commit to user
6
menulis tesis dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR. 41PHPU.D-VI2008 TENTANG
PILKADA ULANG DI JAWA TIMUR”. B.
Rumusan Masalah
Perumusan masalah adalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang diteliti secara jelas, guna memberi jawaban atas persoalan yang akan dipecahkan.
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas tersebut, maka dirumuskan permasalahan yaitu;
1. Apakah Putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang
Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur mengesampingkan UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ?
2. Bagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang
Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur ditinjau dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 yang diperbaruhi dengan UU
No. 12 Tahun 2008 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa atau mengkaji secara yuridis Putusan Mahkamah
Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur yang dimungkinkan melampaui wewenang dengan
mengesampingkan UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
2. Menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008
tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur dikaji dari Undang- Undang Pemerintahan Daerah No.32 Tahun 2004 yang diperbaruhi dengan
UU No.12 Tahun 2008.
commit to user
7
D. Manfaat Penelitian
1. Segi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum serta ilmu lain yang terkait dengan penelitian ini.
Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan perbandingan dalam bidang hukum dalam pemerintahan dan masyarakat yang akan datang.
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hukum juga penuh kelemahan.
13
2. Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan suatu perselisiahan hasil pemilu. Sehingga
keputusan yang di berikan tidak bertentangan dengan hukum dan tidak melampaui wewenang yang telah di atur dalam peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan.
13
Paul Carrington, “Of Law and the River”, journal of Legal Edacation 34, 1984: 227.
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini disampaikan mengenai landasan teori atau hasil studi kepustakaan, yang merupakan bahan-bahan untuk
menganalisa data yang menjadi rumusan masalah.
A. Tinjauan Tentang Hukum dan Teori Hukum Murni
1. Pengertian dan fungsi hukum
Memahami pengertian tentang hukum yang sangat banyak dikemukakan oleh para ahli hukum tidaklah mudah. Pengertian hukum yang beraneka macam
tergantung darimana memandangnya. Menurut Plato hukum adalah pikiran yang masuk akal reason thought, logismos yang dirumuskan dalam keputusan
Negara. Hukum juga diartikan serangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur hubungan antar
masyarakat. C.S.T Kansil berpendapat bahwa hukum adalah semua peraturan-peraturan
hukum yang diadakan atau diatur oleh Negara atau bagian-bagiannya dan berlaku pada waktu itu seluruh masyarakat dalam Negara itu. Semua peraturan yang
berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu.
14
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan berlakunya dengan suatu sanksi.
15
Hukum menurut S.M. Amin, dalam Kansil adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
16
Menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum adalah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
14
C.S.T Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hlm. 11
15
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 1986, hlm.
37
16
C.S.T Kansil, Pengantar Hukum Indonesia dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1989, hlm. 38
commit to user
9
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh bada resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan ini berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.
Hukum dapat bersumber dari undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim, traktat, dan doktrin. Menurut Buys, hukum adalah ketentuan-ketentuan umum
tentang peraturan perundang-undangan untuk Indonesia, Algemen Bepolingen Van Wetgeving Voor Indonesia atau A.B. Menurutnya hukum merupakan undang-
undang dalam arti formal, yaitu keputusan pemerintah yang karena cara pembuatannya oleh Presiden dan legeslatif yang mengikat bagi seluruh
masyarakat, atau materiilnya. Sehingga hukum dimaknai suatu undang-undang tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah bagi seluruh masyarakat.
Hukum ditinjau dari ilmu politik, menurut Mahfud MD, hukum adalah suatu sarana dari elit penguasa yang memegang kekuasaan dan digunakan sebagai
alat untuk mempertahankan kekusaannya atau untuk mengembangkannya.
17
Menurut Lon Fuller, hukum diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan perilaku manusuia dibawah perintah dari peraturan-peraturan. Lon Fuller
beranggapan bahwa segala tindakan manusia diatur oleh hukum, sehingga apa saja tindakan yang dilakukan manusia yang diatur undang-undang menjadi sah
menurut hukum. Disini menunjukkan hukum merupakan peraturan tertulis yang sah untuk mengatur segala tindakan manusia.
Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur hukum yang terkandung dalam hukum adalah:
1 Peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang
2 Tujuannya mengatur dan menjaga tata tertib kehidupan masyarakat
3 Mempunyai cirikhas memerintah dan melarang
4 Bersifat memaksa agar ditaati
5 Adanya sanksi bagi yang melanggarnya.
18
Menurut Esmi Warasih,
19
untuk mengenal hukum dalam suatu sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi delapan asas hukum principles of legality, yaitu:
17
Mahfud MD, Pergaulan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm.
4
18
Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum Kebijakan Publik, Universitas Sunan Giri Perss, Surabaya,
2002
commit to user
10
1 Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, artinya hukum
tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.
2 Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan
3 Peraturan tidak boleh berlaku surut
4 Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti
5 Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain 6
Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan
7 Peraturan tidak boleh sering berubah-ubah
8 Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaanya di lapangan. Berdasarkan asas hukum yang dikemukakan oleh Esmi Warasih, bahwa Suatu
sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan yang tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat adhoc, yang mana hal itu
tidak terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah ulang Jawa Timur. Peraturan yang mengatur tentang kewenangan
Mahkamah Konstitusi tertinggalkan dan cenderung untuk menunjukkan domein hakim untuk memutus perkara tersebut, sehingga keputusan yang bersifat adhoc
sangat kuat. Seperti kritik terhadap hukum yang disampaikan oleh Kennedy dan Klare yang memberikan kritik terhadap hukum yang tidak pas dengan hukum itu
sendiri dan memberikan khazanah literature hukum yang luas dan kaya bagi perkembangan hukum.
20
Dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di Jawa Timur tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain, maka putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 dimungkinkan tidak memenuhi asas hukum, karena
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat bertentangan dengan UUD 1945, UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah, dan UU No.12 Tahun 2008 perubahan atas UU No.32 Tahun 2004. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak sesuai dengan
sistem hukum yang menyebutkan bahwa peraturan-peraturan tidak boleh
19
Esmi Warasih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT Suryandaru Utama, Semarang,
2005, hlm. 31
20
Kennedy dan Klare, “A Bibliograpy of Critical Legal Studies,” Yale Law Journal, 1984: 461
commit to user
11
mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan, karena wewenang Mahkamah Konstitusi sudah jelas disebutkan dalam peraturan perundang-
undangan, yaitu untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sehingga apa yang sudah tertuliskan dalam peraturan perundang-undangan
menjadi pedoman hukum bagi Mahkamah Konstitusi, agar praktek hukum dilapangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dan semua
sistem hukum tersebut menunjukkan kata peraturan yang berarti hukum positif yang telah tersusun dalam suatu undang-undang tertentu.
Fungsi hukum menurut Sjachran Basah dalam Muchsin
21
adalah: 1
Direktif, adalah prañata dalam membangun untuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara
2 Integratif, hukum sebagai Pembina kesatuan bangsa
3 Stabilitatif, sebagai pemeliharaan dan penjaga keselarasan, keserasian, dan
kesinambungandalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat 4
Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi Negara, maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan
masyarakat 5
Korektif, baik terhadap warga Negara maupun administrasi Negara dalam mendapatkan keadilan
Fungsi hukum perfektif yang dikemukakan oleh Sjachran Basah dalam Muchsin terkit dengan topik penelitian tentang pemilihan kepala daerah ulang di Jawa
Timur menggambarkan kekurangsempurnaan tindakan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum di Jawa Timur, karena
tindakan berupa memutus pemilihan kepala daerah ulang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga tindakan tersebut tidak mendapatkan
perfektif hukum yang ada, dan dimungkinkan telah mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang ada. Tindakan perfektif merupkan tindakan yang
dilakukan berdaarkan hukum positif yang berlaku. Menurut Soetandyo Wignyosoebroto, hukum berfungsi untuk:
1 Memerintah, yaitu hukum termasuk mengendalikan perilaku kedalam
keinginan langsung melalui sanksi positif dan negatif 2
Distribusi, yaitu hukum membantu dalam distribusi dalam rangka membatasi gap di masyarakat.
