2.2. Tujuan Pengendalian Persediaan
Kegunaan pengendalian persediaan untuk menjadikan proses produksi dan pemasaran stabil. Persediaan bahan baku bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian
produksi akibat fluktuasi pasokan bahan baku. Persediaan penyangga dan komponen berguna untuk mengurangi ketidakpastian produksi akibat kerusakan mesin.
Kebutuhan akan persediaan muncul karena adanya waktu ancang lead Time antar operasi yang berurutan, waktu ancang pembelian bahan, waktu ancang
pendistribusian barang dari titik produksi ke titik penasaran. Namun harus tetap diingat bahwa persediaan berarti ongkos. Dari sudut
pandang ekonomi seharusnya terdapat jumlah persediaan yang otimal. Persediaan ini mencakup julah persediaan dalam jumlah tertentu ditambah penyediaan penyangga
atau pengaman buffer of stocks. Persediaan pengamanan ini digunakan jika permintaan melebihi peramalan, produksi lebih rendah dari rencana, atau waktu
ancang lead time lebih panjang dari yang diperkirakan semula Hendra Kusuma, 2004.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan
Menurut Zulian Yamit 2003 Didalam penyelenggaraan persediaan bahan baku terdapat faktor yang memiliki pengaruh terhadap persediaan bahan baku dan
saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
Faktor waktu, menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan selama waktu tunggu lead time. Faktor ketidakpastian waktu datang dari suplier menyebabkan perusahaan
memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Ketidakpastian waktu datang
mengharuskan perusahaan membuat skedul operasi lebih teliti pada setiap level. Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh
kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Persediaan dilakukan untuk
mengantisipasi ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya tersebut. Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Persediaan diperlukan untuk menjaga stabilitas
produksi dan fluktuasi bisnis.
2.3.1 Perkiraan Pemakaian Bahan Baku.
Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka sebaiknya manajemen berusaha untuk dapat mengadakan penyusunan perkiraan bahan baku
untuk keperluan produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Berapa banyak unit bahan baku yang akan dipergunakan untuk kepentingan proses produksi dengan
mendasarkan diri pada perencanaan produksi maupun jadwal produksi yang telah disusun.
2.3.2 Harga Bahan Baku.
Harga bahan baku merupakan salah satu penentuan terhadap persediaan yang akan dipergunakan dalam produksi oleh perusahaan. Karena harga bahan baku akan
mempengaruhi seberapa besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan untuk membeli bahan baku tersebut dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
2.3.3 Pemakaian Bahan Baku.
Pemakaian bahan baku oleh perusahaan pada periode-periode yang lalu untuk keperluan proses produksi akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar
pertimbangan didalam menyusun atau merencanakan kebijaksanaan penyelenggaraan persediaan bahan baku.
2.3.4 Waktu Tunggu.
Waktu tunggu yang dimaksud adalah waktu tenggang yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku tersebut dengan datangnya bahan baku yang dipesan.
Waktu tunggu ini sangat penting untuk diperhatikan, karena hal ini berhubungan langsung dengan penggunaan bahan baku tersebut pada saat diperlukan untuk proses
produksi. Apabila waktu tunggu ini tidak diperhatikan, maka akan mengakibatkan kekurangan bahan baku.
2.3.5 Pemesanan Kembali.
Didalam pelaksanaan operasi perusahaan , maka bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak akan cukup apabila hanya dilakukan sekali pembelian
saja. Maka secara berkala perusahaan tersebut akan mengadakan pembelian kembali terhadap bahan baku yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut.
Dalam melaksanakan pembelian kembali, perusahaan akan mempertimbangkan panjang waktu tunggu yang diperlukan dalam pembelian bahan
baku, sehingga bahan baku itu datang tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan mengingat apabila sampai terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku, maka akan
menyebabkan kemacetan produksi yang pada gilirannya akan mengakibatkan timbulnya biaya ekstra. Sebaliknya apabila kedatangan bahan baku terlalu awal, maka
akan menyebabkan penumpukan bahan baku. Kedua hal ini tentunya tidak akan menyebabkan keuntungan bagi perusahaan, justru akan mengakibatkan kerugian yang
cukup besar bila hal ini terus berlangsung.
