I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikrofungi merupakan mikroorganisme tidak berklorofil dan memiliki sifat saprofit yang berperan penting dalam lingkungan perairan, yaitu sebagai
dekomposer atau pengurai bahan organik yang berasal dari mahluk hidup yang telah mati Wong et al. 1998. Mikroorganisme ini menggunakan hifa untuk
melekat pada bahan organik tersebut yang kemudian akan didekomposisi menjadi bahan anorganik. Bahan organik yang diuraikan oleh mikroorganisme
dekomposer ini merupakan nutrien yang akan digunakan untuk produksi biomassa mikrofungi itu sendiri. Kemampuan dalam memanfaatkan dan menguraikan
mahluk hidup yang telah mati tersebut menyebabkan mikrofungi berfungsi dalam regenerasi material yang terurai serta berperan dalam siklus karbon, nitrogen, dan
fosfat di lingkungan perairan danau, sungai, ataupun perairan tawar lainnya Davidson et al. 1996; Sigee, 2004.
Mikrofungi perairan tawar memiliki jenis yang beragam. Lebih dari 600 spesies sudah diidentifikasi pada daerah temperate Wong et al. 1998, sedangkan
di daerah tropis, penelitian dan eksplorasi fungi masih relatif minim. Penelitian untuk mengungkapkan biodiversitas fungi, khususnya penemuan fungi jenis baru
di Indonesia masih dimungkinkan Ilyas et al. 2006. Salah satu contoh perairan tawar di Indonesia yang belum diketahui keanekaragaman hayati fungi
akuatiknya adalah Telaga Warna. Danau ini terletak di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 6
o
42’LS;106
o
,59’BT dengan ketinggian sekitar 1400 m dpl Wardiatno et al. 2003. Perairan alami ini berbentuk elips mendekati bundar
dengan luas permukaan sebesar 1,04 ha dan kedalaman maksimum 7,8 m Pratiwi et al
. 2006. Telaga Warna merupakan bagian dari kawasan konservasi cagar alam dan taman wisata alam, sehingga dimungkinkan memiliki potensi
mikrofungi yang dapat dikembangkan. Setiap fungi di alam memiliki peran dan potensi yang berbeda karena
setiap jenisnya memiliki keunikan sifat dan karakteristik tersendiri. Beberapa jenis fungi diketahui memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena diperlukan dalam
kegiatan industri. Potensi ekonomi fungi tersebut di antaranya adalah sebagai
obat-obatan Zhigiang, 2005 in Paulus, 2006, agen bioleaching Kisielowska dan
Kasi ńska-Pilut, 2005, penyubur lahan, biopestisida, penghasil enzim, dan bahan
organik aktif lainnya Harman et al. 2004 in Gil, 2006, serta obyek menarik dalam penelitian genetika Ilyas et al. 2006.
Dewasa ini mikrofungi banyak dikembangkan dalam pengolahan limbah secara biologis. Hal ini sejalan dengan meningkatnya limbah yang berasal dari
kegiatan manusia, sehingga diperlukan metode yang tepat dalam penanganan limbah. Limbah banyak mengandung bahan organik seperti protein, karbohidrat,
lemak, dan bila dibuang langsung ke perairan umum dapat menimbulkan pencemaran. Limbah tersebut di antaranya berasal dari industri rumah tangga,
misalnya industri pembuatan tahu Saubani, 2006. Limbah yang dihasilkan industri tahu berupa limbah padat dan cair. Limbah padat dapat ditanggulangi
dengan memanfaatkannya sebagai bahan pembuat oncom dan bahan makanan ternak Dhahiyat, 1990, sedangkan limbah cair whey kebanyakan dibuang
langsung ke sungai atau badan air lainnya Warisno, 1994; Rubiyanto, 2000. Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang kompleks serta karbon dan N
yang tinggi. Hal ini akan menurunkan tingkat kualitas air dan akhirnya berdampak buruk pada ekosistem air yang menerimanya bila limbah cair yang
diterima di perairan melebihi kemampuan daya pulih lingkungan perairan tersebut.
Bahan organik yang kompleks tersebut dapat diuraikan oleh fungi menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana yang selanjutnya dapat meningkatkan
kesuburan perairan, serta sebagian bahan-bahan organik tersebut digunakan untuk kolonisasi mikrofungi itu sendiri. Pemanfaatan mikrofungi dalam pengolahan
limbah dikenal dengan istilah bioremediasi Gadd, 1993 in Ahmad, 2005. Proses bioremediasi didasari oleh dekomposisi bahan organik di biosfer yang dilakukan
oleh bakteri dan fungi heterotrofik, yang memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami sebagai sumber karbon dan energi. Penggunaan
mikrofungi dalam pengolahan limbah menjadi salah satu alternatif yang menarik untuk dikembangkan karena penanganannya efisien dan efektif Zhang et al.
2007.
1.2. Perumusan masalah