42
belajar secara mendalam pada rentang usia ini. Periode ini menuntut anak untuk belajar secara lebih dari pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya.Selain itu, siswa SD pun juga termasuk pada tahap operasional konkret.Salah satu ciri pada tahap ini adalah anak mampu
menggunakan logika berpikir dengan menggunakan benda konkret dan belum dapat menggunakan logika berpikir abstrak.
Hal ini berarti siswa SD memerlukan bantuan berupa benda konkret atau alat peraga dalam memahami materi yang abstrak.Oleh karena itu,
peneliti terdorong untuk melakukan pengembangan tentang alat peraga yang disesuaikan dengan perkembangan siswa SD karena alat peraga
mampu membantu siswa memahami materi yang abstrak.
13. Alat Peraga Montessori
Uraian dalam subbab ini memaparkan beberapa hal tentang alat peraga yaitu pengertian alat peraga, fungsi alat peraga, kriteria alat peraga, alat
peraga berbasis metode Montessori, dan alat peraga sandpaper letters menulis berbasis metode Montessori.
a. Pengertian Alat Peraga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:27, alat dapat didefinisikan sebagai benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu,
sedangkan menurut Sunardi,dkk 2005:20 menjelaskan alat peraga adalah alat media pengajaran untuk memperagakan sajian pelajaran. Dari dua
pengertian tersebut, alat peraga dapat diartikan sebagai alat yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
digunakan untuk memperagakan materi pembelajaran agar dapat menyampaikan materi dengan baik kepada siswa.
Senada dengan pengertian diatas, Ali dalam Sundayana,2014:7 berpendapat bahwa alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyatakan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa agar dapat membantu proses
pembelajaran. Seperti halnya dengan pendapat Rusefendi dalam Sundayana, 2014:7, alat peraga adalah alat yang menerangkan atau
menyampaikan konsep pelajaran kepada siswa. Sama dengan paparan pendapat diatas, Simak Yaumi dan Syafei dalam Arsyad,2014:10 pun
merumuskan pengertian alat peraga. Alat peraga merupakan alat yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu,alat peraga adalah alat yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa.
Berbagai pendapat diatas menyatakan bahwa alat peraga memiliki fungsi untuk membantu dan mempermudah siswa dalam memahami materi
pembelajaran. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Maria Montessori, Montessori juga beranggapan bahwa siswa membutuhkan
seperangkat peralatan pendidikan didactic apparatus yang berguna untuk perkembangannya. Alat peraga menurut Montessori merupakan kesatuan
bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara individu
dan mendukung
pengembangan kemampuannya
Hainstock,1997:80. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Selain itu, alat peraga yang dibuat oleh Montessori ditujukan untuk membantu siswa dalam mencapai pengetahuan yang abstrak dan
mengembangkan cara berpikir yang kreatid dengan memvisualisasikan simbol-simbol nyata Liliard,1996:80-81. Oleh sebab itu alat peraga
selalu tersedia di kelas-kelas Montessori sebagai lingkungan yang terstruktur dan mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari-
hari. Dalam kerjanya di Casa dei Bambini, Montessori menghadapi masalah
yang umum dihadapi oleh semua pengajar di sekolah tingkat dasar tentang mengajari cara membaca dan menulis. Montessori menentang anggapan
yang berlaku saat itu bahwa membaca dan menulis harus dipaksakan kepada anak-anak. Untuk mendorong kesiapan siswa dalam hal membaca
dan menulis, Maria montessori merancang huruf-huruf dari kertas karton yang dilapisi dengan ampelas. Keika anak-anak meraba huruf-huruf ini,
sang direktris akan membunyikan nama huruf tersebut. Sementara anak- anak disiapkan untuk menulis huruf dengan gerakan-gerakan meraba
bentuk huruf, siswa akan menyimpan bentuk huruf dalam otak mereka kemudian mengenali bunyi dari huruf tersebut. Anak-anak siap untuk
belajar membaca ketika mereka telah mengerti bahwa bunyi dari huruf- huruf yang mereka raba, dan kemudian mereka tulis serta membentuk
kata-kata. Ketika anak-anak telah mengenal semua huruf vokal dan sebagian
huruf konsonan, anak-anak telah siap untuk membentuk kata-kata yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
sederhana. Dengan menggunakan huruf-huruf vokal, sang direktris akan memperlihatkan kepada anak-anak bagaimana cara menyusun dengan tiga
huruf dan melafalkan nama mereka dengan jelas. Pada tahap selanjutnya, anak-anak akan menulis kata-kata yang didiktekan oleh sang direktris.
