus perencanaan pembangunan secara menyeluruh yang lokasi pelaksanaannya berada disekitar DTH waduk Wadaslintang.


(65)

Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi mengunakan metode empiris dengan menerapkan rumus USLE diatas, diketahui bahwa jumlah erosi pada tahun 2004 sebesar 2.452,93 Ton dan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 jumlah erosi sebesar 1.419,47 Ton dan laju erosi mencapai 0,07 Ton/Ha/Th dengan masing-masing erosi berada didalam DTH seluas 19198,05 Hektar.

Untuk menguji hasil perhitungan erosi dari metode empiris melalui persamaan USLE diatas, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan data pengukuran hasil erosi didalam Waduk Wadaslintang pada periode 1993-2004 yang berlangsung selama 11 tahun, dan juga digunakan hasil pengukuran pada periode 2004-2008 selama 4 tahun. Diketahui bahwa hasil pengukuran laju erosi di dalam waduk pada periode 1993-2004 sebesar 1.923.812,09 m3 selama 11 tahun, sementara hasil pengukuran laju erosi periode 2004-2008 sebesar 711.247,34 m3selama 4 tahun (Bina, 2008:25).

Berdasarkan besarnya laju erosi diatas baik yang diperoleh melalui perhitungan secara empiris maupun data hasil pengukuran tampak menggunakan nilai satuan yang berbeda, diketahui bahwa perhitungan empiris dari penenrapan rumus USLE hasil perhitungan eroisi dinyatakan dalam satuan berat (Ton,/Ha/Th), sementara hasil perhitungan erosi di lapangan menggunakan satuan volume (m3) sehingga perlu dilakukan konversi nilai satuan, yaitu merubah nilai satuan volume kedalam satuan berat (m3 ke Ton/ Ha/Th).


(66)

Sebelumnya dilakukan pengambilan tanah hasil erosi di sekitar DTH Waduk Wadaslintang, sebagai acuan dalam melakukan konversi nilai satuan m3kedalam Ton, yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Mengambil tanah hasil erosi, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 115o celcius selama 12 jam atau hingga tanah dalam kondisi kering.

2. Megukur volume tanah hasil erosi dengan kaleng ukuran 25 cm3

3. Menimbang tanah kering hasil erosi dalam ukuran volume tersebut, dan telah diketahui bahwa setiap 25 cm3 tanah kering memiliki berat sebayak 10,5 kg.

4. Merubah ukuran volume cm3 kedalam satuan m3 kemudian hasilnya diketahui bahwa setiap 1 m3 terdapat 16 kaleng ukuran 25 cm3, artinya dalam 1m3= 16 x 10,5 kg tanah kering hasil erosi, maka hasilnya = 168 kg atau 1,68 Kwintal / 1m3tanah hasil erosi.

Hasil dari perhitungan berat tanah kering hasil erosi tersebut digunakan sebagai nilai baku untuk mengetahui berapa jumlah berat erosi dari masing-masing periode yang diperoleh melalui pengukuran didalam waduk, kemudian akan diperoleh hasil erosi dalam satuan berat (Ton) kemudian dibagi dengan luas DTH (Ha) sebagai berikut:

Menghitung laju erosi tanah hasil pengukuran didalam waduk periode tahun 1993-2004 dan periode 2004-2008.

1993 2004 = 1.923.812,09 m3 x 168 kg = 323.200.431,12 kg / 1.000


(67)

= 323.200,43 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH) = 16,83 Ton selama 11 tahun

= 1,53 Ton/Ha /Th

2004 2008 = 711.247,34 m3 x 168 kg = 119.489.553,12 kg / 1.000

= 119.489,55 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH) = 6,22 Ton selama 4 tahun

= 1,55 Ton/Ha/Th

Berdasarkan perhitungan diatas, bahwa hasil erosi dengan cara empiris melalui persamaan USLE baik tahun 2004 dan 2008 memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th sedangkan hasil pengukuran didalam waduk lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55 Ton/Ha/Th.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, nilai total besaran erosi DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12 Ton/HaTh sehingga terdapat kelas erosi sedang 431,798 Ha, berat 87,280 Ha dan sangat berat1,264 Ha. Timbulnya laju erosi tersebut di karenakan pada tahun 2004 DTH Waduk Wadaslintang telah mengalami kondisi biofisik sebagai berikut:

1) Kondisi curah hujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di sekitarnya pada tahun 2004 berkisar antara 2989-3834 mm dan berdasarkan perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas


(68)

hujan R antara 29,89-38,34 yang tersebar dalam lima zona wilayah jangkauan setasiun hujan.

2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning, litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).

3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima wilayah kemiringan mulai (0%-40%) seperti pada Tabel 9.

4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Pada tahun 2008 laju erosi sedikit berbeda, bahwa nilai total besaran erosi haya mencapai 1.419,47 Ton dengan laju erosi mencapai 0,07 Ton/Ha/Th sehingga haya terdapat kelas erosi sedang 258,304 Ha dan berat 40,022 Ha. Timbulnya gejala laju erosi tersebut dikarenakan tahun 2008 DTH Waduk Wadaslintang telah mengalami kondisi biofisik sebagai berikut:

1) Kondisi curahujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di sekitarnya pada tahun 2008 berkisar antara 2103-3305 mm dan berdasarkan perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas hujan R antara 21,03-33,05 yang tersebar dalam lima zona wilayah jangkauan setasiun hujan.


