menimbulkan hubungan emosional, dimana hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi.
Sebagaimana adanya sosial yang tetap maka dengan sendirinya orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak. Begitu pula
halnya corak hubungan orang tua dengan anak akan menentukan proses sosialisasi serta perkembangan kepribadiannya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Fels Research Institute Vembriarto, 1984 dalam Narwoko dan Suyanto dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu :
1. Pola menerima-menolak. Pola ini didasarkan atas taraf kemesraan
orang tua terhadap anak; 2.
Pola memiliki-melepaskan. Pola ini bergerak dari sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang over-
protective dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali; dan
3. Pola demokrasi-otokrasi. Pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak
dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan
dalam pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu,anak dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga Narwoko dan
Suyanto, 2007: 92-93. Kaitan dari pembahasan mengenai respon serta orang tua, maka respon
orang tua adalah suatu sikap dari orang tua yang berwujud baik sebelum pemahaman yang di dapat ataupun pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka
serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
2.1.3 Anak
Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. Anak merupakan generasi penerus cita-cita
bangsa yang dipersiapkan untuk dapat menggantikan para pendahulunya. Oleh sebab itu, agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, anak perlu
mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Didalam UU RI No. 23 Tahun 2002 pasal 1 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk
anak yang ada di dalam kandungan. Sedangkan menurut UU Kesejahteran Anak di dalam pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berusia 21
tahun atau yang belum menikah. Anak adalah manusia yang masih kecil, dan bukan pula orang yang
disebut dewasa. Didalam kehidupannya anak patut memiliki kesejahteraan yaitu suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan kehidupan secara
wajar, baik secara jasmani maupun secara rohani dan sosial. Anak merupakan harapan bangsa dan orang tua akan selalu berusaha agar anak mereka menjadi apa
yang diinginkan dengan memberikan selurunya yang ada pada orang tua, yang akan diberikan kepada anaknya.
Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menujukkan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Menurut the Minimum Age Convention nomor 138 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15
tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the rights of the Child 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun
1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0
sampai dengan 18 tahun Huraerah, 2012: 31. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
menyatakan bahwa anak adalah anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan menurut
Undang-undang Perlindungan Anak, hak-hak anak adalah sebagai berikut: a.
Berhak mendapatkan hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan
c. Berhak memproleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spritual, dan sosial. d.
Berhak memproleh pendidikan e.
Berhak menyatakan pendapatnya informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan. f.
Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berrekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat,
bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. g.
Berhak memproleh perlindungan dari sasaran penganiyaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukum yang tidak manusiawi.
2.1.4 Anak Binaan