HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN.

(1)

i

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH

PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Iriena Nurfadhilah NIM. 11104244001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii


(4)

(5)

v MOTTO

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah SWT,

supaya kamu mendapat rahmat”. (terjemahan Q.S. Al-Hujarat: 10)

Orang yang kuat bukanlah orang yang hebat dalam bertengkar, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan emosi ketika harus marah.

(HR. Bukhari)

“Tidak ada yang dapat mengubah takdir kecuali doa dan usaha. Kamu bisa ketika kamu percaya bahwa kamu bisa, tetaplah berfikir positif terhadap kemampuan diri

sendiri dan selalu berhusnudzon terhadap ketentuan Allah SWT”.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak, Ibu dan kakak tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan segalanya yang telah diberikan untukku.

2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa dan Bangsa


(7)

vii

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH

PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN

Oleh Iriena Nurfadhilah NIM. 11104244001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan (1) kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah, (2) keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah, dan (3) kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan dengan populasi sebesar 399 siswa. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 120 siswa dengan teknik proportional random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala, yaitu skala kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal dan interaksi sosial di sekolah. Validitas instrumen menggunakan expert jugdement dan uji coba instrumen dengan penentuan gugur atau tidaknya item dengan rumus product moment. Reliabilitas instrumen diukur menggunakan alpha cronbach

dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,9 pada skala kecerdasan emosional, 0,882 pada skala keterampilan interpersonal dan 0,877 pada skala interaksi sosial di sekolah. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dan korelasi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan (1) kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,416, (2) keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,656, dan (3) kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,657. Pada penelitian ini kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal memberikan kontribusi pada interaksi sosial di sekolah sebesar 43,1 %.

Kata kunci: kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, interaksi sosial di sekolah.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, serta kasih sayang yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Interpersonal dengan Interaksi Sosial di Sekolah Pada Siswa Kelas XI SMK N 1 Seyegan” ini dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, do’a dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat meminimalisir segala keterbatasan, kekurangan dan memperlancar penulisan. Oleh karena itu penulis haturkan terima kasih setulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberi kesempatan bagi peneliti untuk menempuh dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas kemudahan dan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan saran dan masukan terutama dalam pemilihan judul penelitian.

4. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si dan Bapak Sugiyanto, M.Pd, dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat serta masukan yang sangat berarti terhadap penelitian ini.

5. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si., dosen pembimbing akademik yang penuh kesabaran mendampingi dan membimbing menjalani masa studi.

6. Kepala SMK N 1 Seyegan yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian.


(9)

ix

7. Guru-guru SMK N 1 Seyegan yang telah membantu selama proses penelitian. 8. Siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk menjadi responden penelitian.

9. Sahabat tercinta Ghassani dan Dinar yang telah membantu proses penelitian. Dini, Hesti, Dita, Tya yang tak pernah lelah mengingatkan, memberi semangat serta do’a. Ruly Ningsih dan Fenny yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Serta seluruh teman-teman mahasiswa BK kelas C angkatan 2011, mengajarkan saya arti bersyukur.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Demikian, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 22 September 2015


(10)

x DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Batasan Masalah... 11

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 15

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 21

4. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional ... 23

5. Cara Pengukuran Kecerdasan Emosional ... 26

B. Kajian Keterampilan Interpersonal 1. Pengertian Keterampilan Interpersonal ... 27


(11)

xi

2. Aspek-aspek Keterampilan Interpersonal ... 28

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Interpesonal .. 32

4. Upaya Meningkatkan Keterampilan Interpersonal ... 35

5. Cara Pengukuran Keterampilan Interpersonal ... 38

C. Kajian Interaksi Sosial di Sekolah 1. Pengertian Interaksi Sosial di Sekolah ... 38

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial di Sekolah... 40

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial di Sekolah ... 43

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial di Sekolah . 46 5. Cara Pengukuran Interaksi Sosial di Sekolah ... 50

D. Siswa SMK Sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja ... 50

2. Ciri-ciri Remaja ... 52

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 55

4. Perkembangan Emosi Remaja... 56

5. Perkembangan Sosial Remaja ... 58

E. Kerangka Berfikir... 60

F. Hipotesis ... 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 66

B. Paradigma Penelitian ... 67

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 67

D. Variabel Penelitian ... 68

E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian ... 69

2. Sampel Penelitian ... 69

F. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Emosional ... 71

2. Keterampilan Interpersonal ... 72

3. Interaksi Sosial di Sekolah ... 72


(12)

xii H. Instrumen Penelitian

1. Skala Kecerdasan Emosional ... 74

2. Skala Keterampilan Interpersonal ... 75

3. Skala Interaksi Sosial di Sekolah ... 76

I. Uji Coba Instrumen 1. Uji Validitas ... 76

2. Uji Reliabilitas ... 79

J. Teknik Analisis Data 1. Uji Persyaratan Analisis ... 80

2. Uji Hipotesis ... 81

3. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Subjek ... 83

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 84

3. Uji Persyaratan Analisis ... 92

4. Uji Hipotesis ... 93

B. Pembahasan ... 96

C. Keterbatasan Penelitian ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian ... 69

Tabel 2. Sampel Penelitian ... 71

Tabel 3. Ketentuan Penelitian ... 73

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 74

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Keterampilan Interpersonal ... 75

Tabel 6. Kisi-kisi Skala Interaksi Sosial di Sekolah ... 76

Tabel 7. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82

Tabel 8. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional ... 84

Tabel 9. Kategorisasi Data Kecerdasan Emosional ... 85

Tabel 10. Deskripsi Data Keterampilan Interpersonal ... 87

Tabel 11. Kategorisasi Data Keterampilan Interpersonal ... 88

Tabel 12. Deskripsi Data Interaksi Sosial di Sekolah ... 89


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen ... 67

Gambar 2. Diagram Kecerdasan Emosional Siswa... 86

Gambar 3. Diagram Keterampilan Interpersonal Siswa ... 89


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 119

Lampiran 2. Tabulasi Data ... 128

Lampiran 3. Penghitungan Reliabilitas Kecerdasan Emosional, Keterampilan Interpersonal dan Interaksi Sosial di Sekolah ... 137

Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas ... 143

Lampiran 5. Hasil Uji Linearitas ... 144

Lampiran 6. Hasil Uji Multikolinieritas ... 145

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 146

Lampiran 8. Hasil Deskripsi Data Kecerdasan Emosional, Keterampilan Interpersonal dan Interaksi Sosial di Sekolah ... 148

Lampiran 9. Penghitungan Kategorisasi Setiap Variabel ... 149


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya dalam rentang kehidupan, setiap manusia mengalami beberapa tahap perkembangan. Tahapan perkembangan merupakan suatu proses alamiah yang menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna. Perkembangan manusia diawali dalam kandungan sampai dengan meninggal dunia. Tahap perkembangan tersebut dimulai dari prenatal, masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Masing-masing tahapan perkembangan memiliki ciri atau karakteristik tersendiri.

Salah satu tahapan yang dijalani individu yaitu masa remaja. Jika ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis dan psikologis dalam dirinya (Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 122). Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun hingga 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock; Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 122). Batas usia remaja berdasarkan usia kronologis yaitu 13 tahun hingga 18 tahun.

Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk ke dalam usia remaja. Pada masa ini, siswa SMK juga dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan remaja pada umumnya. Apabila individu dapat menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik, maka akan tercapai kepuasan,


(17)

2

kebahagiaan dan penerimaan diri dari lingkungannya. Akan tetapi, jika individu tidak dapat memenuhi tugas perkembangannya maka dapat menimbulkan sikap pesimis, rasa cemas yang berlebihan, kesepian, keraguan, dan penilaian negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain. Perilaku tersebut dapat berdampak kurang baik bagi perkembangan dirinya dan juga dalam berhubungan dengan orang lain.

Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 124) yaitu mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. Artinya remaja dapat bekerja sama dan bertingkah laku secara sosial, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dengan tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, karena remaja merupakan harapan-harapan sosial masyarakat.

Masyarakat mengharapkan remaja karena remaja memiliki semangat dan potensi yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa, akan tetapi remaja seringkali terlibat dengan hal-hal yang negatif. Masa remaja merupakan masa yang sangat peka dan rentan terhadap lingkungan sosial. Remaja sebagai makhluk sosial, juga membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kebutuhan sosial tersebut dapat terpenuhi dengan melakukan interaksi sosial. Individu dapat merasakan kasih sayang, kepuasan dan pengawasan dengan melakukan interaksi sosial (Suranto AW, 2011: 2). Individu diharapkan mampu memiliki kemampuan interaksi dengan lingkungan sosial serta mampu melaksanakan peran dirinya saat berinteraksi dengan kehidupan sosialnya (Realino Todhisa Permana, 2013: 1).


