BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tenaga kerja
Menurut Darwis 1991 dalam Wahyuni 2008, tenaga kerja kehutanan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu tenaga kerja hutan dan tenaga kerja
industri kehutanan. Adapula sebagian pengamat memasukkan pengelola sebagai bagian dari pekerja atau tenaga kerja hutan. Tenaga kerja adalah faktor utama
dalam suatu proses produksi kehutanan. Selain kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, pekerja kehutanan harus mengerti bahwa
secanggih apapun suatu peralatan kehutanan apabila kegiatan perawatan dan pemeliharaan tidak memadai, maka kecanggihan peralatan tersebut menjadi tidak
berarti bahkan dapat menimbulkan kecelakaan. Menurut Dumairy 1996 dalam Wahyuni 2008, untuk keperluan analisis
ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi
tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batas-batas usia kerja berbeda-beda antara negara yang satu dan negara lain. Batas usia kerja
yang dianut oleh Indonesia adalah minimal 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Menurut Westerman et al., 1989 dalam Barus 2003, perencanaan
tenaga kerja dapat didefenisikan sebagai suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan-keperluan tenaga kerja, baik secara kuantitas maupun kualitas, untuk
suatu periode waktu yang pasti dan menentukan bagaimana keperluan-keperluan ini dapat dipenuhi. Perencanaan tenaga kerja mendorong berkembangnya suatu
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana manusia bertingkah laku di dalam suatu organisasi, suatu latihan yang bermanfaat di dalam dirinya sendiriditinjau
dari segi hubungan tenaga kerja. Kemampuan suatu perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada sejauh mana perusahaan telah memperkirakan dan
mengendalikan biaya yang diperuntukkan bagi upaya rekrutmen dan pembinaan tenaga kerja telah dilakukan.
Menurut Wirakartakusumah 1999 dalam Wahyuni 2008, kelompok usia muda 15-29 tahun masih mewarnai kelompok terbesar dalam struktur
tenaga kerja Indonesia. Pada sisi lain dilihat dari jenis kelamin, jumlah tenaga kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Diduga
fenomena ini terjadi antara lain disebabkan faktor hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dengan menggunakan tingkat pendidikan yang
ditamatkan sebagai indikator mutu pekerja. Jika tingkat pendidikan berkorelasi dengan keterampilan skill dan produktivitas, kondisi ini menunjukkan bahwa
sebagian pekerja Indonesia merupakan pekerja unskilled dan rendah produktivitasnya. Untuk mencapai tingkat keterampilan yang diperlukan,
dibutuhkan banyak pelatihan bagi calon pekerja. Hal ini ditambah lagi dengan masalah relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia pekerjaan, yang mana
selama ini ditunjukkan dengan adanya keluhan dari dunia kerja bahwa lulusan- lulusan dunia pendidikan sama sekali belum siap untuk memasuki dunia kerja.
2.2 Kepuasan Kerja