Feminisme Dekonstruksi Kerangka Teori

Langkah-langkah di atas jelas menunjukkan bahwa pembacaan dekonstruktif berbeda dari pembacaan biasa. Pembacaan biasa selalu mencari makna yang ada dalam teks, sedang dekonstruksi berupaya untuk membuktikan bahwa makna itu tidak tunggal.

2.2.3. Feminisme Dekonstruksi

Feminisme dekonstruksi mendasarkan pemikirannya pada filsafat Derridean. Brook dalam bukunya “Posfeminisme” mengatakan bahwa teknik dekonstruki Derrida menjelaskan bahwa jika teori feminis ingin berhasil dalam penentangannya pada wacana alat kelamin sentris hal tersebut tidak bisa dilakukan dari posisi di luar falosentrisme 1997: 112. Falosentrisme adalah neologisme yang diajukan oleh Jacques Derrida yaitu mengistimewakan phallus atau penis sebagai simbol kekuasaan. Berarti, falosentrisme ini adalah suatu kecenderungan untuk memandang kehidupan dan mendefinisikan segala sesuatu dengan menggunakan perspektif laki-laki Budianta, 2002: 207. Grosz dalam Brook 1997: 113 mengatakan bahwa ada dua sumbangsih Derrida pada feminisme. Yang pertama, proyek dekonstruktif Derrida memperhalus dan mengembangkan tantangan terhadap falosentrisme yang mendasarkan diri pada oposisi biner logosentrisme di mana privilese berada di tangan laki-laki. Sedangkan yang ke dua, dekonstruksi Derrida dengan differancenya membuka komitmen politis dari berbagai wacana umum. Dekonstruksi Derrida yang menghilangkan adanya dikotomi dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersifat marginal membantu feminisme mendukung perjuangan perempuan untuk melawan patriarki. Patriarki mengacu pada sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. Dengan demikian, langsung atau tidak langsung, tersurat atau tersirat, melakukan subordinasi terhadap perempuan. Spivak menjembatani pemikiran dengan mengatakan bahwa: “dekonstruksi mencerahkan sebagai suatu kritik terhadap falosentrisme; ke dua, hal tersebut meyakinkan sebagai suatu argumen pendirian tatanan hysterocentric untuk melawan wacana falosentris; ke tiga, sebagai praktik feminis sendiri, hal tersebut terjebak pada sisi lain dari perbedaan seksual” Brook, 1993: 112. Dengan demikian, hakikat feminisme-dekonstruksi adalah bebas dari penindasan, dominasi, hegemoni, dan ketidakadilan, dengan begitu tercipta masyarakat yang adil dan setara, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Tujuan akhir perjuangan ini bukanlah kemenangan suatu kelompok atas kelompok lainnya dalam hal ini perempuan atas laki- laki, atau pemusatan kekuasaan dalam satu pihak, melainkan penataan kembali segenap segi masyarakat tanpa penindasan.

BAB 3 ANALISIS

3.1. Analisis Struktural

Kata kunci dari judul tesis The Da Vinci Code ini adalah dekonstruksi laki-laki. Berpijak pada kata kunci inilah, penulis berusaha untuk mendapatkan bukti-bukti otentik mengenai kebenaran tesis ini. Oleh karena itu, langkah awal yang penulis ambil dalam menganalisis novel ini adalah strukturalisme. Adapun dari berbagai strukturalisme yang ada, penulis memilih untuk memakai strukturalisme yang dirancang oleh AJ Greimas. Dengan langkah ini maka akan didapatkan skma aktansial dan struktur naratif yang membentuk cerita novel The Da Vinci Code ini. Skema aktansial yang digunakan akan menurunkan struktur lahir sebuah cerita yang