11 Dengan model pembelajaran berbasis masalah, kemandirian siswa dalam
belajar akan mudah terbentuk, yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemuinya dalam
aktivitas kehidupan nyata sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut.
1 Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2 Keberhasilan model pembelajaran PBL ini membutuhkan cukup waktu
untuk persiapan dan pelaksanaannya. 3
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
2.2.3.5 Sintagmatik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sani 2014 menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah PBL juga telah dikembangkan sebagai sebuah model pembelajaran dengan sintaks belajar
sebagai berikut.
Tabel 2.2 Sintagmatik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem
Based Learning
No Fase
Kegiatan Guru 1.
Fase 1: Memberikan
orientasi tentang
permasalahan kepada
peserta didik
Guru menyajikan
permasalahan, membahas
tujuan pembelajaran,
memaparkan kebutuhan logistik untuk untuk
pembelajaran, memotivasi
peserta didik untuk terlibat aktif 2.
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik
untuk penyelidikan Guru membantu peserta didik dalam
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajarpenyelidikan untuk
menyelesaikan permasalahan 3.
Fase 3: Pelaksanaan investigasi
Guru mendorong peserta didik untuk memperoleh informasi yang tepat,
melaksanakan penyelidikan,
dan mencari penjelasan solusi
4. Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil
Guru membantu
peserta didik
merencanakan produk yang tepat dan relevan, seperti laporan, rekaman
video, dan sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil
5. Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan
Guru membantu
peserta didik
melakukan refleksi
terhadap penyelidikan dan proses yang mereka
lakukan.
Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi adalah sebagai berikut. 1.
Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting
dan menjadi pembelajaran mandiri. 2.
Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki
banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
3. Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-
temannya. 4.
Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi
masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari
jawabannya atau dicari solusinya. Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan
exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Artefak
dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah pendemontrasian antara produk hasil investigasi
atau artefak tersebut. Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik memiliki
keterampilan berpikir sistemik berdasarkan metode penilitian yang mereka gunakan.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai oleh keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer
kebahasaan intelektual. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan model pembelajaran berbasis masalah sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia misalnya dalam pembelajaran menyusun teks eksplanasi secara tertulis. Teks eksplanasi berkaitan dengan proses terjadinya fenomena alam
maupun sosial sehingga peserta didik dapat menyusun teks berdasarkan permasalahan bencana alam yang terjadi khususnya bencana yang terjadi di
Indonesia. Peserta didik dapat mengamati dan menginvestigasi suatu permasalahan yang terjadi. Setelah proses investigasi, peserta didik
mendiskusikan permasalahan tersebut dengan mengidentifikasikan sebab akibat dan mencari solusi atas permasalahan yang kerap terjadi di Indonesia berkaitan
dengan bencana alam. Data yang didapatkan dari hasil diskusi dan investigasi kemudian dijadikan sebagai bahan untuk membuat kerangka karangan yang akan
dikembangkan menjadi suatu teks eksplanasi secara utuh. Penerapan model ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
2.2.4 Pembelajaran Menyusun Teks Eksplanasi secara Tertulis