lembaga pemerintah, Bulog memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional. Secara implisit, artinya Bulog diharuskan untuk membuat kebijakan
yang berpihak kepada konsumen tetapi tidak merugikan produsen. Tabel 6. Perkembangan Pengadaan dan Penyaluran Beras oleh Bulog
Tahun 2000 sampai 2006 ton
Pengadaan Tahun
Gabah Beras Setara
Beras Penyaluran
Beras Keterangan
2000 711 297 1 726 690
2 174 807 2 548 677 -
2001 2 768 598
274 171 2 018 388
3 409 248 - 2002
2 827 007 350 594
2 131 608 2 618 051 -
2003 2 743 050
225 972 2 008 954
2 335 294 - 2004
2 945 570 181 989
2 096 610 2 411 586 -
2005 2 094 935
199 434 1 529 718
2 232 151 - 2006
866 838 799 739
1 350 181 1 297 152
Penyaluran RASKIN
Sumber : BULOG, 2006 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah pengadaan dan penyaluran beras
cenderung berfluktuasi. Jumlah penyaluran beras tertinggi dari data tahun 2000 sampai 2006 adalah pada tahun 2001 sebesar 3 409 248 ton. Jumlah penyaluran
terendah pada tahun 2006 karena jumlah tersebut hanya data penyaluran untuk RASKIN saja belum secara total, yaitu sebesar 1 297 152.
2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Perberasan
Intervensi pemerintah dalam sektor beras di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang, karena sejak awal beras merupakan pusat perhatian serta kebijakan
pemerintah. Menurut catatan sejarah, kebijakan pangan dan gizi di Indonesia telah ada sejak masa Pemerintahan Sunan Amangkurat I 1645-1677, yang pada tahun
1655 melarang ekspor beras ke luar Jawa sebagai akibat adanya kekeringan yang
luar biasa. Walaupun kemudian harga beras berfluktuasi secara tajam dan cenderung naik, impor beras pertama ke Jawa baru terjadi pada tahun 1847. Sejak
itu, arus perdagangan beras bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada kondisi produksi beras domestik Wahab dan Gonarsyah, 1989. Dimulai dari tahun 1960-
an, dimana Indonesia sebagi pelopor revolusi hijau sampai akhirnya berhasil berswasembada beras pada tahun 1984. tetapi swasembada beras ini hanya
bertahan sampai tahun 1993 dan Indonesia perlu mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk akan beras. Kebijakan terus dilakukan
pemerintah mulai dari subsidi input, kebijakan harga sampai kebijakan impor untuk mengatasi permasalahan perberasan di Indonesia.
Kebijakan perberasan nasional merupakan suatu paket kebijakan yang terdiri dari 5 elemen kebijakan seperti yang tertuang dalam INPRES No. 13
TAHUN 2005 tentang kebijakan perberasan. Yaitu elemen peningkatan produksi, elemen diversifikasi, elemen kebijakan harga, elemen kebijakan impor dan elemen
distribusi beras untuk keluarga miskin RASKIN. Kebijakan tersebut dibuat guna melindungi petani dan konsumen dari dampak negatif perdagangan internasional.
Pada hakekatnya terdapat tiga aspek yang saling berkaitan dalam kebijakan pangan dan gizi yaitu aspek produksi, distribusi dan konsumsi Wahab dan
Gonarsyah, 1989.
2.2.1. Kebijakan Harga
Kebijakan harga beras di Indonesia pertama kali diajukan secara komprehensif dan operasional oleh Mears dan Afiff 1969. Falsafah dasar
kebijakan tersebut berisikan beberapa komponen sebagai berikut : 1 menjaga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang produksi, 2 perlindungan harga