2.4 Komponen Biaya Yang Terlibat Dalam Persediaan.
Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain- lain, umumnya terdapat empat kategori biaya persediaan yang sangat menentukan
jawab optimal dari masalah persediaan. Katagori biaya tersebut adalah sebagai berikut.
2.4.1 Biaya Pembelian Purchasing Cost
Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila di produksi dalam perusahaan Zulian Yamit,2003.
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barangArman Hakim, 2006.
2.4.2 Biaya Pemesanan Ordering Cost
Biaya pemesanan ini meliputi biaya menunggu permintaan pembelian, penyampaian pesanan pembelian, dan yang berhubungan dengan biaya akuntansi,
serta biaya penerimaan dan pemeriksaan pemesanan. Sehubungan dengan itu, untuk meminimumkan biaya pemesanan, perusahaan harus melakukan pemesanan dalam
jumlah besar, yang pada gilirannya akan meminimumkan biaya pemesanan. Jumlah uni yang dipesan berbanding terbalik dengan frekuensi pemesanan. Apabila jumlah
unit yang dipesan diperbesar mak frekuansi pemesanan akan meningkat. Untuk mendapatkan tingkat biaya pemesanan yang optimal, estimasi nilai tersebut akan
diperoleh pada titik keseimbangan dengan biaya penyimpanan. Haming, Nurnajamuddin, 2007.
2.4.3 Biaya Penyimpanan Holding Cost
Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi secara fisik untuk menyimpan persediaan Zulian
Yamit, 2003. Biaya penyimpanan meliputi : a.
Biaya memiliki persediaan biaya modal. Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus
diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya gudang.
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya kerusakan dan penyusutan.
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan
dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.
d. Biaya kadaluwarsa.
Barang yang disismpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluwarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e.
Biaya asuransi. Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya administrasi dan pemindahan.
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya
dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan didalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.
2.4.4 Biaya Kehabisan Bahan Stock Out Cost}
Biaya kekurangan dari luar perusahaan dapat berupa backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima
keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas Zulian Hamit, 2003. Biaya kekurangan
persediaan dapat diukur dari :
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi.
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini
diistilahkan sebagai biaya pinalti p atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuaan misalnya : Rpunit.
b. Waktu pemenuhan.
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi
gudang. c.
Biaya pengadaan darurat. Supaya konsumen tidak kecewa dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan biaya kekurangan persediaan. Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara
akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan
persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel, sedangkan biaya yang bersifat tetap seperti biaya
pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu diperhitungkan.
2.5. Model Pengendalian Persediaan
Model pengendalian persediaan selain mempergunakan acuan kuantita dan periode waktu, juga menggunakan pendekatan lain ,yaitu 1 minimasi biaya dan 2
maksimasi keuntungan Haming, Nurnajamudin, 2007
Minimisasi Biaya
Maksimisasi Persediaan
Model Determinist
Model Problabilisti
Model Problabilisti
Model Persediaan
Sumber : Haming, Nurnajamudin 2007
Gambar 2.2 Pembagian model dasar pengendalian persediaan
Model dasar pengendalian persediaan, seperti tersebut dalam Gambar 11.4 adalah merujuk pada pendapat beberapa ahli Chas; et al., 2001; Russell dan Taylor, 2000;
Heizer dan Render, 2004; Krajewski dan Ritzman, 2005
2.5.1 Minimisasi Biaya
2.5.1.1 Model Pengendalian Persediaan Deterministik
1 Simple Fixed Order Quantity Model Konsep dasar dari model ini sudah dikemukakan dalam subbab terdahulu
sehingga pada kesempatan ini, bahasan model ini akan difokuskan pada beberapa hal:
a Titik pemesanan kembali Reorder point, R;
b Persediaan pengaman Safety stock, B;
c Pemakaian harian ,
; d
Tenggang waktuLead time,
u
; e
Standar deviasi selama lead time,
di
; f
Varians pemakaian bahan per hari,
2 di
; g
Standar deviasi pemakaian bahan per hari,
di
; h
Tingkat layanan dari sediaan, .
