demikian komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial. Pada tabel berikut diuraikan kandungan gizi pada polong, biji dan
daun kacang panjang Rahayu et al., 2003. Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Kacang Panjang Per 100 Gram Bahan
Jenis Zat Gizi Polong
Biji Daun
Kalori kal 44,00
357,00 34,00
Karbohidrat g 7,80
70,00 5,80
Lemak g 0,30
1,50 0,40
Protein g 2,70
17,30 4,10
Kalsium mg 49,00
163,00 134,00
Fosfor mg 347,00
437,00 145,00
Besi mg 0,70
6,90 6,20
Vitamin A SI 335,00
5240,00 Vitamin B mg
0,13 0,57
0,28 Vitamin C mg
21,00 2,00
29,00 Air g
88,50 12,20
88,30 Bagian dapat
dimakan 75,00
100,00 65,00
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1980
3. Wortel Daucus carota L.
Tanaman wortel berasal dari wilayah Eropa, Asia, dan Afrika yang kemudian menyebar sampai ke wilayah Mediterinian serta daerah-daerah
Tropik lainnya Tindall, 1987. Dalam ilmu botani tanaman wortel dikenal dengan nama Daucus carota L. Tanaman ini diklasifikasikan sebagai tanaman
famili Umbelliferae, ordo Archychamydae, kelas Angiospermae, dan subkelas Dycotyledonae
. Wortel merupakan suatu tanaman semusim berbentuk rumput.
Batangnya pendek sekali hampir tidak tampak, berakar tunggang yang kemudian akar tersebut akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi
bulat panjang, langsing dan enak dimakan. Umbi wortel berwarna kuning kemerah-merahan, karena kandungan karotennya provitamin A yang tinggi
Sunarjono, 1984. Menurut Sunarjono 1984, tanaman wortel mempunyai beberapa
varietas. Umumnya yang ditanam di Indonesia adalah varietas Chantenay, Nentes, dan Imperator. Diantara ketiga varietas yang paling disukai adalah
Chantenay karena rasanya yang lebih manis dibanding kedua varietas lainnya.
Wortel banyak dihasilkan di daerah dataran tinggi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Khusus daerah Jawa Barat, varietas lokal Cipanas dan
Lembang merupakan varietas-varietas yang terbaik dan disukai oleh konsumen, dan wortel ini tumbuh baik pada ketinggian 1200 m di atas
permukaan laut. Sifat-sifat yang diinginkan dari sayuran terutama ditentukan oleh tujuan
penggunaannya. Hasil olahan dengan mutu yang tinggi didapatkan dari bahan mentah segar yang bermutu baik. Menurut Tindall 1987, wortel yang
mutunya baik adalah wortel yang renyah, manis, dan berwarna kuning tua sampai orange serta umbi tidak berserabut.
Komposisi wortel terdiri dari air, vatamin, dan mineral. Untuk lebih jalasnya, komposisi wortel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi dan Nilai Gizi Wortel dari Tiap 100 gram yang Dapat dimakan
Komopsisi Jumlah per 100 gram bahan
Energi kalori 42,00
Protein gram 1,20
Lemak gram 0,30
Hidrat Arang gram 9,30
Kalsium miligram 39,00
Fosfor miligram 37,00
Besi miligram 0,80
Vitamin A SI 12.000,00
Vitamin B miligram 0,06
Vitamin C miligram 6,00
Air gram 88,20
Bagian yang dapat dimakan gram 88,00
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1980 Umur simpan wortel antara lain bergantung pada perlakuan sebelum
penyimpanan, yaitu umur panen, pengeprisan daun dan pra pendinginan. Wortel yang sudah matang sepenuhnya dan setelah dikenakan pengeprisan
akan mempunyai umur simpan yang lama. Wortel dapat disimpan pada suhu
o
C dengan kelembaban nisbi 90-95 . Wortel yang dipasarkan pada umumnya belum matang betul dan dalam keadaan segar. Penyimpanan wortel
tidak dapat dilakukan bersama produk lain yang mengeluarkan etilen dalam jumlah besar, karena diduga etilen akan menyebabkan rasa pahit bitterness
Ryall dan Lipton, 1983.
