Masyarakat Bali Sebelum di Kampung Bali.

pola kehidupan masyarakat yang baru. Masyarakat Bali sendiri merupakan pemeran terpenting dalam proses terbentuknya Kampung Bali.

2.2.1 Masyarakat Bali Sebelum di Kampung Bali.

Pasca kolonial Indonesia telah menjadi sebuah negeri yang merdeka dan berdiri sendiri semenjak 17 Agustus 1945, keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan di Indonesia tidak mengalami perubahan secara mendasar. Keterbelakangan ekonomi banyak terjadi di pedesaan yang merupakan tempat di mana mayoritas rakyat Indonesia berada khusus untuk Kepulauan Jawa. Pengangguran juga meluas di pedesaan sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan. Umumnya masyarakat di daerah pedesaan menumpukkan ekonominya pada sektor pertanian, namun mayoritas kaum tani adalah kaum tani yang tidak memiliki lahan. Kalaupun ada yang memiliki lahan, maka kepemilikan lahan tersebut dalam jumlah yang sangat terbatas sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan ini terjadi karena lahan-lahan yang ada di desa rata-rata dikuasai oleh “tuan tanah”, tani kaya, dan orang kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali kaum tani yang dapat memanfaatkan tanah bagi kehidupan mereka. Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama mengapa banyak penduduk desa terutama yang berusia muda melakukan migrasi baik ke kota-kota besar bahkan migrasi internasional ke negeri-negeri lain sebagai buruh migran. Alasan utama para kaum urban tersebut adalah karena sedikitnya jumlah tanah yang mereka miliki, atau karena kurangnya tanah, sehingga Universitas Sumatera Utara pada kenyataannya, lebih dari 80 transmigran sama sekali tidak mempunyai tanah. 17 Tidak dapat dipungkiri Masyarakat Bali yang tinggal di Pulau Bali juga mengalami keadaan ini. Kebutuhan akan lahan untuk usaha maupun pemukiman merupakan alasan utama yang memicu perpindahan masyarakat Bali yang merasa kesusahan hidup dikampungnya sendiri, sehingga mereka melakukan perpindahan tempat tinggal dengan tujuan dasarnya untuk memperbaiki taraf hidup yang lebih baik. Transmigrasi oleh masyarakat Bali telah dilakukan secara terorganisir, perpindahan ini telah dimulai setelah kemerdakaan, yaitu pada tahun 1953. Antara tahun 1953 dan 1968, jumlah transmigran Bali mencapai 10,4 dari seluruh peserta transmigrasi. Selama periode tersebut, 84 orang Bali bertransmigrasi ke Sumatera. Jumlah transmigran yang diberangkatkan pertahun bervariasi antara dua tahun tercatat kurang dari 1.000 orang, lima tahun antara 1.000 hingga 3.000 orang, lima tahun antara 3.000 hingga 5.000 orang dan akhirnya, pada tahun 1963 sesudah meletusnya Gunung Agung, tercatat 12.000 pengungsi yang diberangkatkan. 18 17 Muriel Charras, Dari Hutan Angker Hingga Tumbuhan Dewata. Transmigrasi di Indonesia: Orang Bali di Sulawesi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1997, hal. 25 18 Ibid, hal. 18 Universitas Sumatera Utara Berikut adalah jumlah dan arah tujuan transmigran Masyarakat Bali: Tabel I : Jumlah dan arah tujuan transmigran Bali Tujuan 19531968 19691974 19751976 Sebelum 1978 Kel. Jiwa Kel. JIwa Kel. Jiwa Kel. Jiwa Sumatera Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara 8.556 333 1.096 100 35.124 1.357 5.204 470 264 501 4.224 410 1.132 2.222 19.292 1.162 1 4 1.731 7 18 7.655 500-1.000 Jumlah 10.085 41.854 5.399 23.808 1.736 7.680 Rata-rata per tahun 2.790 4.762 3.840 Sumber: Muriel Charras, Dari Hutan Angker Hingga Tumbuhan Dewata, Transmigrasi Di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, Hal. 32 Masyarakat Bali yang yang menjadi pemeran utama dari pembukaan Kampung Bali di Langkat