(18)

3

Bonner menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, yang saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki perilaku individu satu dengan yang lainnya (Gunawan; Ahmad Efendi Siregar, 2011: 32). Interaksi sosial tidak hanya di dalam rumah namun juga ditemui di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah. Interaksi sosial di sekolah lebih luas jika dibanding dengan interaksi di dalam rumah. Di sekolah, siswa melakukan interaksi dengan sesama siswa, guru, dan pihak yang berada dalam lingkungan sekolah dengan berbagai macam kepribadian.

Pada kenyataannya, tidak semua individu dapat berinteraksi dengan baik di sekolah. Goleman (Al. Tridhonanto & Beranda Agency, 2010:8) mengatakan apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau berempati, maka individu tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dan berinteraksi dalam pergaulan sosial serta lingkungan. Individu yang pandai menyesuaikan diri, dapat dikatakan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Individu dikatakan memiliki kecerdasan emosional rendah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain, suka menyalahkan orang lain, bereaksi berlebihan terhadap kejadian yang sederhana, tidak memiliki keseimbangan emosi, tidak mempunyai rasa empati, berorientasi pada kepentingan sendiri, sulit menerima kesalahan, dan merasa pesimis (Goleman, 2005: xi-xv). Oleh karena itu, kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal bagi setiap individu


(19)

4

sangat penting untuk dimiliki karena dapat mempengaruhi dalam berinteraksi sosial.

Menurut Cooper dan Sawaf (Al. Tridhonanto & Beranda Agency, 2010: 8) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional mempunyai peranan yang sangat penting dalam melakukan interaksi sosial di sekolah. Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2010: 3) menyatakan jika seorang remaja merasa kegiatan di sekolah tidak mampu menampung gejolak energi, maka remaja akan meluapkan kelebihan energinya untuk hal-hal yang cenderung negatif, misalnya tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, dan merusak sarana umum. Hal ini berpengaruh pada hubungan remaja dengan lingkungan sekitarnya.

Selain mempunyai kecerdasan emosional yang baik, setiap individu juga dituntut untuk memiliki keterampilan interpersonal yang baik dalam berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Keterampilan interpersonal menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri, melainkan selalu berkeinginan untuk tinggal bersama sekaligus menjalin hubungan dengan individu-individu lainnya dan saling memerlukan satu sama lain (Safari; Akhtim Wahyuni, 2011: 1). Keberhasilan proses penyesuaian individu dalam interaksi di lingkungan masyarakat maupun sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah keterampilan pengelolaan emosinya. Salah satu faktor


(20)

5

yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah keterampilan sosial dan keterampilan interpersonal.

Oak (Muhammad Yaumi, 2012:144) menyatakan bahwa keterampilan interpersonal adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam situasi sosial. Individu yang memiliki keterampilan interpersonal rendah menunjukkan sikap, diantaranya tidak mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru yang efektif, tidak mampu memecahkan masalah dengan baik, tidak dapat bergaul dengan berbagai perbedaan, tidak mempunyai rasa empati, dan tidak dapat bekerjasama dengan baik (Risalatun Nisa, 2014: 33).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama masa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada tanggal 29 Juni hingga 17 September 2014 di SMK Negeri 1 Seyegan, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi terkait dengan kecerdasan emosional, di antaranya sebagai berikut: terdapat beberapa siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan sehingga hampir dikeluarkan, saling ejek dengan teman satu kelas sehingga menimbulkan perkelahian, maraknya kasus tawuran dikarenakan permasalahan yang sepele dan berakhir pada tindak pidana, mengajak berkelahi teman satu kelas hanya karena siswa tersebut diingatkan untuk tidak berisik.

Wawancara yang dilakukan pada 3 Februari 2015 dengan salah satu guru bimbingan dan konseling yaitu Bapak Anggit Tasbihul Imam, S.Pd Kons juga menunjukkan bahwa di SMK N 1 Seyegan terdapat permasalahan terkait


(21)

6

dengan keterampilan interpersonal, antara lain sebagai berikut: pernah terlibat perkelahian antar pelajar, menertawakan dan meledek teman yang tidak bisa mengerjakan tugas guru sehingga mengakibatkan siswa yang bersangkutan merasa minder dan tidak percaya diri dan kesalah pahaman dengan teman satu sekolah yang menimbulkan konflik.

Pada tanggal 19 November 2014 terjadi perkelahian antar pelajar SMK Negeri 1 Seyegan dengan SMK N 5 Yogyakarta karena saling ejek saat turnamen futsal. Fakta lain yang terjadi adalah adanya kasus ± 50 siswa SMK Negeri 1 Seyegan melakukan penyerangan terhadap SMA Negeri 1 Sleman sebagai bentuk balas dendam dikarenakan salah satu siswa kelas X SMK Negeri 1 Seyegan menjadi korban pengeroyokan pelajar SMA 1 Sleman saat pulang sekolah pada tanggal 6 November 2014 hingga korban meninggal dunia.

Data pra penelitian berupa analisis angket sosiometri yang disebarkan pada tanggal 3 September sampai dengan 11 September 2014 kepada siswa kelas X dan XI dengan jumlah ±600 siswa oleh guru bimbingan dan konseling, juga menunjukkan beberapa permasalahan yang terkait dengan hubungan pertemanan antar siswa di sekolah, di antaranya terdapat siswa yang tidak diharapkan kehadirannya dikarenakan tidak dapat menjaga tutur katanya, membuat kegaduhan ketika di dalam kelas, sering datang terlambat, berani bermain tangan. Hasil angket sosiometri di atas menunjukkan bahwa terdapat beberapa siswa yang tidak diharapkan kehadirannya karena beberapa hal di atas. Siswa tersebut cenderung lebih sering bermain dan berkumpul dengan


(22)

7

individu yang setipe dan sulit untuk membaur dengan siswa lain. Terdapat juga siswa yang enggan membaur dengan siswa lain dan lebih memilih menyendiri di kelas.

Paparan observasi dan wawancara mengenai kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal siswa SMK Negeri 1 Seyegan menunjukkan permasalahan siswa yang tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain, siswa kurang dapat mengelola emosinya dengan baik dan juga siswa tidak dapat memahami dan berempati dengan orang lain. Hal ini juga di dukung dengan analisis angket sosiometri menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sekolahnya sehingga siswa merasa terisolir.

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional mempengaruhi keterampilan interpersonal setiap individu sehingga akan berdampak pada interaksi sosialnya juga. Hal ini menuntut siswa untuk memiliki kecerdasan emosional yang baik, supaya siswa memiliki keterampilan interpersonal yang baik sehingga siswa mampu berinteraksi sosial di sekolah dengan baik pula.

Fenomena di atas tentu menyebabkan adanya kesenjangan dalam pergaulan di sekolah dan dapat menghambat siswa dalam mencapai tugas perkembangannya secara optimal. Diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak, salah satunya yaitu pihak sekolah agar siswa-siswi yang memiliki kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal rendah dalam


(23)

8

berinteraksi di sekolah diberikan layanan bimbingan dan konseling agar tercapai tingkat kemampuan interaksi sosial yang optimal.

Bimbingan dan konseling memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan siswa dalam rangka mendorong siswa untuk mencari bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Permasalahan yang terkait dengan kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, maupun interaksi sosial di lingkungan sekolah menjadi perhatian khusus bagi pihak sekolah, khususnya bimbingan dan konseling pada bidang pribadi-sosial. Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2006: 11) menyatakan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk menyelesaikan masalah pribadi-sosial yang dialaminya, seperti masalah hubungan sosial, permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri di lingkungan sekolah dan masyarakat, dan penyelesaian konflik. Kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, dan interaksi sosial di sekolah merupakan kemampuan dalam diri individu dan juga kemampuan yang berhubungan dengan orang lain, sehingga setiap siswa dituntut untuk memiliki kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal yang baik agar dapat berinteraksi sosial dengan baik di sekolah.

Bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan layanan terkait dengan permasalahan ini. Pada kenyataannya, sampai saat ini layanan bimbingan dan konseling di sekolah belum sepenuhnya diberikan secara optimal. Guru bimbingan dan konseling di SMK Negeri 1 Seyegan, belum memberikan layanan bimbingan dan konseling


(24)

9

secara optimal dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa terkait dengan kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, maupun interaksi sosial di sekolah. Selama ini guru bimbingan dan konseling memberikan layanan ketika permasalahan sudah terjadi, dengan melakukan konseling dengan siswa yang bersangkutan, konseling kelompok dan melakukan home visite.