Setelah cukup berlatih,anak-anak akan mampu menyusun kata-kata tanpa bantuan. Magini, 2013:31
Dalam sebuah metode pendidikan yang bersifat eksperimental, pendidikan atau pelatihan indra-indra tidak diragukan lagi oleh
Montessori.Pelatihan indra-indra sentuhan dan suhu dapat berjalan secara bersama. Menurut Montessori dalam Magini, 2013:233 menjelaskan
bahwa pembatasan latihan-latihan indra sentuhan pada ujung-ujung jari sangat bermanfaat bagi kehidupan siswa. hal ini dapat dijadikan sebagai
sebuah fase penting dalam pendidikan sebagai awal persiapan siswa alam menulis.
Salah satu teknik yang diajarkan oleh Montessori kepada muridnya adalah dengan memejamkan matanya supaya siswa mampu merasakan
perbedaan yang terjadi pada ujung jarinya ketika meraba suatu permukaan yang kasar. Bahan pembelajaran yang diajarkan adalah huruf alfabetis
yang terdiri dari sebuah papan kayu segi empat yang dibagi menjadi dua segiempat yang sama,yang satu ditutup dengan kertas yang sangat
halus,atau permukaan yang kayunya dihaluskan hingga sangat halus;yang lain ditutup dengan kertas ampelas dan sebua papan yang sebelumnya
46
dilapisi dengan strip-strip dari kertas halus dan kertas ampelas secara berselingan.
Montessori juga membuat sebuah alfabet yang indah, huruf-hurufnya dalam bentuk tulisan yang bagus, tersusun dari huruf-huruf yang rendah
dengan tinggi 8 sentimeter Magini,2013:306, dan huruf-huruf yang lebih tinggi secara proporsional. Huruf-huruf ini terbuat dari kayu, dengan
ketebalan sekitar 0,5 sentimeter, kemudian diberi cat, yang termasuk dalam huruf konsonan diberi cat warna biru,sedangkan huruf vokal diberi
cat warna merah. Bagian bawah dari huruf- huruf ini,tidak dicat tetapi dilapisi dengan perunggu sehingga dapat bertahan lebih lama. Huruf-huruf
yang dibuat pada kartu-kartu ini ditata dalam kelompok-kelompok. disetiap huruf alfabet tersebut, Maria Montessori juga menyiapkan sebuah
gambar dari sebuah benda yang namanya dimulai dengan huruf tersebut. Di atas gambar,hurufnya dilukis dalam ukuran yang besar,dan
didekatnya, huruf yang sama namun ukurannya jauh lebih kecil daripada huruf cetak. Gambar-gambar ini berfungsi untuk memapankan memori
tentang bunyi dari huruf tersebut, dan huruf cetak kecil yang telah terpasang dengan huruf yang besar menjadi pengantar menuju pembacaan
buku-buku.bagian yang menarik dari eksperimen maria montessori adalah bahwa setelah maria memperlihatkan pada anak-anak bagaimana
meletakkan huruf-huruf kayu pada huruf-huruf secara berkelompok- kelompok pada kartu-kartu, Montessori meminta muridnya untuk meraba
47
rangkaian huruf huruf tersebut dengan gerakan tangan seperti layaknya orang menulis.
Montessori juga mengembangkan latihan-latihan ini dalam beragam cara dan anak-anak belajar untuk membuat gerakan
tangan yang
diperlukan unuk memproduksi bentuk tanda-tanda grafis tanpa menulis.
“Saya dikagetkan oleh sebuah ide yang tidak pernah masuk dalam benak saya sebelumnya, yaitu dalam menulis, kami membuat dua bentuk
gerakan yang berbeda, karena disamping gerakan yang mereproduksi bentuk,terdapat juga gerakan untuk memainkan alat-alat tulis.Untuk
memegang dan memainkan sebuah pensil dengan akurat, anak akan memperoleh sebuah mekanisme otot-otot khusus yang terpisah dari geraan
menulis, hal ini harus berjalan beriringan dengan gerakan yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk-bentuk huruf. Dalam menulis, memang harus
ada sebuah mekanisme otot-otot yang berbeda dengan memori motorik tentang tanda-tanda grafis.Pada periode pertama, anak meraba huruf tidak
hanya dengan jari telunjuk tangan, tetapi dengan dua jari yakni jari telunjuk dan jari tengah, kemudian pada periode kedua, anak meraba
huruf- huruf dengan sebuah tongkat kayu kecil, yang dipegang seperti memegang pensil.
