102
berinteraksi dengan orang lain secara efektif, memulai ataupun mempertahankan suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial.
Berdasarkan pendapat Buhrmester, hal ini berarti bahwa keterampilan interpersonal berhubungan dan berkaitan erat dengan individu dalam
melakukan interaksi sosial.
3. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Interpersonal
dengan Interaksi Sosial di Sekolah Pada Siswa Kelas XI SMK N 1 Seyegan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Seyegan memiliki interaksi sosial di sekolah yang tinggi
dengan persentase 52,5. Persentase ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki interaksi sosial di sekolah yang baik berarti mampu menjalin
hubungan timbal balik di lingkungan sekolah baik dengan guru, karyawan maupun antar siswa, hal ini tidak lepas dari pengaruh kecerdasan emosional
dan keterampilan interpersonal yang dimiliki oleh siswa. Sejalan dengan pendapat Mohammad Ali dan Mohammad Asrori 2005: 97 yang
menyatakan bahwa kondusif tidaknya iklim kehidupan sekolah bagi perkembangan hubungan sosial remaja tersimpul dalam interaksi antara
guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa kelas XI
di SMK Negeri 1 Seyegan memiliki tingkat interaksi sosial di sekolah yang tinggi, yang berarti siswa telah memiliki pemahaman tentang berinteraksi
sosial di sekolah yang baik dan memahami perilaku yang seharusnya
103
dilakukan saat berinteraksi di sekolah. Akan tetapi pada fenomena yang dipaparkan di latar belakang masalah ketika melakukan observasi terdapat
beberapa siswa yang menunjukkan interaksi sosial di sekolah yang rendah. Fenomena ini terjadi karena pergaulan pada usia remaja semakin
meluas terutama pergaulan dengan teman sebaya. Sejalan dengan pendapat Rita Eka Izzaty, dkk. 2013: 137 yang menyatakan bahwa pada usia
remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Bertambah
luasnya pergaulan remaja dengan kelompok teman sebayanya dapat memberikan remaja pelajaran bagaimana bergaul di lingkungan sekitar baik
lingkungan masyarakat maupun sekolah. Remaja agar dapat bergaul dengan kelompok sosialnya diperlukan
kompetensi yang berupa kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan orang lain. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab
interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan tinggi. Kompetensi dan keterampilan yang perlu dimiliki seorang remaja dalam
berinteraksi sosial di sekolah diantaranya kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal yang baik. Hal ini sesuai dengan kajian teori
yang telah diutarakan bahwa kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal merupakan unsur penting dalam individu melakukan interaksi
sosial di lingkungannya baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Goleman 2005: 512 menyatakan bahwa kecerdasan emosional
merupakan kemampuan emosi yang meliputi mengenali perasaan diri
104
sendiri dan orang lain, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa dengan
kecerdasan emosional seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat sehingga dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
dan dapat terjalin hubungan timbal balik satu sama lain. Johnson 2009: 8 mengungkapkan keterampilan interpersonal
adalah jumlah keseluruhan dari kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa
keterampilan interpersonal
yang dimiliki
setiap individu
dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan interaksi sosial dengan
individu lain. Individu yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik akan menunjukkan sikap sesuai dengan aspek-aspek keterampilan
interpersonal diantaranya mampu membuka diri terhadap orang lain, mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru yang efektif,
mampu berkomunikasi dengan baik, dan mampu membangun kepercayaan satu sama lain. Hal ini tentu akan membantu siswa dalam melakukan
interaksi sosial dalam lingkungan sekitar salah satunya lingkungan sekolah.
Hipotesis ketiga yaitu menghubungkan secara bersama-sama
kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah. Hasil analisis korelasi mengenai kecerdasan emosional
dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan kecerdasan
emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah
105
pada siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan dengan koefisisen korelasi sebesar 0,657. Hasil ini berarti jika seorang remaja mampu mengelola emosinya
dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara bersama-sama memiliki kontribusi terhadap hubungan timbal balik yang terjadi di
lingkungan sekolah baik antar dua individu atau lebih dan saling mempengaruhi.
Taufik 2013: 93 mengatakan bahwa kemampuan interpersonal merupakan salah satu unsur dari kecerdasan emosional yang dikemukakan
oleh Goleman. Goleman 2007: 57-59 mengemukakan lima jenis konstruk kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, mengelola emosi dan
memanfaatkannya secara produktif, memotivasi diri sendiri, empati, dan membina hubungan dengan orang lain. Keterampilan interpersonal
merupakan kemampuan membina hubungan yang baik, menyenangkan dan dapat diterima oleh orang lain. Berdasarkan pendapat di atas berarti bahwa
kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal mempunyai hubungan dengan interaksi sosial seseorang terutama remaja.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal keduanya bersama-sama mempunyai andil
dalam mengoptimalkan interaksi sosial pada siswa di lingkungan sekolah. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal
yang baik dapat dengan mudah berinteraksi sosial di sekolahnya baik dengan guru, siswa lain, maupun pihak sekolah yang lain. Hal ini
dikarenakan dengan memiliki kecerdasan emosional dan keterampilan
106
interpersonal yang baik siswa mampu untuk mengelola emosinya dan menjalin hubungan dengan orang lain sehingga mampu menghargai dan
memahami perbedaan karakteristik setiap individu dan menjadikan siswa lebih mudah dalam berinteraksi sosial di lingkungan sekolahnya.
