1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
ASI pertama kali yang diberikan kepada bayi yang disebut dengan kolostrum, banyak
mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin A IgA yang berfungsi melindungi bayi dari penyakit infeksi. Kolostrum
keluar pada hari pertama sampai ketiga mengandung zat kekebalan untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan
atas, diare, dan penyakit infeksi lainnya. Zat imun ini membentuk benteng pertahanan di tempat yang paling berisiko di daerah yang terserang
kuman, yaitu selaput lendir pada paru-paru, tenggorokan, dan usus
Puwanti Muwakhidah, 2012.
Kolostrum yaitu cairan berwarna kekuningan yang encer, atau dapat pula jernih, lebih menyerupai darah daripada air susu biasa, sebab
mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih dan dapat membunuh kuman penyebab penyakit Roesli, 2008. Kolostrum yang
diproduksi sangat bervariasi, tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran, walaupun sedikit namun cukup memenuhi semua
kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi. Disamping itu, kolostrum juga mengandung protein, vitamin A,
karbohidrat dan lemak yang rendah Departemen Kesehatan RI, 2008.
2
Widjaja 2005, mengatakan bahwa komposisi gizi ASI yang paling baik adalah tiga hari pertama setelah lahir yang dinamakan
kolostrum. Astri dan Dian 2011 juga menambahkan bahwa kolostrum ialah cairan kaya nutrisi yang dihasilkan oleh ibu segera setelah
melahirkan, yang sangat penting untuk kekebalan tubuh, pertumbuhan dan faktor perbaikan jaringan. Cairan ini adalah cairan biologis kompleks,
yang membantu dalam pengembangan kekebalan pada bayi baru lahir. Kolostrum juga berisi sejumlah zat yang signifikan dari komponen
pelengkap yang bertindak sebagai agen anti-mikroba alami untuk secara aktif merangsang pematangan sistem kekebalan tubuh bayi.
Kolostrum memiliki kekuatan yang luar biasa dalam perbaikan dan pertumbuhan kemampuan otot skeletal. Sebuah jurnal penelitian telah
menunjukkan bahwa kolostrum adalah satu-satunya sumber alami dari dua faktor pertumbuhan utama, yaitu mengubah faktor pertumbuhan alfa dan
beta, dan insulin-like growth faktor 12. Faktor pertumbuhan ini memiliki efek terhadap karakteristik otot dan memperbaiki tulang rawan yang lebih
signifikan. Faktor pertumbuhan dari kolostrum juga memiliki beberapa efek regeneratif yang meluas ke seluruh sel tubuh struktural, seperti usus
dan lain-lain Okubondu, 2002. Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI mengatakan, tidak satupun
susu formula dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari kolostrum, yaitu ASI yang dihasilkan
selama beberapa hari pertama setelah kelahiran. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu-minggu pertama
3
mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya. ASI merupakan makanan yang penting bagi bayi. Namun, seiring dengan
kuatnya budaya dan kepercayaan, banyak sekali hal yang mempengaruhi pemberian Kolostrum pada bayi sesaat setelah dilahirkan. Kebanyakan,
mereka beranggapan bahwa ASI yang petama kali keluar, berwarna kekuningan, sangat kental, dianggap susu basi yang tidak layak untuk
diberikan kepada bayinya. Standard Internasional World Health Organitation WHO tahun
2007 merekomendasikan, semua bayi perlu mendapat kolostrum ibu menyusui satu jam pertama untuk melawan infeksi yang diperkirakan
menyelamatkan satu juta nyawa bayi. Lebih dari 90 ibu-ibu membuang kolostrum dan memberikan makanan padat dini. Pembuangan kolostrum
tersebut menyebabkan kematian neonatus Hananto,2003 dalam Kurniawati, Novita.dkk, 2010. Adapun proporsi bayi yang diberi ASI
pada hari pertama paling rendah 51 untuk bayi yang dilahirkan dengan pertolongan dokter bidan, dan tertinggi 6 untuk bayi lahir tanpa
pertolongan orang awam, dan rata-rata lamanya pemberian ASI ekslusif hanya 1,7 bulan. Strategi Nasional PPASI, 2007.
Pemberian Kolostrum memiliki beberapa dampak yang signifikan terhadap Angka Kematian Bayi dan Anak. World Health organization
WHO menunjukan ada 170 juta anak mengalami gizi kurang di seluruh dunia. Sekitar 3 juta anak meninggal tiap tahun karena kurang gizi. Angka
Kematian Bayi yang cukup tinggi ini dapat dihindari dengan pemberian ASI dan kolostrum. Meski penyebab langsung kematian bayi umumnya
4
penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan akut, diare, dan campak, tetapi penyebab yang mendasari pada 54 kematian bayi adalah
gizi kurang Pitri, 2009. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, di Indonesia hanya
4 bayi mendapat ASI dalam satu jam pertama, padahal hampir semua bayi 96,5 di Indonesia pernah mendapatkan ASI. Sebanyak 8 bayi
baru lahir mendapat kolostrum setelah melahirkan dalam 1 jam dan 53 bayi mendapat kolostrum. Target pemberian kolostrum adalah 80.
Artinya, angka pemberian kolostrum belum memenuhi target. Survey Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2007, di
daerah Jawa Barat proporsi anak yang diberi ASI dalam satu jam setelah lahir adalah 46,9 dan yang diberi ASI dalam satu hari pertama sejak
lahir 60,2 . Mengenai median lamanya pemberian ASI eksklusif di Jawa Barat adalah 1,2 bulan. Hal ini menunjukkkan bahwa minuman dan
makanan pendamping ASI sudah mulai diberikan secara dini daripada ASI pertama kali kolostrum yang dianjurkan Dinkes Kota Bogor , 2009.
Hasil survey yang dilakukan peneliti di Wilayah kerja Puskesmas Pisangan, dari sepuluh ibu yang dilakukan wawancara, enam diantaranya
mengatakan telah memberikan kolostrum kepada bayinya. Namun, empat ibu diantaranya mengatakan tidak memberikan kolostrum. Dari keenam
ibu yang telah memberikan kolostrum mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi tentang pemberian kolostrum dari Bidan dan
tenaga kesehatan yang menolong pada saat persalinan . Selain itu,
5
dukungan keluarga dan pengalaman menyusui sebelumnya serta mengetahui manfaat kolostrum menjadi alasan bagi mereka untuk dalam
memberikan kolostrum. Sedangkan ibu-ibu yang tidak memberikan ASI segera setelah melahirkan mengatakan alasan tidak memberikan kolostrum
karena jumlah ASI yang tidak memadai, keluarga yang memberikan informasi bahwa kolostrum adalah susu basi, serta
belum mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya dan mengetahui manfaat dari kolostrum.
Hasil wawancara dengan petugas kesehatan bagian Gizi di puskesmas Pisangan mengatakan bahwa angka pemberian kolostrum
masih dibawah target. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan ibu yang masih rendah dan rasa keingintahuan yang kurang kuat. Kebanyakan dari
ibu menyusui belum mengetahui tentang kolostrum, manfaat, serta dampak dari tidak diberikan kolostrum. Akibatnya, angka Gizi buruk
masih banyak dan angka kejadian infeksi dan diare cenderung tinggi.
B. Rumusan Masalah