Saran Tinjauan Pustaka - Analisis Tataniaga Kelinci Di Kabupaten Karo

2. Share margin peternak dalam saluran I adalah 30,77, saluran II adalah 33,33, saluran III adalah 31,25, dan saluran IV adalah 22,78. Share margin pedagang pengumpul daerah pada saluran I adalah 100. Share margin pedagang pengumpul yang bertindak sebagai peternak pada saluran I adalah 66,7, saluran IV adalah 38,89. Share margin pedagang pengecer luar daerah pada saluran III adalah 100 dan saluran IV adalah 100. Sementara itu, share margin pedagang pengecer luar daerah pada saluran II adalah 100. 3. Tingkat efisiensi tataniaga kelinci di daerah penelitian adalah belum efisien share margin peternak 50.

6.2 Saran

1. Dalam melaksanakan kegiatan tataniaga, peternak murni hendaknya tidak hanya menggunakan satu saluran tataniaga saja sehingga konsumen menjadi lebih banyak dan efisiensi menjadi lebih tinggi. 2. Untuk memperkuat bargaining position peternak, hendaknya peternak membuat sebuah kerjasama yang bermitra dengan pengusaha dalam membuat kelompok peternak sehingga supply dan demand kelinci dapat terjaga. 56 Universitas Sumatera Utara II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka -

Budidaya Kelinci Kelinci adalah hewan mamalia dari famili Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian bumi. Dulunya, hewan ini adalah hewan liar yang hidup di Afrika hingga ke daratan Eropa. Setelah manusia bermigrasi ke berbagai pelosok benua baru, kelinci pun turut menyebar ke Amerika, Australia, dan Asia. Asal kata kelinci berasal dari bahasa Belanda, yaitu konijntje yang berarti anak kelinci. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nusantara mulai mengenali kelinci saat masa kolonial Sitorus et al., 1982 . Awal mula perkembangan ternak kelinci tidak pernah diketahui secara pasti. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta 2007 mencatat keberadaan kelinci di Indonesia terutama di Jawa pada awalnya dibawa oleh orang-orang Belanda sekitar tahun 1835 sebagai kelinci hias. Informasi selanjutnya diketahui bahwa sejak tahun 1980 pemerintah mulai menggalakkan pemeliharaan kelinci untuk diambil dagignya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kelinci asli yang ada di Indonesia adalah Nesolagus netscheri kelinci Kerinci yang berasal dari Sumatera Massicot, 2005. Sementara itu, ternak kelinci yang telah cukup lama dikenal oleh peternak dan telah beradaptasi dengan lingkungan tropis Indonesia adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di Eropa dan Amerika. Senada dengan itu, Yulianto 2012 menyatakan bahwa kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari Eropa yang telah bercampur 8 Universitas Sumatera Utara dengan jenis lain hingga sulit dikenali. Adaptasi di daerah tropis menyebabkan perubahan kinerja biologis pada ternak-ternak tersebut yang sangat berbeda dengan kinerja rumpun murni di negara asalnya Raharjo et al., 2004. Kelinci mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil daging. Seekor kelinci dengan bobot hidup dua kilogram dapat menghasilkan karkas seberat 900 gram. Daging kelinci mempunyai kemiripan dengan daging ayam yaitu warna putih pucat. Daging kelinci mempunyai berbagai kelebihan dibanding jenis daging lainnya, antara lain kadar kolesterolnya terendah kedua setelah daging kalkun, kadar garam dan lemak jenuh rendah, sedangkan kadar proteinnya tinggi. Kadar kolesterol daging kelinci hanya 50 mgkg, sedangkan domba 320 mgkg, dan kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 dan 13,7 Rahadjo et al. 1984. Pemanfaatan hasil olahan kelinci dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Pemanfaatan Hasil Olahan Kelinci Kendala dalam pengembangan peternakan kelinci diantaranya adalah kurang tersedianya bibit bermutu, mortalitas tinggi, pakan mahal pada skala komersial, terbatasnya teknologi, kurang sosialisasi dan promosi peranan kelinci, Ternak Kesayangan Kotoran Kulit bulu Pupuk Bahan Bahan Daging Nugget Sosis Burger Dendeng Baso Sate Mantel Jaket Hiasan Souvenir 9 Universitas Sumatera Utara harga daging mahal, faktor kebiasaan makan http:www.deptan.go.id. Sartika 1998 juga mengatakan kendala lain yang terdeteksi adalah adanya pengaruh kejiwaan “tidak tega” apabila manusia hendak memakan daging kelinci.

2.2 Landasan Teori