Reorder Point, R Tanpa sediaan pengaman
= d
= kebutuhan per tahunhari kerja per tahun L = Lead time
2 Simple Fixed Order Quantity With Usage Model ini sering pula disebut Production Order Quantity Model. Model ini cocok
dipergunakan pada perusahaan yang memproduksi suatu komponen alau barang setengah jadi, dan sebagian dari produksi itu dipakai sendiri untuk mcmbuat produk
akhir. Perusahaan membuat dan melakukan penjualan atas ilua jenis keluaran, yaitu keluaran dalam bentuk barang setengah jadi komponen dan dalam bentuk produk
jadi. Model ini dapat dijumpai pada perusahaan penggergajian kayu saw mill, yang mengolah kayu logs menjadi balok-balok berbagai ukuran. Keluaran perusahaan
tersebut sebagian dijual dalam bentuk kayu balok gergajian setengah jadi, dan sebagian lagi diproses menjadi kusen, daun pintu, dan daun jendela.
3 Fixed Order Quantity With Shortage FOQ With Shortage
merupakan model pengendalian persediaan yang memperhitungkan kerugian yang akan diderita apabila permintaan pelanggan tidak dapat
dipenuhi secara memuaskan. Variabel yang terkait dengan model ini disajikan di bawah ini.
biaya karena kekurangan sediaan
Q =
; T = ; M =
TC =
t
2
= periode di mana sediaan kurang t
1
= periode di mana sediaan surplus S = biaya pemesanan atau penyetelan mesin
H = biaya penyimpanan T = selang waktu pelaksanaan pemesanan
D = permintaan per tahun M = level penggantian sediaan yang sudah dipakai
Q = kuantitas pemesanan yang ekonomis EOQ
4 Price Break Model Price Break Model
merupakan model pengendalian persediaan yang memperhitungkan potongah harga karena membeli sediaan dalam jumlah tertentu. Model ini merupakan
penyempurnaan dari model FOQ Fixed Order Quantity Model, yang memandang harga sebagai suatu faktor konstan dan tidak akan menerima potongan sekalipun jumlah yang
dibeli banyak. Pemecahan atas model ini mempunyai langkah sederhana berikut:
1 lakukan perhitungan Q
optimum
untuk setiap alternatif harga; 2
pilih dari hasil yang diperoleh paling memenuhi syarat; 3
lakukan perbandingan kelayakan dari setiap alternatif; 4
buat keputusan dengan memilih alternatif yang paling menguntungkan, dalam hal ini dengan biaya yang minimum.
2.5.1.2 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik
Fixed Time Period Model Pada model periode tetap ini, sediaan akan dievaluasi setelah mencapai periode waktu
tertentu, yaitu mingguan, bulanan, triwulanan, atau semesteran. Jumlah unit yang dipesan dari waktu ke waktu tidak sama, tergantung pada hasil evaluasi periodik atas sediaan.
Model ini banyak dipakai oleh toko eceran yang meminta pemasoknya untuk berkunjung pada waktu tertentu, dan membelimemesan sediaan sesuai hasil stock opname. Cara
tersebut akan membantu untuk melengkapi lini produk yang dijual, sediaan selalu baru, dan mudah memodifikasinya jika terjadi perubahan selera konsumen. Perusahaan
manufaktur juga dapat memakai model ini, terutama untuk pabrik yang membuat produk yang bahan bakunya harus diimpor dan lead time cukup besar, seperti pabrik terigu.
Perusahaan harus telah memiliki data tentang jadwal kapal dan jadwal ketersediaan bahan pada para pembekal. Kondisi-kondisi tersebut diintegrasikan dengan pertimbangan
kapasitas produksi dan kapasitas pasar untuk dipakai menyusun jadwal evaluasi pemesanan.