B. FISIOLOGI PASCA PANEN
Setelah dipanen, baik pada buah-buahan maupun sayuran segar proses respirasi dan transpirasi terus terjadi, dimana jaringan sel masih terus
menunjukkan aktivitas metabolisme sehingga selalu mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi Eskin et al. , 1971. Reaksi ini penting untuk
mempertahankan organisasi sel, transportasi metabolit keseluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran. Semua faktor itu mempunyai andil
dalam kemunduran mutu secara gradual setelah pemanenan. Luka-luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap
komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik. Oleh karena itu, pemanenan dan penanganan buah dan sayuran perlu dilakukan dengan hati-
hati agar luka maupun memar dapat ditekan serendah mungkin hingga buah dan sayuran yang dipanen dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang
lebih lama Pantastico, 1989. Reaksi proses respirasi yang terjadi dalam sel buah dan sayuran dapat
digambarkan sebagai berikut: C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
---------Æ 6 CO
2
+ 6 H
2
O + 674 kkal pada persamaan diatas terlihat bahwa sumber utama penghasil energi adalah
glukosa. Besarnya respirasi dapat ditentukan dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O
2
yang diserap, CO
2
yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Biasanya proses respirasi yang terjadi pada
buah dan sayuran ini ditentukan dengan pengukuran laju O
2
serta laju pengeluaran CO
2
Pantastico, 1989. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi bisa berasal dari dalam
maupun dari luar. Pengaruh dari dalam meliputi tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan.
Sedangkan faktor dari luar ialah suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, dan kerusakan buah dan sayuran Phan et al.,1986.
Menurut Pantastico 1989, selama aktivitas respirasi, produk akan mengalami pematangan yang diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan.
Kecepatan respirasi produk tergantung pada suhu penyimpanan dan ketersediaan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. Daya simpan buah-
buahan dan sayur-sayuran sangat tergantung pada intensitas atau tingkat kecepatan respirasinya. Ada golongan komoditas yang cukup tahan sesudah
dipanen, seperti biji-bijian atau umbi-umbian dan komoditi yang tidak tahan lama seperti buah yang berdaging, sayuran dan bagian tanaman yang lunak
seperti bagian kuncup titik tumbuh tanaman. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju respirasi semua
komoditas. Umumnya laju respirasi akan meningkat dengan bertambah tingginya suhu. Menurut Ryall dan Lipton 1983, menyatakan bahwa laju
respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan sayuran sesudah dipanen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang
pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan pangan.
Transpirasi adalah
proses penguapan dari tanaman yang mengakibatkan produk kehilangan air. Menurut Ryall dan Lipton 1983,
kecepatan kehilangan air tergantung dari struktur dan kondisi komoditas dari lingkungannya seperti suhu, kelembaban, aliran udara dan kondisi tekanan
atmosfer. Kehilangan air yang berlebihan menyebabkan kerusakan komoditas. Hal ini berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas komoditas seperti
berkurangnya bobot, penampilan menjadi kurang menarik, tekstur menjadi jelek, dan nilai gizi menurun.
Pengemasan sayuran segar dapat mengurangi kehilangan kandungan air pengurangan berat dengan demikian dapat mencegah
terjadinya dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang kedap uap air. Hal ini dapat mempertahankan umur komoditas karena turunnya kandungan
air akan menyebabkan kelayuan atau kisutnya bahan yang merupakan sebab hilangnya kesegaran, kenampakan tekstur, dan kemungkinan laku dijual.
Pengemasan sayuran segar harus diarahkan ke perlambatan proses respirasi, transpirasi, perubahan-perubahan kimiawi dan fisiologis, dan serangan
mikroorganisme, tanpa mematikan sel-sel dan komoditas atau merusak mutunya Muchtadi, 2000.
C. PENGOLAHAN MINIMAL
Pengolahan minimal adalah rangkaian kegiatan pada produk bahan pangan segar buah dan sayuran, yang antara lain meliputi kegiatan
menghilangkan bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk Schlimme, 1995. Rangkaian kegiatan dalam pengolahan
minimal adalah; pencucian, sortasi, pengupasan dan pemotongan. Perlakuan pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik ini
dimaksudkan agar produk lebih mudah dikonsumsi. Menurut Burn 1995, buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu
dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tetutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat
kondisi bagian dalam. Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk memudahkan konsumsi dan distribusi ke
konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya. Buah dan sayuran yang terolah minimal akan mengalami perubahan
fisiologi secara drastis karena hilangnya pelindung alami. Keadaan ini menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan, kehilangan air, dan peningkatan
laju respirasi. Untuk mengantisipasi dan memperlama umur simpan sayuran terolah minimal ini dapat diupayakan dengan penyimpanan pada suhu rendah,
modifikasi atmosfir dan penggunaan film kemasan segera setelah pengolahan minimal. Perlakuan tersebut secara tersendiri-sendiri sudah dapat
memperpanjang umur simpan, tetapi hasil yang diperoleh akan optimal jika dilakukan penggabungan diantaranya Thompson, 1998.