Pemberian layanan bimbingan dan konseling ketika masalah sudah terjadi menjadi kurang optimal, sebaiknya guru bimbingan dan konseling memberikan layanan preventif atau pencegahan kepada siswa mengenai beberapa permasalahan yang mungkin terjadi pada usia remaja dan berdampak tidak baik bagi dirinya maupun orang lain. Salah satu layanan preventif yang paling mudah diberikan kepada siswa yaitu pada saat bimbingan klasikal, akan tetapi hal ini menjadi salah satu kendala bagi guru bimbingan dan konseling karena tidak adanya jam masuk kelas guru bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan bimbingan klasikal.

Layanan preventif bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan guru bimbingan dan konseling selain memanfaatkan waktu bimbingan klasikal, guru bimbingan dan konseling juga dapat mengadakan kegiatan bimbingan kelompok saat jam pulang sekolah, menyelenggarakan kegiatan seminar tentang permasalahan yang dialami remaja pada saat masa orientasi siswa, memanfaatkan papan bimbingan sebagai layanan informasi, dan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran maupun wali kelas pada saat mengajar untuk menyisipkan informasi tentang permasalahan pada remaja. Hal ini dapat


(25)

10

menjadi salah satu usaha dalam meminimalisir munculnya permasalahan dan kenakalan pada remaja yang dapat berdampak buruk bagi siswa maupun orang lain.

Terdapat penelitian terdahulu yang membahas mengenai permasalahan sosial, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Adi Farman (2007) berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan Berinteraksi Sosial Mahasiswa UIN Malang.” Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan kemampuan berinteraksi sosial pada mahasiswa UIN Malang. Penelitian lainnya dilakukan oleh Realino Todisha Permana (2013) dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VII SMP N 2 Cepu, Blora.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan sosial siswa SMP Negeri 2 Cepu Kabupaten Blora.

Kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal penting untuk dimiliki remaja karena merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial dengan lingkungannya. Siswa SMK Negeri 1 Seyegan sebagai makhluk sosial diharapkan mampu berinteraksi sosial di lingkungannya agar dapat membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan siswa SMK memiliki orientasi untuk langsung bekerja setelah lulus dari sekolah, sehingga penting bagi siswa untuk memiliki kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal sejak dini. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan


(26)

11

Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Interpersonal dengan Interaksi Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas XI SMK N 1 Seyegan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa siswa yang enggan membaur dengan siswa lain.

2. Terdapat siswa yang tidak diharapkan kehadirannya karena sering membuat gaduh.

3. Terdapat siswa yang menunjukkan perilaku kurangnya kemampuan kecerdasan emosional seperti saling ejek dan menimbulkan perkelahian. 4. Adanya siswa yang pernah terlibat perkelahian antar pelajar dan berakhir

pada tindak pidana.

5. Terdapat beberapa siswa yang tidak dapat membangun hubungan yang baik dengan siswa lain.

6. Adanya kesalah pahaman antar siswa yang menimbulkan konflik.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya identifikasi masalah, maka peneliti membatasi permasalahan pada hubungan kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.


(27)

12 D. Rumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan? 2. Adakah hubungan positif dan signifikan keterampilan interpersonal

dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan?

3. Adakah hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan. 2. Mengetahui hubungan positif dan signifikan keterampilan interpersonal

dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.

3. Mengetahui hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.


(28)

13 F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi beberapa pihak yang terkait, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan, informasi, dan pemikiran, khusunya di bidang bimbingan dan konseling, dan juga untuk mengetahui lebih jauh tentang variabel-variabel yang signifikan dalam menjelaskan kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal dan interaksi sosial di sekolah.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada siswa SMK N 1 Seyegan akan pentingnya kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dalam menjalin hubungan atau berinteraksi sosial dengan kelompok teman sebaya di sekolah.

b. Bagi Guru Bimbingan dan konseling

1) Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru bimbingan dan konseling khususnya tentang pentingnya interaksi sosial di sekolah. 2) Memperoleh wawasan mengenai kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal sebagai dasar untuk mengarahkan dan membimbing siswa dengan baik di sekolah.


(29)

14

3) Guru bimbingan dan konseling dapat membantu siswa untuk mencapai tahap perkembangan yang optimal dan mampu menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya. c. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta digunakan sebagai dasar atau tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.


(30)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Shapiro, 2003: 5). Kualitas-kualitas ini antara lain: empati, mengendalikan amarah, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, disukai, ketekunan dan sikap hormat. Salovey (Goleman, 2007: 57) menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intrapribadi.

Goleman (2005: 512) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau

emotional intelligence merupakan kemampuan emosi yang meliputi

kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri atau mengendalikan suasana hati, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Hal ini menjelaskan bahwa dengan kecerdasan emosional seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan dapat mengatur suasana hatinya.

Cooper dan Sawaf (Al. Tridhonanto & Beranda Agency, 2010: 8) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan


(31)

16

emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Cooper dan Sawaf menjelaskan bahwa kecerdasan emosional menuntut seseorang untuk mengenal jenis-jenis perasaan, menghargai dan menanggapi perasaan baik pada diri sendiri maupun orang lain dengan tepat, serta menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Segala sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, mempengaruhi orang lain dan menciptakan hal-hal baru.

Ahli lain Salovey dan Mayer (Hariwijaya, 2005: 9) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi-emosi itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Menurut Salovey dan Mayer setiap individu yang memiliki kecerdasan emosional akan dapat mengendalikan emosi sendiri maupun orang lain serta dapat memanfaatkan emosinya dengan baik dalam berfikir dan sebelum melakukan suatu tindakan.

Pendapat yang tidak jauh berbeda dari tiga ahli di atas dikemukakan oleh Agus Efendi (2005: 172) mendefinisikan kecerdasan emosional dengan jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan, mengelola, dan memimpin perasaan diri sendiri juga orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi sosial. Individu yang memiliki kecerdasan emosional dituntut untuk dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna memahami, mengenali dan mengendalikan baik perasaan diri sendiri maupun orang lain.


(32)

17

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan atau mengelola emosi pada diri sendiri maupun orang lain dengan baik, dan menggunakannya secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan terhadap tekanan, serta mengendalikan diri dalam membina hubungan yang produktif dengan orang lain.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional terbagi dalam beberapa aspek kemampuan yang membentuknya. Aspek-aspek kemampuan yang membentuk kecerdasan emosional tidak seragam untuk setiap ahli tergantung dari sudut pandang dan pemahaman. Lima aspek utama yang terdapat dalam kecerdasan emosional menurut Salovey (Goleman, 2007: 57-59), sebagai berikut:

a. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan mengenali emosi diri sendiri disebut juga dengan kesadaran diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

b. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan kembali.


(33)

18 c. Memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan dalam mengerjakan sesuatu. Memotivasi diri sendiri dapat diartikan sebagai mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, memiliki dorongan menjadi pribadi yang lebih baik, optimis menghadapi kegagalan dan hambatan, dan mampu untuk berfikir positif.

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesadaran diri emosional. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali emosi orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain

Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Kemampuan ini meliputi kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain, beradaptasi dengan lingkungan, dan berkomunikasi


(34)

19

dengan orang lain. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Pendapat yang dikemukakan oleh Goleman, Boyatzis & McKee (2005: 42-45) tidak jauh berbeda dengan pendapat Salovey mengenai aspek-aspek kecerdasan emosional, yaitu:

a. Kesadaran diri

Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kesadaran diri ini meliputi kemampuan untuk membaca emosi diri sendiri dan mengenali dampaknya, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.

b. Pengelolaan emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan untuk menangani perasaan agar perasaan dapat diungkapkan dengan tepat. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengendalikan emosi dan dorongan yang meledak-ledak, mampu menyalurkan emosi dengan tepat, keluwesan dalam beradaptasi terhadap perubahan situasi, menunjukkan kejujuran, integritas dan kelayakan untuk dipercaya.

c. Kesadaran sosial

Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk mengenali, merasakan atau membaca emosi orang lain. Individu yang memiliki kemampuan yang tinggi dibidang ini lebih mampu untuk merasakan emosi orang lain,


(35)

20

memahami sudut pandang orang lain, mampu membaca situasi yang terjadi di lingkungan sekitar sehingga mampu bertindak dengan tepat, mampu mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain. Kesadaran sosial yang tinggi ditandai dengan kemampuan empati yang tinggi.

d. Pengelolaan relasi

Kemampuan mengelola relasi merupakan kemampuan untuk membimbing dan memotivasi orang lain, mempengaruhi orang lain, memberikan umpan balik kepada orang lain dan memelihara pertemanan, serta kerjasama dengan orang lain.

