Lingkungan Belajar TINJAUAN PUSTAKA
c. Pengertian orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah.
Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan dorongannya, membantu sedapat mungkin
kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.
d. Keadaan sosial ekonomi keluarga
Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan,
kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Namun bila keadaan memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak,
sehingga mereka dapat belajar dengan senang. e.
Latar belakang Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong
semangat anak untuk belajar. Menurut W.S Winkel 1989:109, keadaan sosial-ekonomi
menunjukan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat bertaraf baik, cukup atau kurang. Keadaan inilah tergantung sampai
seberapa jauh keluarga dapat membekali siswa dengan perlengkapan material untuk belajar. Keadaan sosial-kultur menunjukkan pada taraf
kebudayaan yang dimiliki keluarga, yang dapat tinggi, tengah atau rendah. Dari keadaan ini tergantung kemampuan bagi anak untuk
berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua dan anak, serta pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Sebenarnya,
yang penting di sini bukanlah keadaan itu sendiri, melainkan kondisi intern pada siswa yang timbul sebagai akibat dari keadaan itu. Namun,
akibat itu tidak harus timbul secara otomatis atau dengan sendirinya. Sikap siswa sendiri terhadap keadaan itu, kerap menentukan apakah
kondisi intern akan menguntungkan belajar atau menghambatnya. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga
dan sikap anak dalam menanggapi lingkungannya dapat menentukan keberhasilan pendidikan yang ditempuh. Agar anak dapat berhasil
dalam pendidikannya, maka harus diperhatikan segala sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan belajarnya.
b. Lingkungan Sekolah
Kemampuan belajar dimiliki manusia merupakan bekal yang membuka kesempatan luas untuk memperkaya diri dalam hal
pengetahuan dan kebudayaan. Karena manusia mampu untuk belajar maka dia berkembang, mulai dari lahir sampai mencapai umur tua.
Berdasarkan kesadaran tentang peranan proses belajar mengajar dalam kehidupan anak didik, masyarakat telah mendirikan suatu institut yang
mendampingi belajar sedemikian rupa, sehingga menghasilkan corak
perkembangan yang diharapkan. Institut ini disebut sekolah W.S Winkel, 1989:2.
Pendidikan di sekolah sebagai akibat dari pemenuhan akan pentingnya pendidikan, sekolah tidak hanya terdiri dari gedung saja
melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang pendidikan. Sekolah merupakan tempat anak didik belajar, mempelajari sejumlah
materi pelajaran. Oleh karena itu harus diciptakan lingkungan sekolah yang benar-benar dapat mendukung anak untuk belajar.
Menurut Roestiyah 1982:159-161, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang datang dari sekolah yaitu :
a. Interaksi guru dan murid.
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga
siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar.
b. Cara penyajian.
Guru pada jaman dulu biasa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat
saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar
mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Hubungan antar murid.
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada group yang saling
bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak tampak.
d. Standar pelajaran di atas ukuran.
Guru berpendidikan, untuk mempertahankan wibawanya, kadang memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa
kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata kuliahnya, guru semacam
itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang
berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan
siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
e. Media pendidikan.
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya
belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Kebanyakan
sekolah masih kurang dalam memiliki media jumlah maupun kualitasnya.
f. Kurikulum.
Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar- mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu
mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara
individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan pedoman perencanaan yang demikian.
g. Keadaan Gedung.
Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal di dalam
setiap kelas. h.
Waktu sekolah. Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan
penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk
sekolah di sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggung- jawabkan, karena anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk
sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran
masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik. i.
Pelaksanaan disiplin. Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga
mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Kurang bertanggung
jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh tidak ada sangsi. Hal mana dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk
mengembangkan motivasi yang kuat. j.
Metode belajar. Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini
perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu, termasuk pembagian waktu
untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus-menerus, karena besok akan ujian. Dengan belajar demikian
siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian
waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
k. Tugas rumah.
Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu
banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang
lain. c.
Lingkungan Masyarakat Siswa hidup di masyarakat. Hal demikian berarti siswa adalah
bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu siswa menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lainnya. Hubungan
tersebut terjadi dengan teman sebaya, dengan orang tua yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda. Menurut Roestiyah 1982:162, anak
perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu di jaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang
buruk. Perbuatan yang tidak baik mudah menular pada orang lain. Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
Keberadaan mass media dan televisi, serta banyak bacaan berupa buku-buku, novel, majalah, koran, kurang dapat
dipertanggungjawabkan secara pendidikan. Kadang-kadang anak asyik membaca buku yang bukan buku pelajaran, sehingga lupa akan tugas
belajar. Maka, bacaan perlu diawasi dan diseleksi. Televisi yang banyak menyajikan hiburan yang berupa film-film akan dapat
mengakibatkan anak untuk malas belajar dan moral bagi anak akan rusak misalnya adanya adegan kekerasan dan pemerkosaan. Hal ini
juga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan. Siswa banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga itu sendiri merupakan bagian dari masyarakat. Komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya, dapat memberikan
pengaruh yang baik atau pengaruh yang buruk bagi siswa. Pergualan yang salah dapat mengakibatkan siswa lupa atas tanggung jawab
sendiri seorang pelajar. Muhibbin Syah 1995:44, mengatakan bahwa kondisi sebuah
kelompok masyarakat yang berdomisili di kawasan kumuh dengan
kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tanpa fasilitas umum seperti sekolah dan lapangan olah raga telah terbukti menjadi
lahan yang subur bagi pertumbuhan anak-anak nakal. Anak-anak di lingkungan brutal memang tak mempunyai
alasan untuk tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila kedua orang tuanya kurang atau tidak berpendidikan. Dengan kondisi masyarakat
yang demikian akan berpeluang untuk mempengaruhi sikap anak. Anak dapat terseret pada kegiatan yang negatif yang dapat merusak
dirinya. Sementara itu di masyarakat yang lingkungan anak-anaknya
rajin belajar, dapat menjadi daya dorong terhadap siswa yang lain untuk rajin belajar. Roestiyah 1982:163 mengatakan bahwa di
lingkungan yang anak-anaknya rajin belajar, kemungkinan besar akan terpengaruh untuk rajin belajar tanpa disuruh. Anak akan merasa malu
jika mendapat prestasi yang rendah, jika teman-teman di sekitarnya mendapat prestasi belajar tinggi. Oleh karena itu anak akan berusaha
belajar keras agar tidak ketinggalan dengan teman-temannya. Apabila teman-teman di sekitarnya itu teman sekelasnya, anak dapat
mengadakan belajar bersama. Belajar bersama ini dimaksudkan agar ketinggalan mata pelajaran di kelas dapat diatasi.