Tanaman Sawi Brassica juncea L.

42 b. Klasifikasi Klasifikasi tumbuhan sawi dalam Rukmana 2002: 15 : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledone Ordo : Papaverales Famili : Cruciferae atau Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea L. c. Morfologi Gambar 7. Sawi Caisim Brassica juncea L. Sumber: Dokumentasi pribadi Sawi Brassica juncea L. termasuk ke dalam famili Cruciferae merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, 43 tidak berbulu, dan tidak berkrop. Batang tanaman sawi pendek, lebih langsing dari tanaman petsai. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Biji terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang gemuk Yati Supriati dan Ersi Herliana, 2010: 92. Sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga inflorescentia yang tumbuh memanjang tinggi dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua Rukmana, 2002: 16. d. Syarat tumbuh Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berudara panas maupun berudara dingin sehingga diusahakan di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Meskipun begitu, tanaman sawi akan lebih baik jika ditanam di dataran tinggi Eko Haryanto, dkk, 2007: 24 Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5- 1.200 mdpl. Namun, biasanya tanaman ini dibudidayakan di daerah berketinggian 100-500 mdpl. Sebagian besar di daerah-daerah 44 Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut Eko Haryanto, dkk, 2007: 25 Tanaman sawi juga tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur dan dengan air yang cukup, tanaman ini akan tumbuh sebaik pada musim penghujan. Berhubung selama pertumbuhannya tanaman ini memerlukan hawa yang sejuk maka akan lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembap. Namun, tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang Eko Haryanto, dkk, 2007: 25. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman pH tanah yang optimum untuk pertumbuhannya antara 6-7 Eko Haryanto, dkk, 2007: 25. e. Kandungan gizi Sawi baik setelah diolah maupun sebagai lalapan, ternyata mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan yang diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam 100 g berat sawi 45 adalah seperti disajikan dalam tabel di bawah ini Eko Haryanto, dkk, 2003: 5-6. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Sawi dalam 100 g Zat Gizi Sawi Protein gr Lemak gr Karbohidrat gr Ca mg P mg Fe mg Vitamin A mg Vitamin B mg Vitamin C mg 2,3 0,3 4,0 220,0 38,0 2,9 1.940,0 0,09 102.0 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979 f. Hama penyerang tanaman sawi Hama tanaman sawi yang cukup penting diantaranya ulat Agrotis, ulat Crocidolomia binotalis, ulat Plutella xylostella, ulat Spodoptera , dan kutu daun Aphis Nur Tjahjadi, 1989: 107. 1 Agrotis ipsilon Hama ini merusak tanaman kubis, sawi, dan petsai pada saat dipersemaian hingga beberapa minggu setelah tanaman di lapangan. Gejala serangan yang khas ditandai dengan terpotongnya tanaman pada pangkal batang kubis, sawi, dan petsai. Ulat aktif pada sore hingga malam hari, sehingga petani hanya menemukan bekas serangan pada pagi hari Nur Tjahjadi, 1989: 107. 46 2 Ulat krop kubis Crocidolomia binotalis Zell. Gejalanya yaitu daun bagian dalam yang terlindungi oleh daun bagian luar rusak dan terlihat adanya bekas gigitan. Tak heran bila dari luar tanaman masih terlihat baik, tetapi bagian dalam sudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi sampai ke titik tumbuh Eko Haryanto, dkk, 2007: 71. Ulat krop kubis ini berwarna hijau, terdapat garis berwarna hijau muda dan rambut berwarna hitam di punggungnya. Serangga dewasa menghasilkan telur yang jumlahnya 30-80 butir tiap kelompok. Telur menetas dalam jangka waktu 1-2 minggu dan setiap hari jumlah telur akan bertambah Eko Haryanto, dkk, 2007: 71. 3 Ulat keremeng atau tritip Plutella sp. Gejalanya bagian bawah daun rusak, epidermis bagian atas terlihat putih transparan. Setelah daun tumbuh dan melebar, lapisan epidermis akan robek sehingga daun tampak berlubang. Gejala serangan hama ini khas dan tergantung pada instar larva yang menyerang Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 97-98. Ulat keremeng memiliki warna hijau muda ketika baru menetas. Setelah dewasa berbentuk ngengat dan warna kepalanya 47 menjadi lebih pucat dan terdapat bintik coklat Eko Haryanto, dkk, 2007: 72. 4 Spodoptera litura Ulat ini memakan daun yang tua maupun muda. Tetapi ulat ini juga mempunyai banyak tanaman inang. Walaupun demikian, kehadirannya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Selain dapat menurunkan kuantitas, juga dapat menurunkan kualitas hasil Nur Tjahjadi, 1989: 108. 5 Kutu daun Aphis sp. Kutu ini menusuk dan menghisap cairan tanaman, terutama pada musim kemarau. Jika serangan berat, tanaman akan layu akibat kekurangan cairan. Bekas tusukannya meninggalkan bekas yang kurang baik bagi perkembangan daun, daun akan kering atau tumbuhnya tidak normal Nur Tjahjadi, 1989: 108. 6 Siput setengah telanjang Parmarion pupillaris Humb. Siput ini berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan. Rumah pada punggungnya kerdil dan sedikit menonjol. Siput jenis telanjang halus dan tidak ada tonjolannya. Panjang siput 5 cm. Siput ini polifag atau pemakan segala tanaman. Siput sering merusak tanaman yang baru saja tumbuh seperti kol, sawi, tomat, tembakau, ubi jalar, dan kentang Pracaya, 2008: 298. 48 7 Sumpil Subulina octona Ada 2 jenis sumpil yaitu Lamellaxis gracilis Hutt. dan Subulina octona Brug. Sumpil mempunyai rumah yang bentuknya silindris dan berukuran kecil dengan panjang 11 mm. Warnanya kuning muda. Kedua jenis sumpil ini biasanya tercampur menjadi satu populasi. Binatang ini merusak semai tembakau, kol, sawi, dan bermacam-macam sayuran Pracaya, 2008: 298. g. Produktivitas Tanaman Sawi Perkembangan luas panen dan produksi petsaisawi di Indonesia tahun 2009-2014 menurut Data Statistik Produksi Holtikultura Kementerian Pertanian adalah sebagai berikut. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Hasil, dan Produksi PetsaiSawi di Indonesia Tahun 2009-2014 Sumber: Direktorat Jenderal Holtikultura, Kementerian Pertanian 2015: 57 49