D. SANITASI
Elliot 1980, mendefinisikan sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang
berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sanitasi berasal dari bahasa latin sanitas yang berarti sehat. Menurut Undang-Undang RI No.7
Tahun 1996 tentang Pangan, sanitasi pangan didefinisikan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembangbiaknya jasad
renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
Menurut Marriott 1989, aplikasi dari sanitasi makanan meliputi praktek higiene untuk memelihara kebersihan dari keseluruhan produksi
makanan, penyimpanan, dan penyiapannya. Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
pada kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari
sebelum makanan diproduksi hingga siap di konsumsi. Menurut Jenie dan Fardiaz 1989, contoh tindakan sanitasi adalah
menjaga kebersihan lingkungan, menyediakan air bersih dan tindakan pencucian. Pencucian sayuran segar dapat menurunkan potensi bahaya akibat
mikroorganisme. Pencucian atau pembilasan sayuran dapat menghilangkan kotoran atau kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air,
detergen, larutan bakterial seperti klorin dan lain-lain.
E. PENGEMASAN
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang tepat bagi bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka
waktu yang diinginkan Buckle et al., 1987. Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan ini antara lain
absorbsi uap air dan gas, interaksi dengan oksigen dan kehilangan serta penambahan citarasa yang tidak diinginkan. Kerusakan yang bersifat alamiah
dari produk tidak dapat dicegah dengan pengemasan, kerusakan ini antara lain adalah kerusakan secara kimiawi Jenie dan Fardiaz, 1989. Menurut
Muchtadi 2000, kerusakan kimiawi antara lain disebabkan karena perubahan yang berkaitan dengan reaksi enzim, rekasi hidrolisis dan reaksi pencoklatan
non enzimatis yang menyebabkan perubahan penampakan. Menurut Wills et al. 1981 kemasan yang memenuhi syarat untuk
pengemasan bahan pangan adalah yang mempunyai sifat: 1.
Kuat untuk melindungi bahan selama penyimpanan, transportasi, dan penumpukan.
2. Tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas.
3. Bentuk sesuai dengan cara penanganan dan pemasarannya.
4. Sifat permeabilitas film kemasan sesuai dengan laju kegiatan respirasi
bahan yang dikemas, dan biaya kemasan sesuai dengan bahan yang dikemas.
Pengemasan memiliki peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan dan proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral
dari proses produksi. Pengemasan pada umumnya bertujuan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia,
perpindahan uap air dan gas, sinar UV dan perubahan suhu. Pengemasan kedap udara merupakan salah satu dari pengemasan dengan cara atmosfer
termodifikasi. Pengemasan atmosfer termodifikasi adalah proses untuk meningkatkan umur simpan produk segar dengan cara menyimpannya pada
atmosfer yang dapat memperlambat proses degradasi dan dapat mempertahankan warna asal komoditi. Kondisi pengemasan kedap udara akan
meningkatkan konsentrasi CO
2
dan menurunkan konsentrasi O
2
. Kondisi pengemasan seperti ini adalah yang terbaik untuk penyimpanan Thompson,
1998. Salah satu kemasan kedap udara adalah kemasan plastik. Plastik adalah senyawa polimer dari turunan-turunan monomer
hidrokarbon yang membentuk molekul-molekul dengan rantai panjang dari reaksi polimerisasi adisi atau polimerisasi kondensasi. Sifat-sifat plastik
sangat tergantung jumlah molekul dan susunan atom molekul. Plastik dalam bentuk produk akhir terdiri dari polimer murni dan unsur-unsur lain seperti
bahan pengisi filler, pigmen, stabilisator, dan bahan pelunak. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah
logam, transparan, kuat, termoplastik dan permeabilitasnya terhadap uap air, CO
2
, dan O
2
. Permeabilitas terhadap uap air dan udara tersebut menyebabkan peran plastik dalam memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Sifat
terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi pemeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas
permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih
lama Winarno, 1987. Polietilena PE merupakan salah satu jenis plastik yang dibuat dengan
proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri arang dan minyak. Polietilena merupakan jenis plastik yang paling
banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah
digunakan sebagai laminasi Syarief et al., 1989. Polietilena dapat dibedakan dari polimer lain berdasarkan karakteristik berat molekul dan titik leleh.
