Dekonstruksi pada Paradoxa tentang Keselibatan Yesus

Yesus, sedangkan Doxa mewakili kelompok yang menjadi oposisi terhadap Orthodoxa. Kedua kelompok inilah yang akan kita jadikan dua poros berlawanan atau oposisi biner dalam proses dekonstruksi. Dari pertentangan antara Orthodoxa dan Doxa maka akan timbul Paradoxa tentang Yesus dan Maria Magdalena.

3.2.1 Dekonstruksi pada Paradoxa tentang Keselibatan Yesus

Paradoxa Orthodoxa Doxa Keselibatan Yesus ...the mortal prophet Jesus was a divine being... Brown, 2003: 264 The Last Supper practically shouts the at the viewer that Jesus and Magdalene were a pair. Brown, 2003: 264 The marriage of Jesus and Mary Magdalene is part of the historical record. Brown, 2003: 265 ”Moreover, Jesus as a married man makes infinitely more sense than our standard blibical view of Jesus as a bachelor.” ”Why?” Sophie asked. ”Because Jesus was a Jew,” Langdon said, taking over while Teabing searched for his book, ”and the social decorum during that time virtually forbid a Jewish man to be unmarried. According to Jewish custom, celibacy was condemned, and the obligation of a Jewish father was to find a suitable wife for his son. If Jesus was not married, at least one of the Bible’s gospels would have mentioned it and offered some explanation for His unnatural state of bachelorhood.” Brown, 2003: 265 Menyikapi Paradoxa tentang keselibatan Yesus ini, Orthodoxa berpendapat bahwa: Yesus itu divine being; divine being berarti selibat. human being human being menikah Akan tetapi Doxa mendekonstruksi argumen Orthodoxa dengan menangguhkan kata divine being dan kata selibat dengan menyilangnya lalu menggantinya dengan human being dan menikah. Jadi, argumen mereka bisa dibaca menjadi: Yesus itu human being dan human being itu menikah. Menurut Doxa, Yesus menikah dengan Maria Magdalena, hal tersebut tertuang dalam gambar The Last Supper karya Leonardo Da Vinci. Pada lukisan tersebut, digambarkan bahwa Yesus adalah pasangan Maria Magdalena. Pakaian yang mereka kenakan berwarna sama akan tetapi berkebalikan. Yesus mengenakan jubah merah dan mantel panjang biru; Maria Magdalena mengenakan jubah biru dan mantel merah. Pada gambar tersebut Yesus dan Maria Magdalena tampak sangat berdekatan dan saling bersandar satu sama lain. http:en.wikipedia.orgwikiFile:Última_Cena_-_Da_Vinci_5.jpg Argumen mereka diperkuat dengan ungkapan bahwa Yesus itu orang Yahudi. Bagi orang Yahudi, keselibatan adalah sesuatu yang dilarang. Menurut adat Yahudi, tidak menikah itu terkutuk, dan kewajiban seorang ayah Yahudi adalah mencarikan istri yang pantas bagi anak lelakinya. Jika Yesus tidak menikah, paling tidak salah satu Injil akan mengatakannya dan memberikan beberapa penjelasan tentang kelajangannya. Dekonstruksi doxa terhadap keselibatan Yesus ini berdasar pada Injil Filipus Duchane, 2005: 25 yang berbunyi: There were three women who always walked with the Lord: Mary his mother and his sister and Magdalene, the one who was called his companion. His sister and his mother and his companion were each a Mary Gospel of Philip 59: 6-11 Injil Filipus merupakan nama salah satu tulisan yang ditemukan di Nag Hammadi pada tahun 1945. Tulisan berbahasa Koptik ini merupakan terjemahan dari naskah Yunani yang berasal dari abad ke-2 M atau abad ke-3 M. Tulisan tersebut dinamakan Injil Filipus sebab di dalam tulisan tersebut hanya nama Rasul Filipus yang disebutkan secara eksplisit id.wikipedia.orgwikiInjil_Filipus. Doxa menginterpretasikan kata companion pada ayat di atas sebagai “istri.” Interpretasi inilah yang mendekonstruksi paradoxa tentang keselibatan Yesus. Selain menggunakan sous rature di atas, Doxa juga ingin mendekonstruksi keselibatan Yesus yang menurut mereka tidak masuk akal dengan membalikkan privilese yang ada, yaitu: + Yesus divine being selibat - Yesus human being menikah Dalam hierarki oposisi biner, yang diistimewakan biasanya berada di sebelah kanan, dalam hal ini adalah Orthodoxa. Sedangkan yang berada dalam sumbu sebelah kiri adalah yang dimarginalkan Doxa. Dekonstruksinya menjadi: + Yesus human being menikah - Yesus divine being selibat

3.2.2 Dekonstruksi pada Paradoxa tentang Yesus tidak Berputra