Kontribusi kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal terhadap interaksi sosial di sekolah sebesar 43,1 artinya 56,9 interaksi
sosial di sekolah dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain yang diduga turut berkontribusi terhadap interaksi sosial di sekolah diantaranya
hubungan teman sebaya, pola asuh orangtua, dan konsep diri. Masa remaja, merupakan masa yang sebagian besar diarahkan pada
persoalan hubungan teman sebaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Talcot Parson Syamsu Yusuf, 2007: 189 yang menjelaskan bahwa pada usia
remaja, pengaruh orang tua dewasa mulai berkurang, karena remaja sudah masuk ke kelompok teman sebaya dalam rangka mencapai perkembangan
kemandiriannya. Remaja mulai berusaha melepaskan diri dari pengaruh dan dominasi orang tua, dan mulai bergerak mencari identitas dalam
kelompok-kelompok yang berjenis kelamin sama, dan rata-rata usia sama. Pendapat tersebut dapat dijabarkan bahwa teman sebaya dalam kelompok
interaksi sosial memiliki peran yang penting untuk membentuk identitas. Individu akan saling mempengaruhi dalam proses interaksi sosial, terjadi
imitasi perilaku, dan belajar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya. Interaksi sosial di sekolah pada seorang remaja juga dapat
dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Peran keluarga sangat berpengaruh
107
dalam perkembangan seorang remaja terutama pola asuh orangtua terhadap anak. Sejalan dengan pendapat Mohammad Ali dan Mohammad Asrori
2005: 85 menjelaskan bahwa keluarga merupakan peletak dasar hubungan sosial anak, dan yang terpenting adalah pola asuh orang tua terhadap anak.
Pola asuh orangtua dapat mempengaruhi hubungan sosial seorang remaja. Diana Baumrind Santrock, 2007: 15-16 menekankan empat gaya
pengasuhan orangtua yang berkaitan dengan berbagai aspek yang berbeda dari perilaku remaja, yaitu:
a Pola asuh otoritarian authoritarian parenting yaitu pola asuh yang bersifat menghukum dan membatasi di mana orangtua sangat berusaha
agar remaja mengikuti pengarahan yang diberikan dan menetapkan batasan-batasan terhadap remaja. Remaja yang dibesarkan dengan pola
asuh otoritarian merasa cemas terhadap perbandingan sosial, kurang memperhatikan inisiatif, dan memiliki keterampilan komunikasi yang
buruk. b Pola asuh otoritatif authoritative parenting yaitu pola asuh yang
mendorong remaja agar mandiri, memberikan kesempatan untuk berdialog secara verbal, orangtua juga bersikap hangat dan mengasuh.
Suatu keputusan diambil sama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoritatif dapat
bertanggung jawab sosial dan mandiri. c Pola asuh melalaikan neglectful parenting yaitu pola asuh yang bersifat
membebaskan sehingga orangtua tidak terlibat dalam kehidupan remaja.
108
Pengasuhan orangtua yang bersifat lalai berkaitan dengan perilaku remaja yang tidak kompeten secara sosial, khususnya kurangnya
pengendalian diri. Remaja yang mendapatkan pola asuh ini memperlihatkan pengendalian diri yang buruk dan tidak dapat menyikapi
kebebasan dengan baik. d Pola asuh memanjakan indulgent parenting yaitu pola asuh di mana
orangtua sangat terlibat dalam kehidupan remajanya namun hanya memberi sedikit tuntutan atau kendali terhadap remaja. Remaja yang
mendapatkan pola asuh ini tidak dapat belajar untuk mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap agar kemauannya diikuti.
Pola asuh orangtua yang paling efektif untuk membimbing perkembangan hubungan sosial remaja yaitu pola asuh otoritatif
authoritative parenting. Pola asuh yang sesuai dapat membantu remaja untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan dapat membantu
remaja untuk berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Konsep diri seorang remaja dapat dipengaruhi oleh interaksi sosial di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Pudjijogjanti Nuly Hartiyani,
2011: 113 yang menyatakan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu, cara individu memandang dirinya
akan tampak dari keseluruhan perilaku yang ditimbulkan. Terutama remaja yang mulai memiliki peran di dalam masyarakat, dituntut untuk berinteraksi
dengan lingkungan tempat remaja tinggal. Konsep diri yang positif remaja
109
akan tercermin melalui perilaku remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah.
C. Keterbatasan Penelitian