Pendapat lain dikemukakan oleh Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2009: 5) mengenai aspek-aspek kecerdasan emosional, sebagai berikut: a. Kecakapan pribadi, yaitu kemampuan mengelola diri sendiri

b. Kecakapan sosial, yaitu kemampuan menangani suatu hubungan

c. Keterampilan sosial, yaitu kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain.

Aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman setelah peneliti kaji merupakan jabaran dari pendapat Tridhonanto. Hal ini didasarkan pada pendapat Goleman (2005: 42-43) yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional terdiri atas kecakapan pribadi meliputi kesadaran diri atau mengenali emosi diri, pengaturan atau mengelola emosi diri, dan motivasi. Kecakapan sosial meliputi empati atau mengenali emosi orang lain dan keterampilan sosial dalam membina hubungan dengan orang lain.


(36)

21

Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek kecerdasan emosional, meliputi: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain . 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional individu. Menurut Goleman (2007: 19-32) faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang salah satunya adalah anatomi saraf emosinya atau otak. Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia. Otaklah yang mengatur dan mengontrol seluruh kerja tubuh. Struktur otak manusia sebagai berikut:

a. Batang otak, merupakan bagian yang mengelola insting untuk mempertahankan hidup.

b. Amigdala, merupakan spesialis masalah-masalah emosional yang

menyimpan semua kenangan yang dialami oleh setiap individu baik tentang kejayaan, kegagalan, harapan, ketakutan, dan frustasi.

c. Neokorteks/ otak pikir, tugasnya melakukan penalaran, berfikir secara intelektual dan rasional dalam menghadapi setiap persoalan.

Goleman (2007: 267-282) juga mengatakan faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional, sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Orangtua adalah subjek pertama yang perilakunya diidentifikasi


(37)

22

oleh anak, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian anak. Kehidupan emosi yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak, bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.

b. Lingkungan non-keluarga

Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosional. Pergaulan dengan teman sebaya, guru dan masyarakat luas juga mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu.

Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2010: 12-16) bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional, sebagai berikut:

a. Faktor pengaruh lingkungan

Lingkungan masyarakat dapat dikatakan sebagai bagian dari hidup manusia. Kesuksesan seseorang ditentukan oleh hubungan sosialnya dengan orang lain. Hal inilah yang akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi setiap individu.

b. Faktor pengasuhan

Orangtua mempunyai tanggung jawab terhadap tugas-tugas perkembangan anaknya karena orangtua merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dan bersentuhan.


(38)

23 c. Faktor pendidikan

Hidup selalu dipengaruhi oleh lingkungan dan orang lain sebagai bagian dari proses pendidikan. Proses pendidikan dapat menjadikan individu belajar agar dapat mengenal dan memahami dirinya sendiri dengan baik, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama, dan menjadi individu yang bertanggung jawab.

Berdasarkan pendapat Goleman dan Tridhonanto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu yaitu anatomi saraf emosi atau otak. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

4. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional bukan faktor bawaan sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari dan ditingkatkan. Proses meningkatkan kecerdasan emosional dapat menciptakan emosi mulai dari rasa gembira sampai frustrasi, hal ini alami dan wajar. Berikut cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional yang sukses (Hariwijaya, 2005: 128-130), yaitu: a. Pemeliharaan daya pikir aktif

Mencoba teknik kreatif baru dengan mengumpulkan dan mengevaluasi informasi secara terus menerus untuk mencari ide atau pendekatan baru.


(39)

24

b. Keterlibatan orang lain sebagai referensi

Meminta pendapat orang lain atau ahli dan tidak hanya mengandalkan persespi dan ide sendiri, jika menemui hambatan atau ingin mengembangkan pandangan.

c. Mendekatkan diri dengan cita-cita

Menjadikan cita-cita sebagai titik tolak dan motivator untuk bertindak. Hal ini dapat menjaga diri dengan target, dapat juga digunakan untuk menilai kemajuan dan ketepatan proyeksi diri.

d. Keterbukaan dalam berfikir

Pertimbangkan beberapa alternatif dan cara pandang baru, usahakan untuk tidak berpandangan sempit.

e. Bertanggung jawab dan menghadapi kenyataan

Mengubah sebuah pendekatan ketika menghadapi jalan buntu pada saat melihat suatu konsep dengan segala variasi dalam pemecahan masalah. f. Beristirahat ketika merasa putus asa

Beristirahatlah jika mulai merasa frustasi, putus asa ataupun marah. Tinggalkan masalah tersebut sampai memperoleh kembali antusias agar dapat memulai kembali dengan tujuan baru dan pendekatan yang berbeda. g. Memrioritaskan permasalahan yang dihadapi

Menyelesaiakan permasalahan tahap demi tahap jika merasa masalah yang sedang dihadapi terlalu kompleks atau sulit diatasi, agar dapat membuka perspektif baru dan dapat melihat semua masalah jauh lebih efektif setelah menyelesaikannya dengan sukses.


(40)

25 h. Bekerja mengikuti metode

Menikmati setiap proses saat bekerja agar tidak kehilangan banyak langkah penting dalam proses kreatif dan tidak merasa putus asa atau gagal mencapai tujuan.

Upaya meningkatkan kecerdasan emosional yang telah dikemukakan olah Hariwijaya diharapkan dapat menjadikan setiap individu memiliki kecerdasan emosional yang sukses. Upaya tersebut yaitu: pemeliharaan daya pikir aktif, keterlibatan orang lain sebagai referensi, mendekatkan diri dengan cita-cita, keterbukaan dalam berfikir, bertanggung jawab dan tidak menghindari kenyataan, beristirahatlah ketika merasa putus asa, memrioritaskan masalah yang dihadapi, dan bekerja mengikuti metode.

Pendapat lain dikemukakan oleh Claude Steiner (Agus Nggermanto, 2005: 100) mengembangkan tiga langkah utama dalam mengembangkan kecerdasan emosional, yaitu:

a. Membuka hati

Membuka hati adalah langkah pertama karena hati merupakan simbol pusat emosi. Hatilah yang dapat membuat individu merasa senang, sedih, bahagia, takut, marah, dan cinta. Membuka hati berarti memulai membuka perasaan dari impuls dan pengaruh yang membatasi perasaan dalam diri. b. Menjelajahi dataran emosi

Menjelajah dataran emosi adalah pernyataan tindakan/ perasaan, menerima pernyataan tindakan/ perasaan, menanggapi percikan intuisi dan validasi percikan intuisi. Individu yang dapat membuka hati dan menjelajah dataran


(41)

26

emosi akan menjadi lebih bijak menanggapi perasaan sendiri maupun orang lain.

c. Mengambil tanggung jawab

Membuka hati dan memahami peta dataran emosional orang lain saja tidak cukup, mengambil tanggung jawab juga perlu untuk menyelesaikan, memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan atau permasalahan yang terjadi dengan orang lain. Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab: mengakui kesalahan, meminta maaf dan memaafkan, dan menerima atau menolak pengakuan.

Upaya mengembangkan kecerdasan emosional menurut Claude Steiner yaitu membuka hati, menjelajah dataran emosi, dan mengambil tanggung jawab. Berdasarkan beberapa upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan emosional yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: memelihara daya pikir, menjadikan orang lain sebagai referensi, mendekatkan diri dengan cita-cita, berfikir dan bersikap terbuka, membuka hati, menjelajah dataran emosi, dan mengambil tanggung jawab.

5. Cara Pengukuran Kecerdasan Emosional

Pengukuran kecerdasan emosional siswa pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek atau indikator yang telah dijelaskan oleh Goleman. Terdapat lima aspek yang telah dirumuskan oleh Goleman, antara lain: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.


(42)

27

Pada penelitian ini indikator-indikator dari aspek kecerdasan emosional disusun menjadi suatu pernyataan-pernyataan. Pada setiap pernyataan diberi skala-skala, untuk mengukur tinggi rendahnya kecerdasan emosional.

B. Kajian Keterampilan Interpersonal 1. Pengertian Keterampilan Interpersonal

Individu sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Hal ini menjadikan interpersonal skills atau keterampilan interpersonal sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang memiliki keterampilan interpersonal yang tinggi dapat menumbuhkan kuatnya rasa percaya diri, berkomunikasi dengan orang lain, dan membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain.

