26
Organisasi 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
NGOs
INFID •
KPIKD •
• KONTRAS
• KPA
• •
LBH-APIK •
• •
ELSAM •
• •
SYARIKAT PBHI
• •
SNB •
• TRK
• •
YKM •
• YLBHI
• •
• •
VIC T
IM S
IKOHI •
LPKP •
• LPR-KROB
• •
PAKORBA •
•
AC AD
EM IC
CSPS-UGM •
PSPP-UKDW PUSHAM UII
• •
CERIC-UI
3.3. Reformasi Hukum dan Kelembagaan Legal and Institutional Reform
Reformasi hukum dan kelembagaan ini mungkin merupakan wilayah yang paling banyak mendapat perhatian dari LSM di Indonesia sekarang ini. Tapi dari survei terhadap
sejumlah literatur terlihat bahwa agenda pembaruan lembaga-lembaga ini biasanya bertolak dari gagasan ideal tentang demokrasi dan rule of law yang dibimbing perangkat
konsep baru seperti good governance. Dalam tiga tahun terakhir ratusan lembaga baru dibentuk di tingkat nasional maupun daerah-daerah untuk menjalankan program seperti
ini, dan kadang terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan dengan memberikan rekomendasi, melakukan studi kelayakan maupun legal drafting untuk
pemerintah.
Sebaliknya agenda reformasi hukum dan kelembagaan yang bertolak dari kritik terhadap tatanan lama tidak begitu berkembang. Lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang ini tidak banyak terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan cenderung mengharapkan perubahan datang dari atas. Keengganan ini biasanya muncul karena
asumsi bahwa DPR dan pemerintah tidak memiliki political will dan agenda yang jelas sehingga keterlibatan dalam proses formal itu hanya akan membuang waktu.
3.3.1. Studi Kebijakan Policy Research Kegiatan riset biasanya terarah pada masalah penyelewengan dalam birokrasi dan sistem
hukum, sementara kebijakan birokrasi yang mengakibatkan kekerasan di masa lalu belum banyak mendapat perhatian. Studi Indonesian Corruption Watch ICW dan RIDeP
mengenai militer adalah perkecualian dalam hal ini. Saat ini ELSAM juga sedang melakukan studi tentang mekanisme KOPKAMTIB yang memegang peranan besar
27 dalam represi di masa awal Orde Baru. Pada akhir 2003 lembaga ini berencana
menyelenggarakan konferensi internasional untuk mempertemukan kalangan aktivis dan akademik guna membahas warisan otoritarianisme Orde Baru di Indonesia.
Beberapa lembaga seperti KONTRAS, YLBHI dan PBHI sejak masa Orde Baru membuat studi komprehensif mengenai perangkat undang-undang yang membatasi
kebebasan warga sipil, termasuk pasal-pasal dalam hukum pidana yang menjadi dasar bagi Orde Baru untuk menindas perlawanan di masa lalu. Pada 1999 salah satu
sasarannya adalah UU Keamanan Nasional yang kontroversial karena dianggap memberi peluang bagi militer untuk kembali menguasai sistem politik.
Sementara itu KPA dan sejumlah organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam serta masyarakat adat indigenous people dalam beberapa tahun
terakhir giat mengembangkan pemikiran alternatif mengenai sistem agraria di Indonesia. Produk hukum yang diwariskan Orde Baru menurut mereka menjadi salah satu dasar
terjadinya kekerasan di kawasan pedesaan, dan karena itu perlu dirombak. Di samping UU yang berskala nasional lembaga ini juga mengarahkan perhatiannya pada peraturan
daerah yang mewarisi ketidakadilan Orde Baru. 3.3.2. Pemantauan terhadap Lembaga-Lembaga Negara
Salah satu gejala baru dalam gerakan LSM di Indonesia setelah 1998 adalah pembentukan lembaga-lembaga yang melakukan pemantauan terhadap institusi
pemerintah dan proses politik secara umum, seperti ICW, Masyarakat Transparansi Indonesia MTI, Government Watch, Police Watch, Military Watch dan Judicial Watch.
Hampir semua organisasi ini berbasis di Jakarta dan dibentuk oleh tokoh LSM atau unsur civil society lainnya. Sebagian awalnya adalah unit kegiatan dalam organisasi lain yang
kemudian berkembang menjadi lembaga mandiri ketika kegiatannya semakin kompleks.
