Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Daun Sirih

72 Tabel 9. Rata-rata Jumlah Larva Plutella xylostella yang menjadi Pupa pada Pengamatan Pertama Dosis Pestisida Nabati Daun Sirih Hijau Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Plutella xylostella yang menjadi Pupa ± SD 0,00 ± 0,00 a 2,5 0,80 ± 0,83 b 5 0,40 ± 0,54 ab 7,5 0,40 ± 0,54 ab 10 0,20 ± 0,44 ab Total 0,36 ± 0,56 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada pengamatan pertama yang tertera pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata jumlah terbentuknya pupa sampai pada dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. 10. Rata-rata jumlah larva Plutella xylostella yang menjadi pupa tertinggi pada dosis perlakuan 2,5, yaitu 0,80 ekor dengan standar deviasi 0,83. Hal ini disebabkan semakin rendah dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. mortalitas larva Plutella xylostella semakin sedikit, sehingga banyak larva yang masih hidup dan membentuk pupa. Maka, rata-rata jumlah jumlah larva Plutella xylostella yang menjadi pupa pada dosis perlakuan 10 lebih rendah, yaitu 0,20 ekor dengan standar deviasi 0,44. Perlakuan kontrol sampai pada pengamatan ketiga tidak terdapat larva Plutella xylostella yang menjadi pupa, karena pada perlakuan kontrol tanaman sawi tidak disemprot dengan pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. sehingga larva Plutella xylostella 73 tidak terkena senyawa aktif dari daun sirih hijau Piper betle L. dan tidak mengalami pemendekan siklus hidup. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Larva Plutella xylostella yang menjadi Pupa pada Pengamatan Kedua Dosis Pestisida Nabati Daun Sirih Hijau Rata-rata Pemendekan Siklus Hidup Larva Plutella xylostella yang menjadi Pupa ± SD 0,00 ± 0,00 a 2,5 1,20 ± 1,09 b 5 0,80 ± 0,83 ab 7,5 0,60 ± 0,54 ab 10 0,20 ± 0,44 a Total 0,56 ± 0,76 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 Dosis perlakuan pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. 10 tidak berbeda nyata dengan kontrol 0, tetapi berbeda nyata dengan dosis perlakuan 2,5, 5, dan 7,5. Rata-rata jumlah larva Plutella xylostella yang membentuk pupa terendah terdapat pada perlakuan kontrol 0 yaitu 0. Sedangkan rata-rata jumlah larva Plutella xylostella yang menjadi pupa tertinggi terdapat pada dosis perlakuan 2,5, yaitu 1,20 ekor dengan standar deviasi 1,09. Rata-rata jumlah larva Pluitella xylostella yang menjadi pupa mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L., hal ini disebabkan semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. maka mortalitas semakin tinggi, sehingga sedikit larva yang menjadi pupa. 74 Berdasarkan hasil pengamatan larva Plutella xylostella instar III membentuk pupa dalam waktu 3-5 hari. Rukmana 1994, menyebutkan bahwa siklus hidup larva Plutella xylostella instar III untuk menjadi pupa membutuhkan waktu 6 hari. Karena larva instar III berlangsung selama 3 hari, dan sebelum menjadi pupa larva Plutella xylostella harus melalui instar IV yang berlangsung selama 3 hari setelah itu menjadi pupa. Namun, dalam penelitian ini larva Plutella xylostella menjadi pupa dalam waktu kurang dari 6 hari, sehingga terjadi pemendekan siklus hidup larva Plutella xylostella. . Pemendekan siklus hidup larva Plutella xylostella menyebabkan kemampuan larva menyerang tanaman sawi berkurang. Pemendekan siklus hidup larva Plutella xylostella disebabkan penyemprotan pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L.. Mutiah Sari, dkk 2013 menyebutkan bahwa senyawa terpenoid yang terdapat dalam daun sirih hijau Piper betle L. terdiri atas senyawa aktif Precocene I dan Precocene II, yang dikenal sebagai senyawa anti hormone juvenile. Anti juvenile hormone yang terkandung di dalam daun sirih hijau Piper betle L. mengganggu tahapan proses perkembangan larva. Jadi, racun ini tidak secara langsung membunuh tetapi sebagai growth inhibitor. Pemberian senyawa Precocene menyebabkan turunnya titer hormone juvenile sehingga menyebabkan terjadinya metamorfosis dini.