Pusdiklat (2007: 2) mendefinisikan keterampilan interpersonal sebagai keterampilan untuk mengenali dan merespon secara layak perasaan, sikap dan perilaku, motivasi serta keinginan orang lain. Hal ini dimaksudkan agar setiap individu dapat membangun hubungan yang harmonis dengan mampu memahami dan merespon orang lain.

Senada dengan pendapat Pusdiklat, Ubaydillah Anwar (2008: 5) menyatakan bahwa interpersonal skills atau keterampilan interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Ubaydillah menjelaskan bahwa individu yang mempunyai keterampilan


(43)

28

interpersonal akan mampu berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Johnson (2009: 8) mengungkapkan keterampilan interpersonal adalah jumlah keseluruhan dari kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk memulai, mengembangkan dan memelihara hubungan yang penuh perhatian dan produktif. Keterampilan interpersonal merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh setiap individu, dengan keterampilan interpersonal individu dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan memelihara hubungan yang produktif sehingga dapat memahami reaksi orang lain, dan memberikan tanggapan yang sesuai terhadap orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan definisi keterampilan interpersonal adalah kemampuan dan kecakapan yang harus dimiliki setiap individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, merespon secara layak perasaan dan perilaku terhadap orang lain, guna membangun dan memelihara hubungan yang harmonis dengan orang lain. 2. Aspek-aspek Keterampilan Interpersonal

Aspek-aspek keterampilan interpersonal yang dikemukakan oleh Johnson (2009: 8-9) adalah sebagai berikut:

a. Self disclosure (keterbukaan diri)

Keterbukaan diri yaitu kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan kepribadian diri, berkata jujur dan menghargai orang lain yang bertujuan


(44)

29

agar orang lain mengetahuinya melalui komunikasi dalam hubungan yang baik.

b. Membangun Kepercayaan

Kepercayaan merupakan dasar dalam membangun sebuah relasi. Seseorang belajar untuk mengambil resiko dengan cara saling mengungkapkan lebih banyak pikiran, perasaan, dan reaksi mengenai situasi yang sedang di hadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, membalas pembukaan diri terhadap orang lain, dukungan dan kerjasama. Saling percaya dibangun melalui resiko dan peneguhan, serta dihancurkan dengan resiko dan penolakan.

c. Komunikasi

Komunikasi berarti seseorang mampu berbicara dengan orang lain dan mampu mengelola kata-katanya guna menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain. Keterampilan berkomunikasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kesepakatan dan mencapai tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan ini perlu diasah dan dikembangkan agar seseorang dapat beradaptasi dan berinteraksi dalam berbagai kelompok masyarakat.

d. Mengekspresikan Perasaan secara Verbal dan Non Verbal

Mengekspresikan perasaan secara verbal yaitu mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menggunakan kata-kata, baik secara langsung mendeskripsikan perasaan yang di alami maupun tidak, seperti memuji, mencela, memerintah, memberikan label, menyindir, menuduh dan


(45)

30

bertanya. Sedangkan secara non verbal yaitu mengungkapkan perasaan dengan menggunakan isyarat lain, seperti tatapan mata, raut muka, kepalan tinju, menangis, dan sebagainya.

e. Listening and Responding (mendengarkan dan menanggapi)

Mendengarkan dengan baik merupakan salah satu aspek keterampilan interpersonal sebagai kunci untuk memahami apa yang orang lain katakan baik cerita maupun masukan, dan memberikan tanggapan dengan tepat sesuai dengan pesan yang disampaikan.

f. Solve conflict (menyelesaikan konflik)

Seseorang yang mampu menyelesaikan konflik berarti mampu meredam emosinya dalam memecahkan persoalan serta bersikap adil dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Seseorang yang memiliki keterampilan interpersonal dalam menyelesaikan konflik dapat memberikan sumbangan keseimbangan yang penting dalam pikiran dan tidak akan terjadi konflik yang berkelanjutan.

Aspek keterampilan interpersonal menurut Johnson yaitu keterbukaan diri, membangun kepercayaan, berkomunikasi, mengekspresikan perasaan secara verbal dan non verbal, mendengarkan dan menanggapi, dan menyelesaikan konflik.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bar-On (Sparow & Knight; Taufik, 2013: 93) membagi tiga aspek keterampilan interpersonal, yaitu:


(46)

31 a. Empati

Aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan orang yang bersangkutan terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa kehilangan kontrol dirinya.

b. Tanggung jawab sosial

Tanggung jawab sosial merupakan upaya untuk sungguh-sungguh menjalankan peran sebagai anggota masyarakat.

c. Relasi interpersonal

Relasi interpersonal merupakan kemampuan membina hubungan dengan orang lain secara baik. Individu dalam berinteraksi dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain untuk membangun hubungan yang baik antara satu dengan yang lain.

Aspek keterampilan interpersonal yang dikemukakan oleh Bar-on yaitu empati, tanggung jawab sosial dan relasi interpersonal. Berdasarkan paparan di atas, aspek-aspek yang harus dimiliki seseorang agar keterampilan interpersonal berlangsung secara efektif adalah sebagai berikut: keterbukaan diri, membangun kepercayaan, berkomunikasi, mengekspresikan secara verbal dan non verbal, mendengarkan dan menanggapi, empati, relasi interpersonal, tanggung jawab sosial, dan menyelesaikan konflik.


(47)

32

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Interpersonal

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hubungan antarpribadi seseorang. Jalaludin Rahmat (2004:79) mengidentifikasi empat faktor penting yang mempengaruhi kualitas interpersonal seseorang, yaitu: a. Persepsi Interpersonal

Faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal seseorang yaitu faktor situasional dan personal. Faktor situasional terdiri dari deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik dan petunjuk artifaktual. Faktor personal terdiri dari pengalaman, motivasi dan kepribadian.

b. Konsep diri

Konsep diri merupakan faktor lain yang sangat menentukan dalam membangun kualitas hubungan antar pribadi. Orang yang memiliki konsep diri yang negatif, cenderung akan menghindari dialog terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya yang keliru. Orang yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.


(48)

33 c. Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal merupakan kecenderungan seseorang untuk menyukai, bersikap positif, dan tertarik pada seseorang atau sesuatu.

d. Hubungan interpersonal

Komunikasi yang baik akan ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Seseorang ketika melakukan komunikasi, sesungguhnya tidak sekedar menyampaikan isi pesan, akan tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Terdapat empat faktor penting yang menentukan kadar kualitas hubungan interpersonal seseorang, yaitu persepsi interpersonal seseorang, konsep diri, atraksi interpersonal, serta hubungan interpersonal itu sendiri.

Jalaludin Rahmat mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi kualitas keterampilan interpersonal seseorang yakni: persepsi interpersonal seseorang, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan antar pribadi itu sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Risalatun Nisa (2014: 24) mengenai faktor keterampilan interpersonal berdasarkan proses keterampilan interpersonal, yaitu:

a. Keterbukaan

Keterbukaan diri akan mengkomunikasikan informasi mengenai diri yang selama ini disembunyikan dari orang lain. Keterbukaan diri bearti terbuka, mau membiarkan orang lain mengenal siapa dirinya sebagaimana adanya dengan tanpa topeng, gambar muka, ataupun penutup yang lain.


(49)

34 b. Membangun kepercayaan

Percaya didefiniskan sebagai mengandalkan orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaianya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko. Kunci untuk membangun dan memelihara kepercayaan adalah menjadi dapat dipercaya. Semakin seseorang bersikap menerima dan mendukung orang lain, semakin besar keterbukaan orang lain terhadap orang tersebut dan semakin seseorang dipercaya maka semakin dalam keterbukaan orang lain. Kepercayaan dibangun melalui perbuatan mempercayai dan dapat dipercaya.

c. Komunikasi

Komunikasi yaitu perilaku individu yang membawa pesan dan diterima orang lain. Perilaku tersebut dapat berupa verbal maupun non verbal. d. Mendengarkan

Mendengarkan adalah suatu proses yang disengaja untuk mencari pengertian dan menyimpan stimulus yang berhubungan dengan pendengaran.

Berdasarkan paparan menurut Risalatun Nisa faktor-faktor keterampilan interpersonal terdiri dari keterbukaan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan mendengarkan.