Polietilena adalah polimer kristalin, maka hanya dapat larut pada suhu tinggi. PE diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu High Density Poliethylene
HDPE, Low Density Poliethylene LDPE dan Linear Low Density Poliethylene
LLDPE. Polietilena dengan kepadatan tinggi suhu dan tekanan rendah HDPE memberikan perlindungan yang baik terhadap air dan
meningkatkan stabilitas terhadap panas. Daya tembus HDPE terhadap O
2
sebesar 10,5 {cm
3
cm
2
mmdtcmHg × 10
10
} dan H
2
O sebesar 30,5 {cm
3
cm
2
mmdtcmHg × 10
10
} Buckle et al.,1987. Plastik jenis ini memiliki lebih banyak rantai antar molekulnya, sehingga mempunyai densitas
yang lebih tinggi sehingga lebih kaku. Kemasan ini mempunyai daya tembus terhadap oksigen yang rendah dan tahan terhadap asam. Titik leleh plastik
jenis ini yaitu 120-130
o
C Briston dan Katan, 1974. Film kemasan yang baik untuk penyimpanan produk segar buah dan
sayuran adalah film kemasan yang mempunyai permeabilitas terhadap CO
2
lebih tinggi dibanding permeabilitas terhadap O
2
, hingga akumulasi CO
2
akibat respirasi lebih sedikit daripada penyusutan O
2
Zagory dan Kader, 1988.
Polietilen banyak digunakan untuk mengemas buah dan sayuran segar, roti, produk pangan beku, dan sebagainya. Permeabilitas beberapa film plastik
dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. Permeabilitas dan transmisi uap air beberapa film plastik untuk pengemasan beberapa produk segar Joseph,
1984.
Tabel 4. Permeabilitas dan transmisi beberapa jenis film Jenis Film
Permeabilitas cchari-100 in
2
-mil O
2
CO
2
Transmisi uap air grhari-100 in
2
-mil LDPE
550 2900 1.3
PVC 150 970
4 PP
240 800 0.7
PS 310 1050
8 Keterangan : 1 mil = 25,4µm
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya
tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap Jenie dan Fardiaz, 1989. Monomer
polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha distilasi minyak kasar etilen, propilen dan homolegues yang lebih tinggi dipisahkan
dengan distilasi pada temperatur rendah. Plastik ini cukup baik terhadap perlindungan keluar masuknya gas dan uap air. Beberapa sifat utama
polipropilen menurut Syarief et al., 1989 antara lain : 1. Ringan densitas 0.9 gcm
3
dan mudah dibentuk. 2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar daripada PE dan tidak bisa
digunakan pada kemasan beku karena rapuh pada suhu -30 C.
3. Lebih kaku daripada PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan distribusi.
4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi.
5. Tahan terhadap suhu tinggi 150 C, sehingga dapat digunakan untuk
produk yang harus disterilisasi. 6. Titik lebur tinggi sehingga tidak bisa dibuat kantong dengan sifat
kelim panas yang baik. Pada suhu yang tinggi mengeluarkan benang-benang plastik.
7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak., tidak terpengaruh pelarut pada suhu kamar
kecuali HCl.
9. Pada suhu tinggi polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpektin, dan asam nitrat kuat.
Menurut bentuknya, plastik dibedakan atas flexible film dan rigid container
. Wadah-wadah yang cukup kuat untuk ditumpuk memungkinkan penggunaan ruang secara maksimum dalam penyimpanan Pantastico, 1989.
F. KERUSAKAN BAHAN PANGAN
Selama penyimpanan dan distribusi, bahan pangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu,
kelembaban, oksigen dan cahaya dapat menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Akibat dari reaksi tersebut,
bahan pangan akan sampai pada suatu titik, dimana konsumen akan menolak bahan pangan tersebut atau bahan pangan tersebut akan membahayakan orang
yang mengkonsumsinya Muchtadi, 2000. Menurut Desrosier 1988, faktor yang mempengaruhi stabilitas
penyimpanan bahan pangan diantaranya jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis dan keadaan
pengemasan, perlakuan mekanis yang dilakukan terhadap produk yang dikemas selama distribusi dan penyimpanan, dan pengaruh yang ditimbulkan
oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis dan kondisi pengolahan yang sesuai, pengemasan dan
penyimpanan yang tepat sehingga dapat benar-benar melindungi dan
mempertahankan kualitas yang dikehendaki.
