Klasifikasi Sirih Hijau Piper betle L.

26 Alkaloid yang terkandung dalam daun sirih Piper batle L. adalah arecoline . Arecoline bersifat nitrogenous pada makanan sehingga menetralisir asam lambung dan bekerja sebagai astringent. Sebagai astringen , zat ini mengeraskan membran mukosa pada lambung Rooney, 1993; Handayani, dkk, 2013: 4-5. Alkaloid berupa garam sehingga dapat mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat menggangu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase Eka Cania dan Endah Setyaningrum, 2013: 58. 3 Tanin Tanin diproduksi oleh tanaman berfungsi sebagai substansi perlindungan dalam jaringan maupun luar jaringan. Tanin umumnya tahan terhadap perombakan atau fermentasi, selain itu menurunkan kemampuan binatang untuk mengkonsumsi tanaman atau juga mencegah pembusukan daun pada pohon. Tanin juga bekerja sebagai zat astringent yang dapat menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa Elvie Yenie, dkk, 2013: 53. Tanin juga dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan. Tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan dan penyerapan protein dalam sistem pencernaan terganggu Yunita et al ., 2009; Lapida Yunianti, 2016: 39. 27 4 Flavonoid Flavonoid merupakan golongan senyawa yang berperan penting dalam penyerbukan oleh serangga. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga bersifat menolak sejenis ulat tertentu Agus Aulung, dkk, 2010: 12. Flavonoid bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan atau racun pernapasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan pada sistem pernapasan dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan akhirnya mati Eka Cania dan Endah Setyaningrum, 2013: 58. 5 Terpenoid Terpenoid dan turunannya dapat bekerja sebagai insektisida akan tetapi banyak peneliti berpendapat bahwa fungsi terpenoid lebih bersifat ekologis daripada fisiologis. Terpenoid dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan pesaingnya dan terpenoid dapat bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya Agus Aulung, dkk, 2010: 12. Menurut Anggriani dkk, 2013 dan Mayanti dkk, 2006 Fika Afifah, dkk, 2015: 29 terpenoid memiliki rasa yang pahit dan bersifat antifeedant yang dapat menghambat aktivitas makan 28 serangga. Triterpenoid juga bersifat sebagai penolak serangga repellant karena ada bau menyengat yang tidak disukai oleh serangga sehingga serangga tidak mau makan. Senyawa ini berperan sebagai racun perut yang dapat mematikan serangga. Senyawa ini akan masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan yang mereka makan, kemudian diserap oleh saluran pencernaan tengah. Saluran ini berfungsi sebagai tempat perombakan makanan secara enzimatis Junar, 2000; Fika Afifah, dkk, 2010: 29. Senyawa tersebut dapat mempengaruhi fungsi saraf yaitu menghambat enzim kolinesterase, sehingga terjadi gangguan transmisi rangsang yang mengakibatkan munurunnya koordinasi kerja otot, konvuli, dan kematian serangga Endah dan Heri, 2000; Fika Afifah, dkk, 2015: 29. Senyawa aktif Precocene I dan Precocene II dikenal sebagai senyawa anti hormone juvenile. Anti juvenile hormone mengganggu tahapan proses perkembangan larva. Jadi, racun ini tidak secara langsung membunuh tetapi sebagai growth inhibitor. pemberian senyawa precocene menyebabkan turunnya titer hormone juvenile sehingga menyebabkan terjadinya metamorfosis dini, dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya produksi feromon. Dalam hal ini ia juga mengganggu proses pergantian kulit serangga yang mengakibatkan larva cacat atau mati. 29 Gangguan tidak hanya terjadi pada stadia larva tetapi berlanjut pada pembentukan pupa dan serangga dewasa. Mekanisme penghambatan diduga terganggu melalui perintah ke otak oleh suatu zat Prijono, 1999; Mutiah Sari, dkk, 2013: 566-567.