Menurut Suwarno & Meinarno (Tinon Citraning Harisuci, 2014: 4) faktor yang mempengaruhi keterampilan interpersonal yaitu:


(50)

35 a. Faktor internal

Faktor internal yakni kebutuhan untuk berinteraksi dan pengaruh perasaan dari dalam diri individu tersebut termasuk didalamnya ada konsep diri dan kematangan beragama.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yakni kedekatan dan daya tarik termasuk didalamnya kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial, serta lingkungan tempat tinggalnya

c. Faktor interaksi

Faktor interaksi yakni meliputi persamaan dan perbedaan serta bagaimana orang tersebut menyukai orang-orang disekitarnya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan interpersonal yang dimiliki oleh seseorang menurut Suwarno & Meinarno yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor interaksi. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan Risalatun Nisa dapat dikategorikan menjadi faktor internal, eksternal, dan interaksi. Paparan tiga ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan interpersonal seseorang yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor interaksi.

4. Upaya Meningkatkan Keterampilan Interpersonal

Keterampilan interpersonal bukan merupakan bagian dari karakter kepribadian yang bersifat bawaan, melainkan merupakan keterampilan


(51)

36

yang dapat dipelajari. Menurut Maryanto (2013: 5) perilaku yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal yakni:

a. Berfikir optimis

Optimis merupakan bagian penting dari sukses bagi siapa saja, jika seseorang mencari sesuatu disertai dengan tekad yang optimis maka prosentase kemungkinan keberhasilan tinggi.

b. Berfikir positif

Berfikir positif yang dimaksud yaitu berfikir positif terhadap orang lain, yaitu dalam berinteraksi seseorang harus berpersepsi baik atau positif terhadap orang yang sedang dihadapi.

c. Menghargai orang lain

Menghargai orang lain merupakan rumus penting dalam keterampilan interpersonal, oleh karena setiap manusia pada prinsipnya senang dihormati dan dihargai.

d. Memberikan senyum dan humor

Setiap orang senang berhadapan dengan orang yang suka tersenyum, oleh karena senyum menunjukkan ketertarikan dan perhatian kepada orang lain. Senyum lebih mudah dilakukan dari pada cemberut oleh karena kerja otot lebih ringan.

Upaya meningkatkan keterampilan interpersonal menurut Maryanto yaitu berfikir optimis, berfikir positif, menghargai orang lain dan memberikan senyuman.


(52)

37

Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Islahulben (2013: 10) cara meningkatkan interpersonal skills yaitu:

a. Mengatasi persepsi negatif

Melihat sebelum bertindak, baiknya melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang yang tidak memihak dan mencampuradukan emosi pribadi agar terhindar dari persepsi negatif.

b. Menerima pesan dengan baik

Menerima pesan dengan baik dengan cara mendengarkan bertujuan agar dapat memahami maksud yang disampaikan oleh lawan bicara sehingga dapat menumbuhkan rasa empati.

c. Open minded

Belajar menerima dan menghargai pendapat orang lain untuk dapat meningkatkan keterampilan interpersonal yang dimiliki.

d. Empati

Empati adalah sikap dimana seorang individu dapat menempatkan diri seolah-olah berada di posisi lawan bicara.

e. Menghadapi konflik

Keterampilan interpersonal seseorang sangat diuji ketika terjadi konflik. Lakukan dengan kepala dingin supaya komunikasi berjalan dengan lancar dan masalah dapat terselesaikan dengan baik.

Islahulben mengemukakan upaya meningkatkan keterampilan interpersonal yaitu dengan mengatasi persepsi negatif, menerima pesan dengan baik, open minded, empati, dan mengahadapi konflik. Berdasarkan


(53)

38

pendapat dua ahli di atas upaya meningkatkan keterampilan interpersonal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: berfikir optimis, berfikir positif, menghargai orang lain, memberikan senyum dan humor, open minded, empati, mendengarkan dan menyelesaikan konflik.

5. Cara Pengukuran Keterampilan Interpersonal

Pengukuran keterampilan interpersonal siswa pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek atau indikator yang telah dijelaskan oleh Johnson yaitu: keterbukaan diri, membangun kepercayaan, komunikasi, mengekspresikan perasaan verbal dan nonverbal, mendengarkan dan menanggapi, dan menyelesaikan konflik. Pada penelitian ini deskriptor dari aspek keterampilan interpersonal disusun menjadi suatu pernyataan-pernyataan. Pada setiap pernyataan diberi skala-skala, untuk mengukur tinggi rendahnya keterampilan interpersonal.

C. Kajian Interaksi Sosial di Sekolah

1. Pengertian Interaksi Sosial di Sekolah

Seseorang dapat hidup sebagai manusia apabila hidup di tengah-tengah masyarakat. Hidup ditengah-tengah-tengah-tengah masyarakat dituntut untuk dapat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat. Interaksi sosial merupakan bentuk-bentuk aktivitas individu dalam memenuhi kebutuhannya. Arti lain, interaksi sosial adalah hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu dan individu, antara individu dan kelompok individu, dan hubungan timbal


(54)

39

balik antara kelompok individu dan kelompok individu yang lain (Supardi 2011: 89).

Sadali, dkk. (2007: 46-47) juga mendefinisikan interaksi sosial sebagai suatu hubungan timbal balik antara dua atau lebih individu. Proses interaksi ide, pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling memperngaruhi, mengubah atau memperbaiki individu lain, atau sebaliknya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bimo Walgito (Tri Dayakisni, 2012: 5) menyatakan interaksi sosial sebagai suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik.

Interaksi sosial yang dikemukakan oleh tiga pendapat di atas pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu hubungan timbal balik antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya dan mempunyai pengaruh antara satu dengan yang lainnya.

Sekolah dalam penelitian ini disebutkan sebagai salah satu agen sosialisasi dalam sistem pendidikan formal, seseorang mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga maupun kelompok bermain, pendidikan formal mempersiapkan untuk penguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.

Berdasarkan beberapa uraian beberapa pendapat di atas dapat peneliti tarik sebuah pengertian bahwa interaksi sosial di sekolah yaitu hubungan timbal balik yang terjadi di lingkungan pendidikan formal antara siswa


(55)

40

dengan guru, karyawan, maupun antar siswa, dan masing-masing siswa yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif dalam bentuk mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial di Sekolah

Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi (Soerjono Soekanto, 2013: 58-61), tanpa kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial dapat terjadi. Berikut penjabaran syarat terjadinya interaksi sosial:

a. Kontak sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (yang berarti bersama-sama) dan tango (yang berarti menyentuh). Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh secara fisik atau terjadi persentuhan secara badaniah. Namun demikian dalam kontak sosial tidak harus terjadi persentuhan. Orang dapat melakukan kontak sosial melalui pihak-pihak lain, atau dengan menggunakan sarana tertentu.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Sikap dan perasaan individu atau kelompok dapat diketahui olek kelompok lain atau orang lain melalui komunikasi. Hal ini merupakan


(56)

41

bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Adanya komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Komunikasi juga dapat menghasilkan pertikaian apabila terjadi salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

Menurut Soerjono Soekanto syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Hal ini juga berlaku ketika siswa melakukan interaksi sosial di sekolahnya, tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi baik antar siswa, guru, maupun karyawan interaksi sosial tidak terjadi.

Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Abdulsyani (2012: 154-155), bahwa syarat terjadinya interaksi sosial yaitu:

a. Kontak Sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Terjadi hubungan timbal balik antara komunikator dan komunikan dalam kontak secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan timbal balik tersebut berupa percakapan, rasa saling pengertian dan kerjasama yang baik antara komunikator dan komunikan agar kontak sosial dapat berjalan dengan baik.


(57)

42 b. Komunikasi

Komunikasi mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Penafsiran terhadap perilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan dapat terjadi dalam komunikasi. Menurut Devito (2005: 285-291) karakteristik efektifitas komunikasi meliputi: keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, kesamaan.

Syarat terjadinya interaksi sosial yang dikemukakan oleh Abdulsyani yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Terjadi hubungan timbal balik pada saat melakukan kontak sosial berupa percakapan, rasa saling pengertian dan kerjasama yang baik antara komunikator dan komunikan agar kontak sosial dapat berjalan dengan baik. Komunikasi dapat berjalan efektif apabila terjadi keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa syarat terjadinya interaksi sosial seorang siswa di sekolah yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial di Sekolah

Para ahli sosiolog mengadakan penggolongan terhadap bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut ahli sosiolog, terdapat dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses sosial asosiatif dan proses sosial disosiatif (Agus Sumali & Sarilan M. Ali, 2007: 16-18; Sadali, dkk., 2007: 49-53):


(58)

43 a. Proses Sosial Asosiatif

Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang mengacu kepada adanya kesamaan, keserasian, keseimbangan pandangan atau tindakan dari orang-perorangan atau kelompok orang dalam melakukan interaksi sosial. Proses sosial asosiatif berupa kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

1) Kerjasama, ialah aktivitas sosial yang melibatkan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Proses timbulnya kerjasama adalah apabila individu menyadari bahwa setiap individu harus dapat bekerja sama dengan individu lain, mempunyai tujuan yang sama dan saling membantu serta saling memberi atau menerima pengaruh.