mengawali kedatangan mereka dengan bertransmigrasi dari Bali ke Sumatera. Dilihat dari Tahun keberangkatan transmigran ini yaitu tahun 1963, Perpindahan masyarakat Bali ini termasuk dalam jenis perpindahan yang terpaksa. Transmigrasi merupakan satu jalan keluar yang ditawarkan kepada para korban letusan Gunung Agung di tahun 1963. Namun secara harafiah transmigrasi ini tidak merupakan “paksaan”. Para korban bencana alam yang sedang kehilangan harta benda, serta sedang dilanda kebingungan itu memang mudah dipengaruhi dan diberi anjuran untuk bertransmigrasi. 19 19 Ibid, hal. 32 Namun tujuan transmigrasi yang Universitas Sumatera Utara mengutamakan keberlangsungan hidup masyarakat Bali ini secara sadar di putuskan oleh masyarakat itu sendiri, itulah sebabnya migrasi orang-orang Bali ini terlepas dari bentuk sistem yang menekan. Migrasi ini juga perlu lebih lanjut dijelaskan pada tahun 1963, kira-kira 145 keluarga, yang banyak diantaranya berasal dari Gianyar Propinsi Bali, telah dikirim untuk bekerja kontrak selama 6 tahun diperkebunan karet di Medan dan sekitarnya. 20 Orang Bali yang bermigrasi ke Medan, mengawali kedatangan mereka dengan menandatangani kontrak kerja diperkebunan Tanjung Garbus dan Bandar Selamat, perkebunan Tanjung Garbus dan Bandar Selamat merupakan perkebunan yang terletak di daerah Lubuk Pakam. Perkebunan yang ada di Tanjung Garbus dan Bandar Selamat ini merupakan perkebunan yang menghasilkan komoditi karet, kakao, gula dan tembakau. Orang Bali yang bekerja diperkebunan tersebut memulai kontrak kerja mereka dari tahun 1963 sampai dengan 1969. Setelah kontrak kerja yang pertama diselesaikan ditahun 1969, mereka kemudian menerima perpanjangan kontrak kerja untuk 6 tahun berikutnya. Sekalipun Masyarakat Bali ini mendapatkan fasilitas rumah atau tempat tinggal dan gaji selama kontrak kerja sebagai pekerja perkebunan. Kehidupan masyarakat Bali yang bekerja diperkebunan ini dirasa sangat kurang memuaskan. Pendapatan dari hasil perkebunan ini bagi mereka masih dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Akibatnya banyak Masyarakat Bali yang 20 Ibid, hal. 33 Universitas Sumatera Utara bekerja diperkebunan ini mulai merasa tidak betah dan berfikir untuk mencari usaha yang lebih baik lagi demi meningkatkan taraf hidup. Bentuk dari ketidakpuasan masyarakat Bali ini terbukti dengan adanya beberapa pekerja dari Masyarakat Bali yang melakukan pensiun muda pada masa itu, yaitu pada tahun 1972 dan 1973. 21 Namun setelah pensiun masyarakat Bali ini bukannya mendapatkan kegiatan usaha yang lebih baik melainkan malah menjadi pengangguran. Kebutuhan Ekonomi yang semakin meningkat memaksa orang-orang Bali tersebut untuk segera mengambil langkah-langkah agar dapat mempertahankan keberlangsungan hidup. Berbagai macam usaha dan cara dilakukan untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. Sebahagian dari orang-rang Bali ini menggunakan sisa- sisa harta yang mereka miliki untuk melakukan kegiatan berdagang, akan tetapi hasilnya juga masih belum mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarga dikarenakan kurangnya pengetahuan akan teknik berdagang serta minimnya modal yang mereka miliki. Sebahagian masyarakat Bali ini ada juga yang pulang ke kampung halamannya di Pulau Bali dengan harapan bahwa situasi disana sudah berubah dan ada peluang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan bermodalkan pengalaman selama menjadi transmigran. 22 21 Wawancara Nyoman Sumandro, Kampung Bali, 8 Juni 2013 22 Wawancara Dewa Putu Dana, Kampung Bali, 8 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Proses Terbentuknya Kampung Bali