keterbalakangan ekonomi yang sama demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik, seperti kemandirian dan proses menuju kemandirian yang ditunjukkan oleh
masyarakat Bali yang dari tahun ke tahun semakin mengalami perkembangan dan kemajuan serta perbaikan kondisi ekonomi mereka yang menuju ke arah yang lebih
baik dan sejahtera. Proses kemandirian yang terbentuk berasal dari dirinya sendiri dan berpengaruh positif terhadap proses perkembangan kemandirian terhadap lingkungan
dan masyarakat sekitarnya.
B. Kemandirian Bidang Sosial dan Budaya
Kemandirian sosial dan budaya dapat diartikan sebagai sikap masyarakat dalam upaya menjaga keberadaan sosial budayanya agar tetap utuh walaupun
dihadapkan dengan kondisi kemajuan zaman dan keberanekaragaman sosial budaya masyarakat dalam lingkungannya. Yang menjadi cakupan dalam sosial budaya adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang bersumber dari kebudayaan dan memiliki kajian nilai artistik yang sifatnya mengikat dan wajib
dipertahankan guna menjaga keberadaannya dan menjaga eksistensi mereka tetap utuh.
Kemandirian masyarakat Bali dalam bidang sosial tercermin dari hubungan kekerabatan di antara masyarakat Bali. Hubungan sosial mereka terjalin berawal dari
kesamaan tingkat kehidupan pada saat mereka masih sebagai buruh kontrak di perkebunan Tanjung Garbus dan Bandar Selamat. Selain itu, hubungan kekerabatan
Universitas Sumatera Utara
soaial yang terjadi didasarkan atas kesamaan agama yang dimiliki. Hubungan soaial masyarakat kampung Bali tampak jelas pada saat mereka akan mengusulkan lahan
hunian baru kepada pemerintah atas kejasama masyarakat dengan PHDI. Secara tidak langsung hubungan ikatan sosial telah terjalin dengan organisasi Parisada.
Dalam perkembangan selanjutnya hubungan ikatan sosial semakin terjalin seirng dengan kemajuan taraf hidup mereka. Datangnya masyarakat suku Karo dan
Jawa, telah mempererat hubungan ikatan sosial diantara mereka. Ketakutan akan terancamnya eksistensi mereka, memaksa masyarakat kampung Bali untuk
bekerjasama menjaga keberadaan dan eksistensi mereka. Mereka mulai membangun sebuah organisasi diantara sesama masyarakat Bali dan membuat beberapa aturan di
dalamnya yang bertujuan menjaga keberadaan mereka di kampung Bali. Salah satu aturan yang disepakati adalah jika ada warga masyarakat Bali yang ingin pindah ke
daerah lain dengan alasan ingin membuka lahan pertanian baru, maka lahannya harus dijual kepada sesama masyarakat Bali agar keberadaan masyarakat Bali di sana tetap
terjaga. Dari segi kebudayaan masyarakat kampung Bali, potensi budaya yang
dimiliki masyarakat Bali sangat kaya dan memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kelompok masyarakat lain. Kebudayaan masyarakat Bali memiliki nilai
luhur yang sangat tinggi. Nilai luhur kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali lebih didasarkan atas latar belakang agama yang dimilikinya yaitu agama Hindu.
Nilai luhur dalam masyarakat Bali di kampung Bali menyatakan bahwa setiap
Universitas Sumatera Utara
individu itu memiliki intisari yang sama dengan Tuhan. Mereka tidak memandang adanya perbedaan antara satu individu dengan individu lain. Dalam pandangan
mereka setiap individu itu tidak dilahirkan sebagai seorang pendosa melainkan menjadi korban dari ketidakperdulian setiap individu di bawah pengaruh maya.
Mereka mengakui bahwa setiap individu yang berada di bawah pengaruh maya akan membuat manusia itu menjadi jatuh ke dalam dosa yang diakibatkan oleh atman atau
jiwa mereka lebih dikuasai nafsu dan dengki serta ketidakperdulian. Nilai luhur lain yang terlihat dari kebudayaan masyarakat Bali adalah sikap
toleransi keagamaan dan keselarasan yang universal. Tradisi Hindu sangat diterapkan dalam masyarakat Bali di kampung Bali. Tradisi Hindu tidak menggambarkan
otoritas yang memusat pada satu titik, hirarki, dogma, atau kehidupan moral yang kaku dan sempit. Sebaliknya tradisi Hindu lebih menitikberatkan pada alasan yang
murni dan pengetahuan yang sejati sebagai syarat yang penting untuk menyadari adanya kesatuan dengan semua manusia. Pentingnya alasan yang murni tampak dari
doa-doa mereka. Mereka tidak berdoa untuk kemakmuran dan kekayaan dirinya sendiri tetapi berdoa demi kemurnian semua makhluk di dunia.
Selain itu, masyarakat Bali di kampung Bali memiliki falsafah hidup yang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari 3 suku kata yaitu “Tri” yang
artinya tiga, “Hita” yang artinya kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan.
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Bali. Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi. Hakikat mendasar Tri Hita
Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam
lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut, diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih
mengedepankan individualisme dan materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian, dan
gejolak. Nama asli kampung Bali adalah kampung Cipta Dharma, yang artinya
kampung kebaikan. Pembangunan kampung Cipta Dharma diharapkan mampu memberikan kebahagiaan bagi masyarakat dari suku mana pun yang tinggal di sana
dan jauh dari dosa. Penamaan kampung Cipta Dharma tidak terlepas dari nilai-nilai kebudayaan yang melekat di dalam diri masyarakat Bali yang tertuang dalam falsafah
hidup masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana. Perkembangan kemajuan zaman yang diiringi dengan bertambahnya populasi
penduduk Bali, Jawa, maupun Karo tidak merubah tatanan hidup masyarakat Bali yang ada di sana. Keberadaan agama dan budaya mereka pun tidak terkikis
dikarenakan mereka yang menghargai setiap manusia sebagai individu yang sama dan tak ada yang membedakan. Sikap toleransi beragama yang mereka miliki membuat
Universitas Sumatera Utara
keberadaan agama dan kebudayaan mereka tetap terjaga secara utuh karena masayarakat Jawa dan Karo juga ikut serta menghargai budaya dan agama mereka.
Eksistensi sosial dan budaya masyarakat Bali di kampung Bali masih tetap terjaga dengan baik. Mereka masih dapat mempertahankan keberadaan budaya dan
agama tanpa terkikis sedikit pun walaupun terjadi gejolak, pertikaian, dan sifat konsumerisme seiring berkembangnya waktu. Kehidupan sosial dan budaya mereka
malah semakin berkembang dengan pesat dan tidak mengalami kemunduran, dimana masyarakat pendatang seperti Karo dan Jawa yang menjadi terpengaruh oleh
kebudayaan masyarakat Bali. Dengan kata lain kebudayaan Bali tetap terjaga secara utuh, malah kehidupan budaya masyarakat lain yang menjadi terkikis akibat adanya
budaya masyarakat Bali. Mereka terikut budaya masyarakat Bali yang memang dianggap nilai luhur yang tinggi dan membawa dampak positif dalam kehidupan
mereka di masyarakat.
4.1.2 Keterbukaan Masyarakat Bali