(69)

2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning, litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).

3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima wilayah kemiringan mulai (0%-40%).

4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Dari penjelasan diatas, bahwa laju erosi pada tahun 2004 cenderung lebih besar mencapai 0,12 Ton/Ha, dibanding laju erosi yang terjadi pada tahun 2008 yang tampak lebih kecil hanya mencapai 0,07 Ton/Ha. Tampaknya kondisi erosi yang demikian ini dipengaruhi oleh perubahan kondisi biofisik yang cukup dinamis seperti yang telah dijabarkan di atas.

Kondisi biofisik DTH ditinjau dari segi banyaknya curah hujan dan pola sebaranya, perubahan penutup lahan dengan pola pemanfaatanya, juga kondisi fisiografis yang terdapat di sekitar DTH secara umum dapat memicu proses terjadinya erosi, meskipun terdapat beberapa faktor yang memiliki perkembangan relatif lambat misalnya kondisi jenis tanah, sedangkan kondisi jaringan dan pola aliran sungai yang ada disekitarnya berperan besar terhadap terjadinya proses erosi tanah.


(70)

Mengenai permasalahan yang diambil dalam penelitian ini tentang berapakah erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 telah menemukan jawabanya, yaitu erosi yang terjadi pada tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan memiliki laju erosi sebesar 0,12 Ton/Ha/Th, sementara erosi yang terjadi pada tahun 2008 adalah1.419,47Ton dengan laju erosi sebesar 0,07 Ton/Ha/Th.

Hasil uji validitas data perhitungan hasil erosi dengan menggunakan data pengukuran waduk secara langsung menunjukan bahwa laju erosi yang terjadi didalam waduk cenderung lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55 Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Sementara hasil perhitungan secara empiris dengan menggunakan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Perbedaan selisih nilai pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih sebesar 1,48 Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransi yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalam DTH Waduk Wadaslintang.


(71)

55 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dimuka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukup besar dengan nilai erosi sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar 1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Ha, secara umum laju erosi tersebut menghasilkan tingkat erosi mulai dari sangat ringan hingga sangat berat yang tersebar dalam area seluas 19198,05 Ha.

Hasil uji validitas data menunjukan terdapat perbedaan antar laju erosi yang terjadi didalam waduk pada tahun 2004 dan 2008 yaitu cenderung lebih besar mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55 Ton/Ha/Th, dibandingkan dengan hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 jauh lebih kecil yaitu sebesar 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th. Selisih antar hasil erosi didalam waduk dengan hasil perhitungan USLE disekitar DTH pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih sebesar 1,48 Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransi yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalam DTH Waduk Wadaslintang.


(1)

110

Lampiran 12

Gambar 24. K

20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40

110

r 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2dan Timbangan.

20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40

110


(2)

111

Lampiran 13

Gambar 25. Contoh 17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro 17/11/2012/10:21/Selometr o

111

ontoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan 17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro 17/11/2012/10:21/Selometr o

111

17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro 17/11/2012/10:21/Selometr o


(3)

112

Lampiran 14

Gambar 26. H

28/11/2012/14:22

112

26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2 28/11/2012/14:22

112


(4)

113

Lampiran 15.

Tabel 13. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo.

Bulan

Tahun 2004 Tahun 2008

Cura h Huja n Hari Huja n Cura h Huja n Hari Huja n

Januari 370 15 184 17

Februari 422 18 281 16

Maret 527 21 251 19

April 88 5 159 11

Mei 231 4 55 5

Juni 26 2 -

-Juli 87 1 -

-Agustus - - -

-Septembe r

2 1 -

-Oktober 8 - 249 15

November 566 14 721 22

Desember 671 20 328 24

Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Purworejo Tahun 2008.

Tabel 14. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan Bruno Kabupaten Purworejo.

Bulan

Tahun 2004 Tahun 2008

Cura h Huja n Hari Huja n Cura h Huja n Hari Huja n

Januari 409 18 384 16

Februari 452 14 370 10

Maret 547 23 467 25

April 168 4 300 7

Mei 165 8 92 3

Juni 42 3 -

-Juli 97 4 -

-Agustus - - -

-Septembe r

27 1 -

-Oktober - - 72 8

November 986 15 851 23


(5)

114

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo Tahun 2004.

Lampiran 16.

Tabel 15. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen.

Bulan

Tahun 2004 Tahun 2008

Cura h Huja n Hari Huja n Cura h Huja n Hari Hujan

Januari 568 18 261

-Februari 190 10 251

-Maret 586 14 341

-April 110 6 301

-Mei 153 6 50

-Juni 49 2 -

-Juli 183 4 -

-Agustus - - -

-Septembe r

- - -

-Oktober 51 1 263

-Novembe r

767 17 750

-Desember 786 23 123 Jumla

h 93 h Sumber: PU Kecamatan Sadang Tahun 2004.

Tabel 16. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan Sadang Kabupaten Kebumen .

Bulan

Tahun 2004 Tahun 2008

Cura h Huja n Hari Huja n Cura h Huja n Hari Huja n


(6)

115

Februari 441 14 363 14

Maret 575 23 263 12

April 168 9 264 11

Mei 441 10 35 2

Juni 55 5 136 6

Juli 74 5 155 6

Agustus 13 2 30 1

Septembe r

12 1 155 6

Oktober 70 4 349 12

November 722 25 432 12

Desember 984 23 562 19