2) Akomodasi, ialah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara individu dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan atau pertikaian guna mencapai kestabilan. Akomodasi sebagai suatu proses, menurut Kimball Young memiliki beberapa bentuk, yaitu: koersi, kompromi, arbitrase, mediasi, konsiliasi, toleransi, stalematte, ajudikasi, segregasi, konversi, cease fire, dispasement.

3) Asimilasi, ialah suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok-kelompok manusia. Asimilasi merupakan usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi dan


(59)

44

benturan-benturan kebudayaan, asimilasi merupakan percampuran unsur-unsur kebudayaan luar dengan kebudayaan lokal menjadi unsur kebudayaan baru yang berbeda.

4) Akulturasi, ialah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur budaya asing, sehingga lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing tersebut diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.

b. Proses Sosial Disosiatif

1) Persaingan dapat diartikan sebagai proses sosial yang ditandai adanya saling berlomba atau bersaing antarkelompok atau antarindividu untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, dan lebih besar atau kuat.

2) Oposisi artinya menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi adalah proses sosial dimana seseorang atau sekelompok orang berusaha menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.

3) Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh indivdu atau kelompok orang yang berusaha mencapai tujuannya, biasanya dengan cara menantang pihak lawan dengan disertai kekerasan atau ancaman.


(60)

45

Bentuk interaksi sosial yang dikemukakan oleh Agus Sumali & Sarilan dan Sadali yaitu asosiatif dan disosiatif. Asosiatif meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Disosiatif meliputi persaingan, oposisi dan pertentangan.

Menurut Park dan Buergess (Slamet Santoso, 2010: 191) bentuk-bentuk interaksi sosial adalah:

a. Competition/ persaingan

Persaingan adalah bentuk interaksi sosial di mana seseorang mencapai tujuan, sehingga individu lain akan dipengaruhi untuk mencapai tujuan yang sama.

b. Conflict/ pertentangan

Konflik adalah proses yang berselang-seling dan terus menerus, dapat berlangsung relatif lama dibanding persaingan dan bersifat lebih stabil dalam proses interaksi sosial.

c. Accommodation/ persesuaian

Persesuaian adalah proses peningkatan saling adaptasi guna mengurangi pertentangan antar individu/ kelompok karena adanya perbedaan, dan memungkinkan adanya kerjasama antar kelompok.

d. Assimilation/ perpaduan

Perpaduan adalah proses saling menekan atau melebur di mana seseorang atau kelompok memperoleh pengalaman, perasaan dan sikap oleh individu/ kelompok lain.


(61)

46

Park Buergess mengemukakan bentuk interaksi sosial terdiri dari persaingan, pertentangan, akomodasi dan asimilasi. Pendapat Park Buergess mengenai bentuk interaksi sosial tidak jauh berbeda dengan pendapat Agus Sumali & Sarilan dan Sadali, hanya saja pendapat Park Bueger tidak dikategorikan ke dalam bentuk asosiatif dan disosiatif.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial seorang siswa di sekolah yaitu bentuk-bentuk asosiatif dan disosiatif. Pada penelitian ini, variabel interaksi sosial di sekolah memfokuskan pada bentuk-bentuk asosiatif meliputi kerjasama, asimilasi, dan akomodasi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial di Sekolah

Interaksi sosial mempunyai hubungan terhadap penafsiran sikap dan pengertian sesama individu dan kelompok. Terjadinya proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung. Faktor-faktor dalam interaksi sosial meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Agus Sumali & Sarilan M. Ali 2007: 20-21), sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Menurut Maslow dalam Agus Sumali & Sarilan M. Ali (2007: 20) bahwa teori Hirarki kebutuhan merupakan faktor dari dalam yang mendorong manusia untuk melakukan interaksi sosial, sebagai berikut:

1) Kebutuhan fisik yaitu kebutuhan yang paling dasar untuk mempertahankan kelangsungan hidup.


(62)

47

2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan yaitu kebutuhan untuk merasa aman dari ancaman dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. 3) Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan berteman, dicintai dan mencintai,

bergaul, perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati.

4) Kebutuhan akan penghargaan diri yaitu kebutuhan penghargaan dari orang lain, prestise, dan pengakuan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan prestasi.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor peniruan (imitasi). Gejala tiru-meniru atau proses imitasi sangat kuat peranannya dalam interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun imitasi dapat bersifat negatif jika yang ditiru adalah sifat yang menyimpang. Selain itu imitasi juga melemahkan/mematikan kreasi seseorang.

2) Faktor sugesti. Sugesti secara psikologis diartikan sebagai suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sikap dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Hal ini hampir sama dengan imitasi, hanya sugesti terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosinya sehingga menghambat berpikirnya secara rasional.


(63)

48

3) Faktor identifikasi, merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi dapat berlangsung secara sadar maupun tidak sadar dan prosesnya tidak saja bersifat lahiriah, tapi juga bersifat batiniah.

4) Faktor simpati merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan seseorang memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan identifikasi yang didorong oleh suatu keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh.

5) Empati yaitu perasaan ikut mengalami atau merasakan apa yang sedang dialami atau dirasakan oleh orang lain.

Faktor interaksi sosial menurut Agus Sumali dan Sarilan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri dan aktualisasi diri. Faktor eksternal meliputi: imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan empati.

Ahli lain Boner (Gerungan, 2010: 62) mengemukakan 4 faktor yang mendasari interaksi sosial, antara lain:


(64)

49 a. Faktor imitasi

Gabriel Tarde (Gerungan, 2010: 62) menyatakan bahwa seluruh kehidupan sosial didasari oleh faktor imitasi. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, namun dampak negatifnya apabila perilaku yang diimitasi adalah perilaku yang salah baik secara moral maupun hukum.

b. Faktor sugesti

Sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial mempunyai arti hampir sama. Perbedaannya bahwa dalam imitasi seseorang mengikuti sesuatu yang berada di luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain.

c. Faktor identifikasi

Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi pertama-tama berlangsung secara tidak sadar, dan selanjutnya irrasional.

d. Faktor simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak berdasarkan penilaian pada pertimbangan yang logis dan rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan.

Faktor interaksi sosial yang dikemukakan oleh Boner merupakan penjabaran faktor eksternal dari pendapat Agus Sumali & Sarilan yaitu faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.


(65)

50

Faktor-faktor interaksi sosial yang dikemukakan dua ahli di atas tidak jauh berbeda. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat mengklasifikasikan faktor interaksi sosial di sekolah yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: kebutuhan fisik, keamanan, penghargaan, kasih sayang, dan aktualisasi diri. Faktor eksternal meliputi: imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan empati.

5. Cara Pengukuran Interaksi Sosial di Sekolah

Pengukuran interaksi sosial siswa di sekolah pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek atau indikator yang telah dijelaskan oleh Agus Sumali dan Sarilan yaitu: kerjasama, persesuaian atau akomodasi dan perpaduan atau asimilasi. Pada penelitian ini deskriptor dari bentuk-bentuk interaksi sosial di sekolah disusun menjadi suatu pernyataan-pernyataan. Pada setiap pernyataan diberi skala-skala, untuk mengukur tinggi rendahnya interaksi sosial di sekolah.