Montessori mengatakan bahwa sang anak harus mengikuti gambaran visual dari bentuk huruf. Sudah benar apabila jarinya telah terlatih melalui
kegiatan meraba kontur-kontur dari bentuk-bentuk geometris. Meraba huruf-huruf dan melihatnya pada waktu yang bersamaan, menyimpan
48
gambaran tersebut
lebih cepat
melalui kerjasama
indra-indra Magini,2013:310. Dalam latihan-latihan untuk membentuk gambaran
visual dan otot tentang tanda-tanda alfabet, dan untuk membangun memori otot mengenai gerakan- gerakan yang diperlukan dalam menulis.
Bahan pembelajaran yang digunakan adalah kartu- kartu huruf yang terdiri dari kartu- kartu dimana huruf-huruf tunggal dari alfabet
ditempelkan pada kertas ampelas; kartu-kartu besar memuat kelompok- kelompok dari huruf-huruf yang sama. Kartu-kartu dimana huruf-huruf
yang telah diampelas disesuaikan dengan ukuran dan bentuknya dengan masing- masing huruf.Huruf vokal di kertas ampelas dominan berwarna
cerah dan ditempelkan pada kartu berwarna gelap sedangkan huruf- huruf konsonan dan kelompok-kelompok hurufnya dikertas ampelas hitam
kemudian ditempelkam pada kartu-kartu berwarna putih. Pengelompokan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga menarik perhatian siswa pada
bentuk-bentuk yang kontras atau bentuk-bentuk analog Magini, 2013:321.
Dalam mengajarkan huruf-huruf alfabet, Montessori memulai dengan huruf-huruf vokal dan berproses menuju huruf-huruf konsonan,
kemudian melafalkan bunyi dari huruf tersebut. Untuk huruf-huruf konsonan, maria mulai menyatukan suaranya dengan salah satu suara
vokal, mengulang suku kata menurut metode fonetis seperti biasa. Proses pengajaran dilakukan dengan mengunakan tiga periode, yaitu:
49
a Periode pertama mengenai penghubungan sensasi visual dan otot sentuhan dengan bunyi huruf. Dalam hal ini sang direktris menyajikan
kepada siswa dua kartu yang memuat huruf-huruf vokal atau dua huruf konsonan, andaikan kita menyajikan huruf i dan o,kemudian berkata,
“Ini adalah i Ini adalah o”segera setelah kita memberikan bunyi dari sebuah huruf, kemudian sang direktris menyuruh siswa meraba huruf
kemudian mengajari bagaimana cara meraba dan jika perlu memandu jari telunjuk tangan kanan untuk meraba atau menyusuri huruf tersebut
seperti gaya siswa sedang menulis, b. Periode kedua mengenai persepsi, siswa harus mengetahui bagaimana
membandingkan dan mengenali bentuk-bentuk ketika mendengar bunyi- bunyi yang bersesuaian dengan mereka. Apabila sang direktris bertanya
kepada siswa, misalnya” Beri saya olalu beri saya huruf I” apabila siswa tidak dapat mengenali huruf-huruf tersebut dengan melihatnya,
maka sang direktris akan mengajak siswa untuk meraba hurufnya secara berulang-ulang.
c. Periode ketiga mengenai bahasa, dengan membiarkan huruf-huruf tergeletak beberapa saat diatas meja, kemudian sang direktris bertanya
kepada siswa,” Apakah ini?” dan siswa harus menjawab ini o,i,apabila yang dimaksud adalah huruf i dan o.
Dalam mengajar huruf-huruf konsonan, direktris hanya melafalkan bunyinya saja dan segera setelah melakukan dan menggabungkan dengan
huruf vokal kemudian membentuk kata dan menyelang latihan kecil ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dengan menggunakan huruf vokal yang berbeda-beda. Direktris harus selalu seksama untuk menekankan bunyi dari huruf konsonan kemudian
mengulanginya, misalnya, m,m,m, ma,mi,mu,me,mo. Ketika siswa mengulang-ulang bunyi tersebut maka siswa dapat
memisahkan antara huruf vokal dengan huruf konsonan.Magini, 2013:324.berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Maria montessori, sang direktris mencoba mengajarkan cara membaca melakukan tiga periode secara berturut-turut dengan menggunakan kartu
huruf yang diberi warna cerah untuk huruf vokal dan warna putih untuk huruf konsonan.Maria montessori menyebutkan bahwa saat anak
melafalkan bunyi dari huruf-huruf konsonan, siswa mendapatkan sebuah kesenangan yang nyata.