Syarief et al., 1989 menyatakan bahwa penyimpanan bahan pangan secara konvensional ada dua macam, yaitu penyusutan kualitatif dan
penyusutan kuantitatif. Penyusutan kuantitatif yaitu kehilangan jumlah atau bobot akibat penanganan yang tidak memadai dan adanya gangguan biologis
proses respirasi, serangga, tikus. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan akibat perubahan biologi mikroba, respirasi, terjadi perubahan fisik suhu,
kelembaban, perubahan kimia reaksi pencoklatan, ketengikan dan penurunan nilai gizi. Bahan pangan yang telah mengalami penyusutan kualitatif artinya
bahan tersebut mengalami penurunan mutu hingga menjadi tidak layak
dikonsumsi manusia.
Menurut Singh 1994, kerusakan pada bahan pangan seperti sayuran ini dapat disebabkan terjadinya perubahan kimia, fisik dan mikrobiologi.
Perubahan fisik dapat disebabkan oleh adanya kesalahan penanganan dari bahan pangan selama pemanenan, produksi dan distribusi. Perubahan kimia
dapat disebabkan oleh aksi enzim, reaksi oksidasi, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan pada penampakan. Perubahan ini
melibatkan faktor internal berupa komponen dalam bahan makanan itu sendiri dan faktor eksternal yaitu lingkungan. Pada umumnya perubahan kimia terjadi
selama proses produksi dan penyimpanan. Bakteri yang terdapat dalam bahan pangan mempunyai ukuran yang
sangat kecil, yaitu sebagian besar mempunyai ukuran panjang sel satu sampai beberapa mikron 1 mikron =
1 1000
mm. Khamir mempunyai ukuran panjang sel 20 mikron. Kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Kapang
tumbuh seperti buku rambut yang disebut mycelia dan pada ujungnya berbentuk seperti buah yang disebut conidia dan mengandung spora kapang.
Menurut Singh 1994, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suhu, air, gas seperti oksigen dan karbondioksida, dan pH.
Menurut Muchtadi 2000, bakteri, kamir dan kapang senang akan keadaan hangat dan lembab. Suhu pertumbuhan untuk setiap bakteri berbeda-beda.
Kapang dan khamir mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya pada suhu 25-30
o
C atau suhu kamar. Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh Muchtadi, 2000. Batas maksimum
jumlah mikroba dalam produk olahan pangan untuk konsumsi manusia sebesar 10
7
sampai 10
8
koloni per gram produk. Pembusukan oleh mikroba timbul akibat adanya absorpsi atau kontaminasi. Absorpsi tersebut dapat
diminimalisasi dengan penyimpanan dingin, transportasi yang baik, pengemasan yang hati-hati dan sterilisasi.
Pemecahan protein, peptida atau asam amino secara anaerobik oleh mikroba dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang menimbulkan bau
busuk, yaitu hidrogen sulfida, metil sulfida, etil sulfida, mercaptan, amonia,
amine, indole, skatole, dan asam lemak. Perubahan mikrobiologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pada bahan pangan. Pertumbuhan mikroba
tersebut akan menyebabkan timbulnya pembusukan yang akan mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan pada beberapa
kasus dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi Singh, 1994. Selanjutnya dijelaskan oleh Muchtadi 2000,
kerusakan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya gas, lendir, busa dan lain-lain. Mikroba yang
dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan antara lain bakteri, kapang dan khamir.
G. PENYIMPANAN
Metode-metode untuk pengawetan pangan menurut Syarief et al
.,1989 adalah pendinginan dan refrigerasi, pembekuan, pengawetan kimia dan pemanasan. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat
atau mencegah reaksi-reaksi kimia enzimatis atau mikrobiologi. Pendinginan dapat menghambat reaksi metabolisme. Oleh karena itu, menurut Winarno
1987, penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan di dalam bahan pangan tersebut.
Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk
biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15
o
C Winarno 1987. Pendinginan refrigerasi adalah penyimpanan produk pangan pada suhu 0
o
C sampai dengan 10
o
C Syarief et al.,
1989. Menurut Jenie dan Fardiaz 1989, pendinginan dapat memperpanjang umur simpan suatu makanan karena selama pendinginan
pertumbuhan mikroorganisme dapat dicegah atau diperlambat. Tujuan penyimpanan dingin atau pendinginan adalah mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan. Penyimpanan dingin ini dapat mempertahankan komoditas dalam kondisi
yang dapat diterima dan dapat dikonsumsi selama mungkin oleh konsumen. Penyimpanan dingin dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme
termofilik dan mesofilik. Beberapa jenis mikroorganisme psikrofilik dapat menyebabkan pembusukan, tetapi jenis ini tidak bersifat patogen.
Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, serta bentuk dan penampakan bahan pangan, namun
perlu mengikuti prosedur standar dengan lama penyimpanan tertentu . Proses pendinginan refrigerasi adalah produksi pengusahaan dan
pemeliharaan tingkat suhu dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah daripada suhu lingkungan atau atmosfer sekitarnya dengan cara
penarikan atau penyerapan panas dari bahan atau ruangan tersebut Winarno, 1987. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan biokimia, fisik, dan
mikrobiologi. Selain itu, penggunaan suhu dingin untuk penyimpanan juga bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk segar maupun olahan.
Umur simpan produk olahan yang disimpan pada suhu dingin ditentukan oleh tipe makanan, tingkat kerusakan mikroba atau aktivitas enzim akibat proses
pengolahan, kontrol sanitasi selama proses pengolahan dan pengemasan, barrier pada kemasan, dan suhu selama distribusi dan penyimpanan.
Pendinginan dapat menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroba karena mikroorganisme mempunyai suhu maksimal dan minimal
sebagai batas suhu untuk pertumbuhannya. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme disebabkan suhu mempengaruhi aktivitas
enzim yang mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin
rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan diantaranya adalah
suhu, pH, aktivitas air, adanya oksigen dan tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba dapat diubah dengan mengubah
faktor lingkungan tersebut. Semakin rendah suhu yang digunakan dalam penyimpanan maka semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim dan
pertumbuhan mikroba Frazier dan Westhoff, 1979
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratrorium Pengemasan, Penyimpanan, Distribusi dan Sistem Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyimpanan dilakukan menggunakan lemari pendingin rumah tangga. Analisis dilakukan di
Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Teknologi Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian. Penelitian dilakukan selama tiga
bulan, mulai akhir bulan Mei 2007 sampai awal bulan Agustus 2007.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah wortel segar varietas Lembang yang dibeli di pasar induk dengan diameter 1,5 cm dan panjang 20
cm, kacang panjang varietas usus hijau asal Sukabumi dengan panjang 80 cm,
dan kangkung darat asal Ciampea. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah air, akuades, alkohol, indikator pati, larutan iod 0,01 N, KIO
3
, KI 20, HCl 4 N, NaOH 0,1 N, H
2
SO
4
25, larutan Luff Schroll, larutan oksalat 0,01 N, indikator phenolpthalein, media PCA dan larutan pengencer steril serta bahan
kemasan polypropylene rigid kedap udara dan plastik HDPE Perforated.
Wadah kemasan Tutup Kemasan
Lubang Udara
Gambar 1. Kemasan polypropylene Rigid Kedap Udara
Alat yang digunakan adalah timbangan, neraca analitik, cawan petri steril, tabung reaksi, cooper, sendok, sudip, oven, cawan alumunium,
desikator, ABBE refraktometer, pH meter, labu takar, labu Erlenmeyer, kertas saring, mikro pipet, mikro Buret, pipet Mohr, pipet tetes, gelas plastik, sendok
plastik, baskom, botol, bunsen, kompor, termometer, tabung reaksi, inkubator suhu, lemari es rumah tangga dua pintu yang memiliki chiller sebagai
penyimpanan dingin. Peralatan analisa yang diperlukan diantaranya adalah Colortec Chromameter
untuk mengukur warna, penetrometer untuk mengukur kekerasan, a
w
meter, Standard Plate Count SPC, kertas saring, neraca analitik, dan peralatan gelas.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu perlakuan persiapan bahan dan perubahan mutu sayuran selama penyimpanan serta efektifitas kemasan.
1. Perlakuan Persiapan Bahan