10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula
sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas dalam pembelajarannya.
Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arend
1997, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistimatis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar.
Merujuk pemikiran Joyce 1992, fungsi model adalah “each model
guides us as we design instruction to help students achieve various
objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai
11
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
B. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning
Menurut Slavin dalam Solihatin 2007: 4,
Cooperative Learning
adalah suatu model pembelajaran tempat siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang,
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Rismiati 2007: 227
pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas pembelajaran yang
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi di dalam suatu kelompok dan masing-masing
peserta bertanggung jawab penuh atas aktivitas yang mereka jalani. Seperti yang dikemukakan oleh Slavin dalam Solihatin dkk 2007: 4-5.
Cooperative learning
lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model
cooperative learning
harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
secara terbuka dan hubungan yang bersifat
interpedensi
saling melengkapi yang efektif di antara anggota kelompok. Selain itu, Solihatin menyatakan
bahwa model pembelajaran
cooperative learning
menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil
optimal dalam belajar Solihatin 2007: 5.
12
Keberhasilan belajar menurut model belajar ini tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan
belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui
belajar dari teman sebaya dan dibawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap
materi yang dipelajari Solihatin, 2007: 5. Model pembelajaran
cooperative learning
merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan
sikap mereka sesuai dengan kehidupan di masyarakat. Dengan demikian, mereka dapat bekerja sama antarkelompok dalam meningkatkan motivasi,
produktivitas, dan perolehan belajar. Model
belajar
cooperative learning
mendorong peningkatan
kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain
dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi Solihatin, 2007: 5.
Dengan demikian
cooperative learning
dapat diartikan sebagai suatu metode pembelajaran dengan cara berkelompok. Dalam hal ini setiap anggota
memiliki tanggung jawab terhadap anggota kelompok yang lain dengan cara bekerja sama.
13
Dukungan teori konsruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky
menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang
lain membuka kesempatan bagi mereka mengevalusai dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan
mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individual ke
kooperatif, interaksi sosial, dan aktivitas sosiokultural. Dalam pendekatan konstruktivis Piaget, peserta didik mengonstruksi pengetahuan dengan
mentransformasikan, mengorganisasikan,
dan mereorganisasikan
pengetahuan dan informasi sebelumnya. Vygotsky menekankan peserta didik mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi
pengetahuan dipengaruhi oleh kultur di mana peserta didik tinggal. Kultur itu meliputi, bahasa, keyakinan, keahlianketerampilan.
Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajara sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Lie 2002, model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat
homo homini socius
. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Dialog interaktif interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat
14
penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya. Secara
umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan
guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang
bercirik an : 1 “memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat”
seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi denagan sesama; 2 pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka
yang berkompeten menilai. Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, menurut Sanjaya 2006: 244-255
,
pembelajaran kooperatif memiliki empat prinsip yaitu prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, dan partisipasi
komunikasi. 1.
Prinsip ketergantungan positif Dengan pembelajaran kooperatif, keberhasilan kelompok sangat
tergantung usaha setiap anggota kelompok dalam mengerjakan
15
tugasnya. Pembagian tugas didasarkan pada kemampuan masing- masing anggota kelompok. Ketergantungan positif artinya bahwa semua
tugas dapat terselesaikan karena adanya kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang memiliki
kemampuan lebih, diharapkan mau membantu anggota yang lain untuk melaksanakan tugasnya.
2. Tanggung jawab perseorangan
Keberhasilan kelompok tergantung pada anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
tugasnya dan memberikan yang terbaik bagi keberhasilan kelompoknya. 3.
Interaksi tatap muka Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang luas kepada
kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling mengajarkan dengan cara bekerjasama, menghargai setiap perbedaan,
memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan masing-masing.
4. Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk mampu melakukan partisipasi dan
komunikasi, siswa perlu dibekali kemampuan berkomunikasi. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
16
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdepedensi peserta
didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
reward
-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan
reward
mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Menurut Johnson Johnson dalam Lie 2002: 18 suasana belajar
cooperative learning
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana
belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Sementara menurut Slavin 1995: 9 model pembelajaran kooperatif juga
mempunyai kelemahan, diantaranya sebagai berikut: 1 memerlukan persiapan yang rumit untuk pelaksanaannya; 2 apabila terjadi persaingan
yang negatif maka hasilnya kurang maksimal; 3 apabila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompoknya dapat menyebabkan
usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya; 4 adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok.
Menurut Slavin 1995:10-11 metode
Student Team Learning
adalah teknik pembelajaran kooperatif. Dalam metode
Student Team Learning
, tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai
sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim. Tiga konsep penting dalam metode
Student Team Learning
adalah penghargaan bagi tim,
17
tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama. Metode tersebut dikembangkan menjadi beberapa variasi, antara lain:
1.
Student Team Achievement Division
STAD
Student Team Achievement Division
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa dalam
suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan
perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di
dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim menguasai materi tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang
materi itu. Pada waktu mengerjakan kuis, mereka tidak boleh saling membantu. Jawaban siswa dari kuis diberi skor. Skor siswa
diperbandingkan dengan skor rata-rata yang lalu mereka sendiri. Poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau
melampaui kinerja yang lalu. Poin tiap anggota ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat
diberi sertifikat atau penghargaan yang lain. 2.
Teams Games Tournament
TGT Dalam metode ini siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap
kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang. Guru memulai dengan mempresentasikan sebuah pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam
18
kelompok-kelompok untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok menuntaskan pelajaran tersebut. Dalam metode ini siswa
bertanding dengan anggota kelompok lain yang mempunyai kemampuan serupa. Dari turnamen inilah tiap anggota kelompok akan
mendapat skor yang akan disumbangkan pada kelompoknya. Kemudian skor-skor ini akan dirata-rata untuk menentukan skor kelompok. Skor
kelompok yang diperoleh akan menentukan penghargaan kelompok. 3.
Jigsaw
Dalam penerapan
Jigsaw
, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari atas 4 sampai 5 orang yang berbeda
tingkat kemampuan, ras, atau jenis kelaminnya. Masing-masing anggota kelompok diberikan tugas untuk mempelajari topik tertentu dari materi
yang diajarkan. Mereka bertugas menjadi ahli pada topik yang menjadi bagiannya. Setiap siswa dipertemukan dengan siswa dari kelompok lain
yang menjadi ahli pada topik yang sama. Mereka mendiskusikan topik yang menjadi bagiannya. Pada tahap tersebut setiap ahli dibebaskan
mengemukakan pendapatnya, saling bertanya dan berdiskusi untuk menguasai bahan pelajaran. Setelah menguasai materi yang menjadi
bagiannya, para ahli tersebut kembali ke kelompoknya masing-masing. Mereka bertugas mengajarkan topik tersebut kepada teman-teman
sekelompoknya. Kegiatan terakhir dari
Jigsaw
adalah pemberian kuis atau penilaian lain untuk seluruh topik. Penilaian dan penghargaan
19
kelompok didasarkan pada peningkatan nilai individu sama seperti
Student Team Achievement Division
STAD
.
4.
Team Accelerated Instruction
Dalam penerapan penelitian kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 sampai 6 siswa yang heterogen.
Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam dan mempresentasikan laporannya kepada
seluruh kelas. Tahap kegiatan yang dilakukan dalam Penelitian Kelompok
yaitu pemilihan
topik, perencanaan
kooperatif, implementasi, analisis, sintesis, dan presentasi hasil final.
C. Pendekatan Kooperatif Tipe STAD