Pertumbuhan yang menurun atau declining phase akan terjadi bila ketersediaan nutrien tidak cukup atau kondisi lingkungan tidak sesuai. Apabila
kondisi yang tidak sesuai tersebut tetap berlangsung, maka pertumbuhan akan terus berlanjut hingga fase stasioner, serta dapat berlanjut pada fase kematian.
Pertumbuhan mikrofungi ditentukan oleh keberadaan bahan organik sebagai salah satu sumber nutrien. Apabila ketersediaan bahan organik yang
dapat dimanfaatkan untuk nutrien tidak mencukupi, maka fungi akan menggunakan nitrogen anorganik sebagai sumber nutrisinya. Nitrogen anorganik
yang dapat dimanfaatkan oleh mikrofungi adalah nitrat Gunderson, 1967. Pada penelitian ini, diduga senyawa N anorganik yang terdapat pada media belum
dimanfaatkan oleh mikrofungi. Pertumbuhan mikrofungi, selain ditentukan oleh keberdaan nutrien yang
tersedia pada media, juga dipengaruhi oleh pH, suhu, dan oksigen Van Leeuwen, 2003. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH media berada dalam kisaran asam.
Kondisi tersebut sebenarnya sesuai untuk pertumbuhan fungi, karena fungi lebih menyukai pH rendah atau dalam kondisi asam, yaitu berkisar antara 4–6 Sigee,
2004. Selain itu, mikroorganisme seperti fungi dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas. Bagi kebanyakan spesies saprofitik berkisar antara 22 sampai 30°C,
dan suhu yang terukur pada media berada pada kissaran tersebut, yaitu antara 27,83 hingga 30
o
C. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah DO. Oksigen terlarut pada penelitian ini mengalami penurunan setiap harinya, dengan
kisaran konsentrasi antara 0,20–0,09 mgl. Nilai DO kurang dari 2 mgl menyebabkan terjadinya kondisi yang anaerob Gray, 2004. Rendahnya DO
mungkin menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya pertumbuhan bagi mikrofungi jenis tertentu, dan bahkan mengalami kematian. Pada rentang DO
yang sama, jenis AS mungkin tidak dapat hidup pada kondisi yang anaerob, sementara jenis PR dan PV dapat mentolerir keadaan tersebut tanpa tergganggu
metabolismenya, sedangkan jenis CA masih dapat bertahan pada kondisi yang anaerob; namun dengan pertumbuhan yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Panasenko 1967 yang menyatakan bahwa keberadaan oksigen yang minim, bagi beberapa jenis mikrofungi, dapat ditolerir.
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pertumbuhan mikrofungi pada limbah cair tahu juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu ketersediaan
oksigen terlarut. Dengan demikian, selain terjadinya kompetisi dalam memanfaatkan nutrien antara mikrofungi uji dan mikroorganisme lainnya,
keberadaan oksigen juga mempengaruhi pertumbuhan.
V. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Isolat mikrofungi yang didapatkan dari Perairan Telaga Warna pada musim kemarau adalah jenis Mucor hiemalis, Mucor plumbeus, Mucor
substilissimus, Abisidia spinosa, Aspergillus niger, Aspergillus conicus, Penicillium viridicatum, Penicillium rugulosum, Trichoderma koningii,
Acremonium strictum, Cephalosporium acremonium. Sedangkan yang ditemukan pada musim hujan adalah Mucor rouxianus, Mucor ramannianus, Mucor
genevensis, Mucor jansseni, Mucor pussilus, Rhizopus cohnii, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Penicillium rugulosum, Cephalosporium acremonium,
Penicillium citrinum, Penicillium urticae, Penicillium spinulosum, Aspergillus amstelodami, Monilia humicola.
Mikrofungi jenis Penicillium viridicatum, dan Penicillium rugulosum, mampu menurunkan kandungan bahan organik pada limbah cair tahu dalam
waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan mikrofungi jenis Abisidia spinosa, Acremonium strictum, Cephalosporium acremonium.
5.2. Saran
Perlunya penelitian lanjutan mengenai luasan inokulan mikrofungi yang
digunakan dalam mereduksi bahan organik. Penerapan mikrofungi untuk mereduksi bahan organik dapat diujikan pada skala yang lebih besar, apabila ingin
diaplikasikan untuk pengolahan limbah. Selain itu, mikrofungi uji yang terbaik dalam menurunkan bahan organik pada penelitian ini dapat diujikan pada jenis
limbah yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I., S. Zafar, F. Ahmad. 2005. Heavy metal biosorption potential of
Aspergillus and Rhizopus sp. isolated from wastewater treated soil. Journal
of Applied Science and Environmental Management. 9: 123 – 126. [APHA] American Public Health Association. 1976. Standard methods for the
examination of Wwater and wastewater. 4th edition. American Public Health Association, Washington DC. 1193 p.
Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture warmwater fish ponds. 1
st
printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 482 p.
Buchalo, A.S., E.Nevo, S.P. Wasser, A.Oren, H.P. Molitores. 1998. Fungal life in the extermerly hypersaline water of the Dead Sea: first records.
Proceeding of Royal Society London. 265: 1461-1465. Buss, L.W. 1983. Evolution, development, and the units of selection.
Proceeding of National Academy Science USA. 80: 1387-1391. Dhahiyat, Y. 1990. Kandungan limbah cair pabrik tahu dan pengolahannya
dengan eceng gondok Eichhornia crassipes Mart Solms.. Tesis tidak dipublikasikan. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Davidson, F.A., B.D. Sleeman, A.D.M. Rayner, J.W. Crawford, K. Ritz. 1996. Context-dependt macroscopic patterns in growing and interacting mycelial
networks. Proceeding of Royal Society London. 263: 873-880.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.
Fassatiová, O. 1986. Mould and filamentus fungi in technical microbiology. Churchill Livingstone Publ. Edinburgh, Great Britain. 217 p.
Gandjar I, W. Sjamsuridzal, A. Oetari. 2006. Mikologi dasar dan terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 238 p.
Gil, V. S., S. Pastor, G.J. March. 2007. Quantitative isolation of biocontrol agents Trichoderma spp., Gliocladium spp. and actinomycetes from soil
with culture media in press. Microbiology Research. Elsevier. 10 p Gilman, J. C. 1945. A Manual of soil fungi. The Iowa State College Press. Florida.
392 p. Gray, N.F. 2004. Biology of wastewater treatment. 2
nd
edition. Imperial college press. University of Dublin, Ireland. 1395 p.