21
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, IBLAM, Jakarta, 2006, hlm. 12
commit to user
12
3 Melindungi harapan, yaitu hukum mengungkapkan prediksi antara
sejumlah subjek melelui apa yang diharapkan 4
Konflik yang berkepanjangan, hukum membantu memisahkan beberapa subjek yang sedang berkonflik
5 Nilai-nilai yang diwujudkan dalam gagasan, yaitu berfungsi mengutarakan
beberapa gagasan dalam suatu masyarakat. Fungsi hukum untuk memerintah dengan mengendalikan perilaku yang disertai
sanksi, menunjukkan hukum adalah peraturan yang harus ditaati dan yang melanggar akan dikenai sanksi. Mahkamah Konstitusi belum menerapkan fungsi
hukum memerintah, karena peraturan perundang-undangan yang memberikan perintah berupa wewenang Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan
perselisihan pemilihan kepala daerah di Jawa Timur dikesampingkan. Mahkamah Konstitusi dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di Jawa
Timur dapat juga menerapkan fungsi hukum untuk membantu memisahkan beberapa subjek yang sedang berkonflik, yaitu khofifah dengan Soekarwo. Dalam
menyelesaikan konflik hukum harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala
daerah. Menurut Utrecht dalam bukunya yang berjudul “Pengantar dalam Hukum
Indonesia”, fungsi hukum adalah untuk menjamin kepastian hukum rechtszekerheid dalam kehidupan masyarakat.
22
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemilihan kepala daerah ulang di Jawa Timur yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan berarti kepastian hukum yang masih kurang, karena kepastian hukum hanya didapat dari peraturan perundang-undangan.
Secara umum hukum berfungsi untuk mewujudkan ketertiban, keadilan, dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang ada sesuai dengan normatif hukum Negara Indonesia yang menganut civil law system. Secara umum hukum berfungsi untuk mewujudkan
ketertiban, keadilan, dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat yang berdasarkan atas hukum yang berlaku.
22
Utrecht dalam M. Sidik, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jetiar Baru, Jakarta, 1983, hlm.
13
commit to user
13
2. Teori hukum murni Hans Kelsen
Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori hukum murni oleh Hans Kelsens. Dalam teori ini berpendapat bahwa;
1 Teori hukum murni merupakan suatu pemberontakan yang ditujukan
terhadap ilmu hukum yang ideologis yang hanya mengembangkan hukum sebagai alat pemerintah dalam Negara totaliter
2 Teori hukum murni adalah gambaran hukum yang bersih dalam
abstraksinya, ketat dalam logikanya dan mengenyampingkan hal-hal yang bersifat ideologis yang dianggap irasional
3 Teori hukum murni tidak boleh dicampuri ilmu politik, sosiologi, sejarah,
dan pembicaraan tentang etika 4
Grundnorm merupakan alat yang menggerakkan sistem hukum. Menjadi dasar mengapa hukum itu harus dipatuhi dan memberi
pertanggungjawaban mengapa hukum itu harus dipatuhi. 5
Sistem hukum pada hakekatnya adalah sistem hirarkis yang tersusun dari peringkat terendah hingga peringkat tertinggi.
Siatem hirarkis Hans Kelsen dapat digambarkan sebagai berikut. Stufentheorie Hans Kelsen
Teori hukum murni adalah teori hukum umum, bukan penafsiran norma-norma hukum Negara tertentu, yang difokuskan pada pengetahuan subtansinya.
Objeknya menjelaskan apa hukum itu dan bagaimana hukum dibuat, bukan persoalan tentang apa seharusnya hukum itu atau bagaimana seharusnya hukum
Grundnorm
Norm
Norm
Norm Norm
Norm Norm
Norm Norm
Norm
Menurut UU No.10 Tahun 2004 tentang Tata urutan pembentukan
peraturan perundang-undangan. - UUD 1945
- UUPERPU - Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden - Peraturan Daerah
commit to user
14
itu dibuat. Teori hukum murni menghilangkan semua hal yang bukan merupakan objek kognisi hukum, yang membebaskan hukum dari semua elemen asing di luar
hukum, sehingga sebenar-benarnya hukum adalah hukum yang bersih dan steril.