B. Kerangka Berfikir

Penggunaan pestisida sintetis berbahaya bagi lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran air, tanah, udara, dan hasil pertanian. Selain itu pestisida sintetis juga berbahaya bagi keselamatan hayati, termasuk kesehatan tubuh manusia baik yang terpapar secara langsung atau melalui rantai makanan. Pestisida yang digunakan semestinya ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia. Salah satu pestisida yang ramah lingkungan adalah pestisida nabati. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Pestisida Nabati Daun Sirih Hijau Piper betle L. sebagai Pengendali Hama Plutella xylostella Tanaman Sawi Brassica juncea L.”, karena di dalam daun sirih hijau Piper betle L. mengandung minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid yang merupakan racun perut Stomach poisoning dalam tubuh hama Plutella xylostella, menyebabkan gangguan pernapasan pada hama Plutella xylostella, serta dapat mempercepat pembentukan pupa hama Plutella xylostella, sehingga aktivitas makan hama Plutella xylostella berkurang. Dengan demikian pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berpotensi sebagai bahan aktif pestisida nabati pengendali hama Plutella xylostella. Adapun variasi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0; 2,5; 5; 7,5; dan 10 yang dibuat dari starter awal perasan daun sirih hijau Piper betle L.. 50 Gambar 8. Kerangka Berpikir Sawi Brassica juncea L. Dibutuhkan pestisida yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia Daun sirih hijau Piper betle L. Konsentrasi: 0; 2,5; 5; 7,5;

10 Pestisida Nabati

Kerusakan sawi Brassica juncea L. mortalitas Plutella xylostella Pemendekan siklus hidup Plutella xylostella Berat basah sawi Brassica juncea L. terpenoid menghambat aktivitas makan, Alkaloid racun perut Plutella xylostella Minyak atsiri dan flavonoid menghambat respirasi, tanin racun kontak

1. Pestisida sintetis berbahaya bagi

lingkungan kontaminasi air, tanah, udara, dan hasil pertanian.

2. Pestisida sintetis berbahaya bagi

kesehatan tubuh manusia 51 52

C. Hipotesis

1. Pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berpengaruh terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi Brassica juncea L.. Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. mortalitas hama Plutella xylostella semakin tinggi. 2. Pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berpengaruh terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada tanaman sawi Brassica juncea L.. Jika larva Plutella xylostella tidak langsung mati, maka semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L., semakin tinggi larva Plutella xylostella yang mengalami pemendekan siklus hidup. 3. Pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berpengaruh terhadap kerusakan tanaman sawi Brassica juncea L.. Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. kerusakan daun sawi Brassica juncea L. semakin rendah. 4. Pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berpengaruh terhadap berat basah tanaman sawi Brassica juncea L.. Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. berat basah tanaman sawi semakin tinggi. 5. Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau Piper betle L. semakin efektif dalam mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi Brassica juncea L.. 53