Usaha Mikro Permintaan LPG (Liquefied Petroleum Gas) Pedagang Martabak Kaki Lima dan Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor

18 Tujuan dari kebijakan konversi minyak tanah menjadi LPG adalah dalam rangka : 1. Melakukan diversifikasi pasokan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak BBM, khususnya minyak tanah. 2. Melakukan efisiensi anggaran pemerintah karena penggunaan LPG lebih efisien dan subsidinya relatif lebih kecil daripada subsidi minyak tanah. 3. Menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih, dan efisien untuk rumah tangga dan usaha mikro. Program konversi minyak tanah menjadi LPG dilaksanakan secara bertahap dari tahun 2007-2010 dengan jumlah total Kepala Keluarga KK terkonversi adalah 42 020 000 KK Pertamina, 2007. Program konversi minyak tanah menjadi LPG dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Program Konversi Minyak Tanah menjadi LPG di Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun KK terkonversi tahun berjalan Wilayah 2007 3 500 000 Jawa-Bali Palembang 2008 12 500 000 Medan, Pekanbaru, Sumsel, Jawa-Bali, Balikpapan, Makassar 2009 13 251 516 Seluruh Jawa-Bali 2010 12 768 484 Luar Jawa Sumber : PERTAMINA 2007

2.3 Usaha Mikro

Badan Pusat Statistik 1999 membagi usaha industri pengolahan di Indonesia menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, yaitu: 1. Industri dan Dagang Mikro ID-Mikro, adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara satu sampai empat orang. 19 2. Industri dan Dagang Kecil ID-Kecil, adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara lima sampai 19 orang. 3. Industri dan Dagang Menengah ID-Menengah, adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang. 4. Industri dan Dagang Besar ID-Besar, adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja 100 orang lebih. Menurut Bank Indonesia 2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 000 000.00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 000 000.00 tiga ratus juta rupiah. Menurut Kementerian Koperasi, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 000 000.00 seratus juta rupiah per tahun, dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50 000 000.00 lima puluh juta rupiah. Adapun ciri-ciri usaha mikro adalah sebagai berikut: 1. Jenis barangkomoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti; 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat; 3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; 4. Sumber daya manusianya pengusahanya belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai; 5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah; 20 6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank; 7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. Beberapa contoh usaha mikro adalah sebagai berikut : 1. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya; 2. Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat; 3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dan lain-lain; 4. Peternak ayam, itik dan perikanan; 5. Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit konveksi.

2.4 Pedagang Kaki Lima