INFID adalah lembaga yang menaruh perhatian khusus pada hutang dan bantuan luar negeri yang penggunaannya oleh pemerintah kadang menimbulkan konflik dan
kekerasan. Dalam beberapa kasus kekerasan pasca-Soeharto seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, INFID menilai proyek lembaga keuangan internasional seperti Bank
Dunia yang memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk program transmigrasi dan pengolahan lahan gambut adalah bagian dari masalah yang kemudian memicu konflik.
Sementara, KONTRAS menaruh perhatian khusus pada kinerja aparat keamanan, khususnya militer yang diduga terlibat dalam berbagai kasus kekerasan, termasuk apa
yang dikenal sebagai “konflik horisontal”. Dengan menyelidiki karier pejabat militer tertentu lembaga ini melihat adanya pola yang mengaitkan perpindahan perwira militer
dari satu wilayah ke wilayah lain dengan gejolak politik di beberapa daerah. Beberapa organisasi perempuan menggunakan metode yang sama dalam mengawasi pola kekerasan
terhadap perempuan.
Hasil pemantauan biasanya diumumkan melalui konferensi pers, laporan dan penerbitan terpisah yang dikeluarkan oleh lembaga. Dalam banyak hal kegiatan semacam
ini efektif memberitahu masyarakat tentang kinerja berbagai lembaga negara dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.
3.3.4. Kampanye dan Pendidikan Publik
28 Kampanye publik mengenai reformasi hukum dan kelembagaan adalah bagian penting
dari gerakan reformasi. Gerakan anti-korupsi dilakukan secara luas sampai tingkat kabupaten, tapi sebaliknya warisan Orde Baru yang lain belum mendapat perhatian
cukup. Pada 1999 SNB sempat melancarkan kampanye yang sukses untuk menghapus berbagai produk hukum yang diskriminatif, khususnya menyangkut kewarganegaraan
dan catatan sipil.
Sasaran lain dari kampanye publik ini adalah instansi seperti militer dan polisi yang sering terlibat dalam tindak kekerasan terhadap penduduk semasa Orde Baru.
Kelompok seperti RIDeP, ProPatria dan YLBHI beberapa kali menyelenggarakan seminar, diskusi dan pertemuan publik mengenai agenda reformasi untuk militer dan
polisi. Kampanye ini bagaimanapun dinilai hanya berhasil dalam hal meningkatkan kesadaran publik tentang perlunya kontrol sipil terhadap aparat keamanan.
3.3.5. Bantuan dan Pelayanan Teknis LSM umumnya mengambil posisi sebagai watchdog dan hanya sedikit yang berusaha
menerapkan critical engagement dengan birokrasi. Sebagian bahkan menganggap upaya meningkatkan kapasitas pejabat dan pegawai lembaga negara sebagai usaha sia-sia
karena tidak menyentuh struktur kekuasaan yang menjadi dasar tidak berfungsinya lembaga-lembaga tersebut dengan baik. Persinggungan birokrasi dan LSM biasanya
hanya terjadi dalam forum seminar atau diskusi yang sangat umum sifatnya.
Sementara, lembaga-lembaga akademik memainkan peran lebih aktif. CSPS- UGM misalnya beberapa kali diminta membantu pejabat pemerintah dalam menangani
masalah konflik di Indonesia. Sejak awal lembaga ini juga memberikan pelatihan kepada kadet polisi mengenai community policing. Langkah serupa juga diambil oleh Pusat Studi
HAM UII yang memberikan pelatihan kepada polisi di Yogyakarta.
REFORMASI HUKUM DAN KELEMBAGAAN Organisasi 3.1.
3.2. 3.3.
3.4.
NGOs
INFID •
• •
KPIKD •
• KONTRAS
• •
KPA •
• LBH-APIK
• •
• ELSAM
• •
• •
SYARIKAT PBHI
• SNB
• •
• TRK
YKM •
• YLBHI
• •
•
VIC T
IM S
IKOHI LPKP
• •
LPR-KROB •
• PAKORBA
• •
R E
CSPS-UGM •
• •
29
PSPP-UKDW PUSHAM UII
• •
• CERIC-UI
3.4. Reparasi dan Rehabilitasi Korban Reparations and Rehabilitation