a. Hama Plutella xylostella

Pengertian hama secara luas yaitu organisme yang mengurangi ketersediaan, mutu, dan jumlah sumber daya tanaman bagi manusia. Pengertian lain yaitu semua binatang atau serangga yang dalam aktivitas hidupnya memakan tanaman yang dibudidayakan sehingga merugikan kepentingan hidup manusia dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan. Dalam pengertian tersebut istilah hama dilihat dari segi kepentingan manusia, bukan merupakan istilah ekologi. Kebanyakan binatang hama adalah serangga. Jenis binatang lainnya yang juga merupakan hama bagi ekosistem pertanian yaitu burung, tikus, babi hutan, kera, siput, dan binatang-binatang lainnya yang merugikan karena memakan tanaman budidaya Agus Suyanto, 1994: 14-15. 30 a. Klasifikasi Klasifikasi ulat sawi Plutella xylostella dalam Pracaya 2008: 87 adalah sebagai berikut. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Plutellidae Genus : Plutella Spesies : Plutella xylostella b. Biologi Hama Ulat Plutella merupakan hama yang kosmopolit, yang terdapat di seluruh dunia dimana ada tanaman kobis kol. Di Indonesia hama ini tidak berada di dataran rendah. Plutella memiliki kemampuan hanya untuk merusak daun kobis kol, petsay, kol bunga, lobak, dan lain-lain jenis kol. Yang paling disukai adalah tanaman kobis kol Rismunandar, 1981: 103. Plutella xylostella merupakan hama utama tanaman kubis putih dan jenis kubis lainnya sepeti kubis merah, petsai, kubis bunga, kailan, selada air, sawi, jagung, radis, turnip, dan lain-lain. Selain itu, gulma kubis-kubisan yang juga dapat menjadi inang Plutella xylostella 31 adalah Capsella bursapastoris rumput dompet gembala, Cardamine hirsuta rumput selada pahit berbulu, Brasisca pachypoda, Nasturtium officinale , dan Lepidium sp. Sastrosiswojo, 1987; Loso Winarto Lukas Sebayang, 2015: 12-13. 1 Telur Kupu-kupu Plutella meletakkan telurnya di bawah daun kol yang terbuka, tidak pandang umurnya tanaman yang dikunjungi Rismunandar, 1981: 103. Telurnya berukuran 0,6 x 0,3 mm, berbentuk oval, dan berwarna kuning muda. Pada saat menetas telur tersebut warnanya berubah menjadi cokelat keabu-abuan. Produksi telur tiap imago betina dapat mencapai 300 butir yang diletakkan secara tunggal atau dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 butir. Stadium telur berlangsung 2-4 hari Agus Suyanto, 1994: 55. 2 Larva Gambar 2. Larva Plutella xylostella Sumber: Dokumentasi pribadi 32 Larva ulat yang baru keluar dari telur berwarna hijau muda, berukuran panjang 2 mm, dan akhirnya tumbuh menjadi 10 mm. Kepala larva berwarna kuning dan berbintik gelap. Pada tubuhnya yang berwarna hijau terdapat rambut-rambut hitam. Larva terdiri dari empat instar. Stadium larva berlangsung selama 12 hari Agus Suyanto, 1994: 55. Instar I berupa larva yang panjangnya 1 mm, lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan yang berlangsung selama 4 hari. Instar II berupa larva berukuran panjang 2 mm, lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan berlangsung selama 2 hari. Instar III larva yang berukuran 4-6 mm, lebar 0,75 mm, berwarna hijau, dan berlangsung selama 3 hari. Instar IV larva berukuran panjang 8-10 mm, lebar 1-1,5 mm, berwarna hijau, dan berlangsung selama 3 hari Rukmana R, 1994: 41. Ciri khas lain adalah apabila tersentuh akan menggeliat jatuh dengan cepat dan menggantungkan diri dengan benang. Larva tersebut akan naik kembali pada daun melalui benangnya apabila keadaan bahaya sudah berlalu. Umumnya pada instar larva sangat rakus dalam hal makanan sebab dibutuhkan energi yang cukup banyak untuk pertumbuhan, bergerak, dan cadangan makanan sewaktu pembentukan pupa Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 96. 33 3 Pupa Gambar 3. Pupa Plutella xylostella Sumber: https:www.forestryimages.orgbrowsedetail.cfm?imgnum=5 443246 Pupanya kepompong berukuran panjang 6,3-7 mm. Mula-mula berwarna hijau, kemudian setelah 24 jam berubah menjadi cokelat atau hitam. Pupa ini diselubungi oleh jala yang terbuat dari benang berwarna putih, berbentuk lonjong yang disebut kokon. Stadium pupa berlangsung selama 6-7 hari Agus Suyanto, 1994: 55. 4 Ngengat Gambar 4. Ngengat Plutella xylostella Sumber: http:www.lepiforum.delepiwiki.pl?Plutella_Xylostella