Menurut Chase dan Aquilano 1995, ada beberapa variabel dan metode analisis yang terkait dengan aplikasi model ini, yaitu
Safety stock B = Z
Q = T+L + Z
+ I
E Z = Q = jumlah yang akan dipesan
T = jumlah hari di antara periode evaluasi stok L = lead time dalam satuan hari
d = rata-rata permintaan harian
Z = standar deviasi pada level layanan tertentu = standar deviasi dari permintaan selama periode evaluasi dan lead time
I = jumlah stok sekarang, termasuk yang sedang dalam pesanan Ez = jumlah unit yang diharapkan menurut label yang disusun keperluan itu,
- 1
P = level layanan yang disyaratkan T = permintaan selama cakupan periode evaluasi sediaan
2.6 Model pengendalian EOQ Economic Order Quantity.
Model persediaan yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Hanya satu item barang produk yang diperhitungkan.
2. Kebutuhan permintaan setiap periode diketahui tertentu.
3. Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia instaneously
atau tingkat pruduksi production rate barang dipesan berlimpah tak terhinggga. 4.
Waktu ancang-nncang lead time bersifat konstan 5.
Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.
6. Tidak ada pesanan ulang back order karena kehabisan persediaan
shortage. 7.
Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak quantity discount Dari asumsi-asumsi di atas, model ini mungkin diaplikasikan baik pada sistem
manufaktur seperti penentuan persediaan bahan baku dan pada sistem non- manufaktur seperti pada penentuan jumlah bola lampu pada suatu bangunan;
penggunaan perlengkapan habis pakai office supplies seperti kertas, buku nota dan pensil; konsumsi bahan makanan seperti beras, jagung, dan Iain-lain Arman Hakim,
2006 . Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah ekonomis sotiap kali
pemesanan EOQ sehingga meminimasi biaya total persediaan, di mana: Biaya Total Persediaan = Ordering cost + Holding cost + Purchasing cost
Parameter -parameter yang dipakai dalam model ini adalah: D = jumlah kebutuhan barang selama satu periode misalnya: 1 tahun
k = ordering cost setiap kali pesan h = holding cost per satuan nilai persediaan per satuan waktu
c = purchasing cost per satuan nilai persediaan waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya secara grafis, model dasar
persediaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar 2.3 Model Persediaan EOQ Sederhana
Gambar tersebut dapat membantu kita memahami pembentukan model matematisnya. Sejumlah Q unit barang dipesan secara periodik. Order point
merupakan saat siklus persediaan inventory cycle yang baru dimulai dan yang lama berakhir karena pesanan diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung
selama siklus waktu t, artinya setiap t hari atau mingguan, bulanan, dsb. dilakukan pemesanan kembali. Lamanya t sama dengan proporsi kebutuhan satu periode
D yang dapat dipenuhi oleh Q, sehingga dapat ditulis
t = . Gradien negatif Dt -Dt dapat dipakai Untuk menunjukkan jumlah persediaan dari waktu ke waktu.
Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia instaneously, maka setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam bentuk segitiga dengan
alas t dan i Q- Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya
ordering cost yang tergantung pada jumlah frekuensi pemesanan dalam 1
periode, di mana frekuensi pemesanan tergantung pada: 1. Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode D
2. Jumlah setiap kali pemesanan Q Dari keterangan di atas kita bisa tuliskan bahwa frekuensi Pemesanan = D Q
Ordering cost setiap periode diperoleh dengan mengalikan D Q dengan biaya setiap kali pesan k, sehingga:
Ordering cost per-periode = k
Komponen biaya kedua, yaitu holding cost, dipengaruhi oleh jumlah barang yang disimpan dan lamanya barang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang
disimpan akan berkurang karena dipakai terjuall, sehingga lama penyimpanan antara satu unit barang dengan barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu yang perlu
diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persediaan bergerak dari Q unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan gradien - D selama waktu - t,
maka persediaan rata-rata untuksetiap siklus adalah , = sehingga: Holding
cost per-periode = h Komponen biaya ketiga, yaitu purchasing cost, merupakan antara
kebutuhan barang selama periode D dengan harga barang per-unit C sehingga: Purchasing cost per-periode = D
c
Dengan menggabungkan ketiga komponen biaya persediaan di atas, maka:
Biaya Total Persediaan TC = + h
+ D
c
Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga meminimurnkan biaya total persediaan. Tetapi yang perlu diperhitungkan dalam
penentuan nilai Q adalah biaya-biaya relevan saja Biaya Incremental. Komponen biaya ketiga, yaitu purchasing cost, dapat diabaikan karena biaya tersebut akan
timbul tanpa tergantung pada frekuensi pemesanan, sehingga tujuan model EOQ ini a d a l a h meminimasi biaya total persediaan dengan komponen biaya ordering cost
dan holding cost saja, atau:
Biaya Total Persediaan = k + h
Incremental TIC Jumlah pemesanan yang optimal EOQ secara matematis dihitung dengan
mendeferensialkan persamaan di atas terhadap Q, dan persamaan diferensial itu diberi harga nol, sehingga:
TIC = k + h
= k + = 0
k = Q
2
=
Maka ; Q
1
= Bila Q
Q optimal=EOQ telah diperoleh, maka t optimal diperoleh sebagai berikut:
t
o
=
Besarnya TC dapat diperoleh dengan memasukkan harga Q
o
pada persamaan sebelumnya sehingga diperoleh persamaan:
TIC = h
Gambar berikut ini menunjukkan posisi titik EOQ yang membentuk kurvaTC minimum.
Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar 2.4
Kurva TC minimum Setelah EOQ dapat diperhitungkan maka, berarti bahwa dengan cara EOQ ini
kita akan berusaha melakukan pembelian bahan secara teratur pada julah tertentu dan dengan frekuensi pembelian tertentu pula Indriyo G, 2002. Ketentuan pembelian ini
akan membawa akibat pasitif bagi perusahaan antara lain : 1.
Hubungan dengan supplier bahan dapat berlangsung secara berkesinambungan, hal ini akan menimbulkan ketepatan penyerahan bahan,
mutu barang tidak akan terabaikan. 2.
Harga bahan yang dipesan dapat diusahakan lebih rendah dari pemesanan - pemesanan perusahaan lain karena sifat keseimbangan yang terus –
menerus atas pemesanan tersebut akan menarik minat supplier untuk melayani meski dengan harga yang aagak rendah.
3. Pengurusan pembelian bahan juga menjadi lebih mudah karena menjadi
bersifat rutin, sehingga tidak banyak menyita waktu dan perhatian dari manajer.
Pada kondisi nyata di lapangan, asumsi barang bersifat instaneous sulit diterapkan karena diperlukan suatu tenggang waktu tertentu untuk mengirimkan
barang yang dipesan karena mungkin produsen barang yang bersangkutan tidak mempunyai cukup persediaan pada saat pesanan datang. Tenggang waktu antara
saat dilakukan pemesanan dengan saat barang datang disebut lead time. Saat di mana pemesanan kembali harus dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat
pada saat dibutuhkan disebut Titik Pemesanan Kembali Reorder Point = R. Hal ini berarti perusahaan harus mengamati secara terus-menerus tingkat persediaannya
sampai reorder point tercapai. Mungkin ini sebabnya mengapa model EOQ kadang-kadang diklasifikasikan sebagai Model Pengulangan Kontinyu Countinues
Review Model. Reorder point ditentukan berdasarkan 2 variabel, yaitu lead time L dan
tingkat kebutuhan selama lead time D
L
Ada 2 kemungkinan lead time L bila kita bandingkan dengan waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya t,
yaitu:a. L t b. L t
Sumber : Arman Hakim 2006
Gambar 2.5 Perbandingan L dengan t
Untuk kondisi L t, maka R = L x D
L
dan untuk kondisi L t, maka R = L -t x D
L
2.7. Metode Pendekatan