D. Siswa SMK Sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja

Masa Remaja adalah masa yang unik, yang berada dari masa sebelum dan sesudahnya. Rita Eka Izzaty, dkk. (2013: 123) menjelaskan kata remaja diterjemahkan dari kata dalam bahasa inggris adolescence atau adolecere (bahasa latin) yang berarti tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Adolescence maupun remaja menggambarkan seluruh


(1)

151

8 108 Sedang 101 Sedang 95 Sangat Tinggi

9 125 Tinggi 93 Sedang 83 Tinggi

10 131 Tinggi 102 Sedang 95 Sangat Tinggi

11 131 Tinggi 104 Sedang 92 Tinggi

12 138 Tinggi 102 Sedang 80 Sedang

13 139 Tinggi 109 Tinggi 93 Tinggi

14 107 Sedang 96 Sedang 92 Tinggi

15 130 Tinggi 106 Tinggi 87 Tinggi

16 139 Tinggi 110 Tinggi 106 Sangat Tinggi

17 147 Sangat Tinggi 114 Tinggi 105 Sangat Tinggi

18 119 Sedang 104 Sedang 92 Tinggi

19 132 Tinggi 106 Tinggi 90 Tinggi

20 130 Tinggi 123 Sangat Tinggi 98 Sangat Tinggi

21 118 Sedang 100 Sedang 78 Sedang

22 148 Sangat Tinggi 128 Sangat Tinggi 113 Sangat Tinggi

23 122 Tinggi 101 Sedang 84 Tinggi

24 137 Tinggi 109 Tinggi 85 Tinggi

25 125 Tinggi 107 Tinggi 89 Tinggi

26 140 Tinggi 116 Sangat Tinggi 97 Sangat Tinggi

27 114 Sedang 101 Sedang 69 Sedang

28 150 Sangat Tinggi 111 Tinggi 68 Sedang

29 149 Sangat Tinggi 111 Tinggi 106 Sangat Tinggi

30 145 Sangat Tinggi 120 Sangat Tinggi 94 Tinggi

31 149 Sangat Tinggi 119 Sangat Tinggi 96 Sangat Tinggi

32 134 Tinggi 114 Tinggi 94 Tinggi

33 144 Sangat Tinggi 114 Tinggi 100 Sangat Tinggi

34 148 Sangat Tinggi 113 Tinggi 95 Sangat Tinggi

35 119 Sedang 104 Sedang 94 Tinggi

36 138 Tinggi 110 Tinggi 94 Tinggi

37 137 Tinggi 109 Tinggi 96 Sangat Tinggi

38 141 Tinggi 109 Tinggi 87 Tinggi

39 136 Tinggi 105 Sedang 95 Sangat Tinggi

40 119 Sedang 93 Sedang 77 Sedang

41 133 Tinggi 106 Tinggi 89 Tinggi

42 139 Tinggi 106 Tinggi 87 Tinggi

43 130 Tinggi 101 Sedang 93 Tinggi

44 137 Tinggi 111 Tinggi 94 Tinggi

45 139 Tinggi 110 Tinggi 98 Sangat Tinggi

46 141 Tinggi 112 Tinggi 96 Sangat Tinggi

47 136 Tinggi 114 Tinggi 89 Tinggi


(2)

152

49 145 Sangat Tinggi 121 Sangat Tinggi 105 Sangat Tinggi

50 127 Tinggi 103 Sedang 96 Sangat Tinggi

51 142 Tinggi 121 Sangat Tinggi 102 Sangat Tinggi

52 132 Tinggi 106 Tinggi 84 Tinggi

53 134 Tinggi 105 Sedang 91 Tinggi

54 127 Tinggi 103 Sedang 91 Tinggi

55 114 Sedang 110 Tinggi 91 Tinggi

56 146 Sangat Tinggi 111 Tinggi 94 Tinggi

57 134 Tinggi 110 Tinggi 102 Sangat Tinggi

58 136 Tinggi 110 Tinggi 103 Sangat Tinggi

59 141 Tinggi 120 Sangat Tinggi 101 Sangat Tinggi

60 127 Tinggi 104 Sedang 85 Tinggi

61 139 Tinggi 102 Sedang 74 Sedang

62 129 Tinggi 119 Sangat Tinggi 85 Tinggi

63 130 Tinggi 103 Sedang 89 Tinggi

64 131 Tinggi 104 Sedang 86 Tinggi

65 157 Sangat Tinggi 125 Sangat Tinggi 95 Sangat Tinggi

66 144 Sangat Tinggi 105 Sedang 91 Tinggi

67 116 Sedang 91 Sedang 82 Tinggi

68 117 Sedang 98 Sedang 88 Tinggi

69 151 Sangat Tinggi 94 Sedang 94 Tinggi

70 146 Sangat Tinggi 109 Tinggi 89 Tinggi

71 140 Tinggi 115 Sangat Tinggi 98 Sangat Tinggi

72 132 Tinggi 105 Sedang 91 Tinggi

73 143 Tinggi 114 Tinggi 92 Tinggi

74 123 Tinggi 101 Sedang 88 Tinggi

75 132 Tinggi 110 Tinggi 100 Sangat Tinggi

76 143 Tinggi 114 Tinggi 98 Sangat Tinggi

77 137 Tinggi 106 Tinggi 92 Tinggi

78 141 Tinggi 115 Sangat Tinggi 98 Sangat Tinggi

79 131 Tinggi 112 Tinggi 91 Tinggi

80 129 Tinggi 107 Tinggi 97 Sangat Tinggi

81 142 Tinggi 88 Sedang 80 Sedang

82 130 Tinggi 109 Tinggi 90 Tinggi

83 132 Tinggi 92 Sedang 82 Tinggi

84 123 Tinggi 99 Sedang 84 Tinggi

85 115 Sedang 91 Sedang 88 Tinggi

86 128 Tinggi 119 Sangat Tinggi 104 Sangat Tinggi

87 119 Sedang 97 Sedang 83 Tinggi

88 118 Sedang 92 Sedang 84 Tinggi


(3)

153

90 136 Tinggi 111 Tinggi 101 Sangat Tinggi

91 139 Tinggi 111 Tinggi 101 Sangat Tinggi

92 139 Tinggi 103 Sedang 100 Sangat Tinggi

93 110 Sedang 90 Sedang 79 Sedang

94 136 Tinggi 112 Tinggi 94 Tinggi

95 129 Tinggi 102 Sedang 86 Tinggi

96 124 Tinggi 105 Sedang 94 Tinggi

97 126 Tinggi 98 Sedang 82 Tinggi

98 145 Sangat Tinggi 112 Tinggi 89 Tinggi

99 127 Tinggi 116 Sangat Tinggi 105 Sangat Tinggi

100 133 Tinggi 117 Sangat Tinggi 91 Tinggi

101 147 Sangat Tinggi 111 Tinggi 100 Sangat Tinggi

102 137 Tinggi 111 Tinggi 95 Sangat Tinggi

103 132 Tinggi 117 Sangat Tinggi 94 Tinggi

104 126 Tinggi 108 Tinggi 89 Tinggi

105 135 Tinggi 109 Tinggi 92 Tinggi

106 136 Tinggi 112 Tinggi 99 Sangat Tinggi

107 124 Tinggi 104 Sedang 93 Tinggi

108 147 Sangat Tinggi 113 Tinggi 100 Sangat Tinggi

109 137 Tinggi 117 Sangat Tinggi 101 Sangat Tinggi

110 142 Tinggi 115 Sangat Tinggi 99 Sangat Tinggi

111 123 Tinggi 94 Sedang 66 Sedang

112 137 Tinggi 93 Sedang 85 Tinggi

113 129 Tinggi 91 Sedang 66 Sedang

114 122 Tinggi 93 Sedang 74 Sedang

115 140 Tinggi 114 Tinggi 98 Sangat Tinggi

116 158 Sangat Tinggi 121 Sangat Tinggi 90 Tinggi

117 134 Tinggi 96 Sedang 82 Tinggi

118 132 Tinggi 101 Sedang 87 Tinggi

119 144 Sangat Tinggi 119 Sangat Tinggi 101 Sangat Tinggi


(4)

154

Lampiran 10.

Perijinan Penelitian


(5)

155

2.

Surat Izin Penelitian dari Bappeda


(6)

156

3.

Surat Izin Penelitian dari Sekolah


Dokumen yang terkait

PENGARUH BUDAYA SEKOLAH DAN HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTAR SISWA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI PROGRAM Pengaruh Budaya Sekolah Dan Hubungan Interpersonal Antar Siswa Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas XI Program Keahlian Akuntansi Di SMK N 1

0 6 18

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPA SEKOLAH Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas Xi IPA Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Tegal Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN DISIPLIN DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM NEGERI 1 LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG.

0 0 20

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri "X" Bandung.

0 0 26

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI SISWA KELAS XI JURUSAN TEKNIK OTOMOTIF DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

0 0 129

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS XI JURUSAN OTOMOTIF SMK MUHAMMADIYAH I MOYUDAN SLEMAN.

1 4 138

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 15 YOGYAKARTA.

0 0 128

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN EFIKASI DIRI DENGAN KEMAMPUAN MANAJEMEN KONFLIK INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA.

2 9 187

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN KECERDASAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SEKECAMATAN DANUREJAN YOGYAKARTA.

0 0 173

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN SIKAP SOSIAL SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK NEGERI 3 PONTIANAK ARTIKEL PENELITIAN

0 1 13