Bagi Montessori, tidak penting untuk memperlihatkan bagaimana pelafalan bunyi-bunyi alfabet agar dapat mengungkapkan suatu kondisi
dari kemampuan ucap seorang siswa. adapun kekurangan-kekurangan yang hampir terkait dengan cara membaca disebabkan kurangnya
perkembangan bahasa itu sendiri. Dalam hal memperbaiki kekurangan- kekurangan bahasa, Montessori mencoba mengikuti kaidah-kaidah
fisiologis terkait dengan perkembangan bahasa siswa. akan tetapi, saat kemampuan bicara siswa telah berkembang secara sempurna, dan ketika
siswa telah mampu melafalkan semua bunyi-bunyi huruf. Disamping kegiatan membaca, maria montessori juga mulai melakukan
kegiatan menulis. Ketika maria montessori menyajikan sebuah huruf pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
siswa dan mengucapkan bunyi tersebut, siswa juga akan menyimpan gambaran huruf-huruf ini melalui indra visual yakni mata, dan juga
melalui indra-indra otot dan sentuhan yaitu kepekaan tangan.Bahan pembelajaran dari periode ketiga terdiri dari huruf-huruf alfabet.Huruf-
huruf alfabet yang digunakan identik dalam bentuk dan dimensinya dengan huruf-huruf dari kertas amplas.
Dalam cara ini, tiap-tiap huruf yang merepresentasikan sebuah benda yang mudah dipegang oleh siswa. latihan-latihan yang digunakan oleh
Maria montessori yaitu setiap siswa mengenal sebagian huruf vokal dan konsonan yang terdapat di kotak besar. Sang direktris melafalkan dengan
sangat jelas sebuah kata, misalnya,”mama”, kemudian menyuarakan bunyi dari huruf m secara berulang-ulang,dan siswa diminta mengambil sebuah
huruf m dan meletakkannya diatas meja. Kemudian sang direktris mengulangi “ma-ma”. Siswa memilih huruf a dan meletakkannya di
samping kanan huruf m. Magini, 2013:328. Menurut maria Montessori, suatu hal yang menarik ketika menyaksikan siswa dalam kegiatan
membaca. Gerakan-gerakan bibir yang menunjukkan bahwa siswa sedang membaca ulang kata-kata yang ditemukan.Nilai penting dapat dipetik yaitu
siswa mampu menganalisis, menyempurnakan, menyimpan bahasa ucapannya sendiri kemudian menghubungkan setiap objek dengan setiap
bunyi yang diucapkan.Penyusunan kata-kata dapat memberikan sebuah bekal yang diperlukan siswa untuk pengucapan yang jelas dan kuat.
52
Latihan-latihan ini mampu menghubungkan bunyi yang didengar dengan adanya tanda grafis yang menampilkannya, dan membentuk dasar yang
kuat untuk pengejaan yang akurat dan sempurna.Disamping ini, penyusunan kata-kata itu sendiri juga merupakan salah satu latihan untuk
melatih kecerdasan. Kata yang dilafalkan kepada siswa menjadi suatu pelajaran menulis yang harus ditemukan dan siswa akan melakukannya
dengan mengingat huruf-hurufnya dan memilih diantara huruf yang lain kemudian menyusun dalam susunan yang tepat.
Ketika siswa telah selesai menyusun dan membaca kata yang telah diperintahkan. Dalam kegiatan penyusunan kata, yang murni dan
sederhana, anak-anak menggabungkan dua latihan sekaligus yaitu pemilihan tanda-tanda grafis. Dimulai pertama dari kotak-kotak huruf
yang ada dihadapan siswa,kemudian siswa mengambil huruf-huruf yang diperlukan, kedua ketika siswa mencari ruang bagian dimana masing-
masing huruf harus dikembalikan. Dengan demikian ada tiga latihan yang menyatu untuk membentuk gambaran dari tanda grafis yang bersesuaian
dengan bunyi-bunyi dari kata.Ketiga periode ini secara keseluruhan memuat metode untuk penguasaan bahasa tulis.
Kegiatan psiko-fisiologis yang bersatu tersebut dapat digunakan untuk membangun kemampuan membaca dan menulis.gerakan-gerakan otot
yang khas digunakan untuk membuat tanda-tanda huruf atau huruf-huruf yang disiapkan secara terpisah. Penyusunan kata-kata juga direduksi pada
sebuah mekanisme penghubungan antara gambaran-gambaran yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
didengar dandilihat.Menurut pendapat Maria montessori, peneliti menarik
kesimpulan secara umum tentang pengertian alat peraga, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa alatperaga
merupakan alat
bantu untuk
memperagakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan panca-indera siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
maksimal.
b. Fungsi Alat Peraga