Definisi dan Jenis Daging Kualitas Daging

7 II TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging sapi

Daging sapi merupakan bahan pangan asal hewan yang diperoleh dari pemotongan hewan sapi. Sapi adalah hewan ternak dari familia Bovidae dan subfamilia Bovinae 5 . Berdasarkan jenis produk utama yang dihasilkannya, sapi digolongkan menjadi dua, yaitu sapi perah dan sapi potong. Sapi perah merupakan sapi yang diternakkan untuk menghasilkan susu. Sedangkan sapi potong merupakan sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya.

1. Definisi dan Jenis Daging

Menurut Lawrie 2003, daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Daging seringkali disalahartikan dengan karkas, padahal keduanya memiliki definisi yang berbeda. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas merupakan daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Daging yang dimaksud di sini adalah daging hewan yang dapat dimakan, seperti daging sapi, domba, kelinci, kerbau, dan lain-lain. Daging sapi Bahasa Inggris: beef adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang umum digunakan untuk keperluan konsumsi pangan. Astawan 2006 menjelaskan bahwa berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: 1 daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, 2 daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan daging dingin, 3 daging segar yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan daging beku, 4 daging masak, 5 daging asap, dan 6 daging olahan. Seekor sapi, terdiri dari berbagai macam jenis bagian daging berdasarkan potongannya. Bagian-bagian daging dan letaknya pada sapi dapat dilihat dalam Lampiran 1.

2. Kualitas Daging

Daging merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi. Oleh karena itu, kualitas daging sapi merupakan faktor utama yang diperhatikan dalam proses pengembangbiakan ternak sapi hingga proses pengolahan daging sapi. Menurut 5 http:www.id.wikipedia.orgsapi.htm. diakses tanggal 30 Desember 2007 8 Astawan 2006, kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum antemortem dan setelah postmortem pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif hormon, antibiotik, dan mineral, serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, lemak intramuskular marbling, metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Kualitas daging juga dapat dinilai dari penampakannya yang mengkilap dan tidak pucat tingkat kesegaran, tidak berbau asam atau busuk, daging elastis atau sedikit kaku tidak lembek. Jika dipegang, masih terasa basah, tetapi tidak lengket di tangan. Salah satu indikator kualitas daging sapi lainnya adalah warna. Menurut Lawrie dalam Nurwahid 1996, banyak faktor yang mempengaruhi warna daging termasuk pakan, spesies, jenis hewan, umur, jenis kelamin, stres tingkat aktifitas dan tipe otot, pH, dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat menjadi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Astawan 2006 menambahkan bahwa warna daging sapi yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang merah ceri bila daging dibiarkan terkena oksigen. Perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat reversible dapat balik. Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi cokelat dan bersifat irreversible. Kualitas daging sapi juga dapat dilihat dari tingkat kekerasan atau kekenyalan daging. Daging sapi yang berkualitas baik merupakan daging yang elastis atau sedikit kaku tidak lembek. Soeparno dalam Nurwahid 1996 menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kekenyalan daging adalah proses pelayuan. Dalam proses pelayuan, apabila proses rigor 9 mortis otot daging yang panjang dan kaku yang terjadi saat glikolisis pascamati belum selesai dan daging terlanjur dibekukan, maka akan terjadi penurunan kualitas daging. Penurunan kualitas tersebut adalah daging mengalami proses cold-shortening pengkerutan dingin ataupun thaw rigor kekakuan akibat pencairan daging pada saat thawing. Hal ini akan menyebabkan daging menjadi tidak empuk alot.

3. Penanganan Pasca Pemotongan Sapi