23
Ajaran teori hukum murni Hans Kelsen mengandung prinsip-prinsip: 1
Tujuan hukum untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan
2 Teori hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai hukum yang
berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya. 3
Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif 4
Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma dan tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma hukum.
5 Teori hukum adalah formal, tentang cara menata, mengubah isi dengan
cara yang khusus. 6
Hubungan antara teori hukum dan sistem hukum yang khas dan hukum positif adalah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang ada.
Terkait dengan teori hukum oleh Hans Kelsen, bahwa hukum sebagai teori tentang norma-norma dan tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma
hukum tersebut, maka penelitian tesis ini sesuai dengan teori Hans Kelsen tersebut, dimana dalam penelitian ini yang diteliti dan dibahas adalah tentang
norma-norma hukum berupa peraturan perundang-undangan yang tertulis dalam suatu teks peraturan perundang-undangan
Hans Kelsen beranggapan bahwa hyphotetisch ordeet sebagai bentuk hukum. Hukum untuk dapat berlaku tidak tergantung dari orang yang
menerimanya, tetapi asal saja syarat-syarat atau unsur-unsurnya terpenuhi, maka hukum dapat berlaku. Kedudukan hukum lebih tinggi daripada Negara, sehingga
segala penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia harus berdasarkan atas hukum,
24
sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa
23
Hans Kelsens dalam Stanley L. Paulson, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, 2008,
hlm. 38
24
Hans Kelsen dalam CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jilid 1,
Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 106
commit to user
15
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Arti hukum terbentuk pada bentuk hukum, sedangkan keadilan ada hubungannya dengan hukum yang berada diluar
pengertian hukum sebagai hukum. Hukum sah asal bersumber dari norma dasar dan mempunyai efektifitas, karena norma dasar atau grundnorm adalah dasar
segala kekuasaan dan merupakan legalitas hukum positif. Hukum dapat bertepatan dengan ketidak adilan juga, karena sudut pandang hukum dapat dilihat dari
berbagai aspek, sehingga keadilan dan ketidak adilan sangatlah relatif sekali, yag terpenting hukum dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang ada.
Norma hukum dalam Negara dibagi dalam empat kelompok menurut Maria Farida Indrati Soeprapto, yaitu.
- Kelompok I. Staats Fundamentalnorm norma fundamental Negara yang
merupakan pembukaan UUD 1945 -
Kelompok II. Staats Grundgesetz aturan dasarpokok Negara yaitu batang tubuh UUD 1945
- Kelompok III. Formell Gesetz undang-undang formal, seperti UU
- Kelompok IV. Verordnung dan Autonome Satzung aturan pelaksana dan
aturan otonom, seperti PP, Perda, dan peraturan pelaksana lainnya. Diagram piramid Theorie Stufenaufbao der Rechtsordnung, Nawiasky-Kelsen
Konstitusi menggambarkan hukum positif ditingkat tertinggi. Mengambil pengertian kata subtantif dan fungsi esensial konstitusi yang bergantung pada
pengaturan alat pemerintah dan proses penciptaan hukum umum, yaitu proses legislasi. Disamping itu konstitusi menetapkan muatan undang-undang dimasa
depan.
25
25
Stanley Poulson, Op.cit, hlm. 106
I. Staat Fundamentalnorm
pembukaan UUD 1945
II. Staats Grundgesetz batang tubuh UUD 1945
III. Formell Gesetz Undang-Undang IV. Verordnung dan Autonome Satzung
Peraturan Pelaksana, PP, Perda, dll
I II
III IV
commit to user
16
Hans Kelsen mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum Stufentheorie dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-
jenjang dan berlapis lapis dala suatu hirarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlakunya, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi , norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasarkan pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tidak dapat
ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar Grundnorm.
Norma dasar merupakan norma tertinggi dalam sistem norma tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar itu ditetapkan
terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasr yng merupakan gantungan bagi bagi norma-norma yang berada dibawahnya, sehingga suatu norma dasar
tersebut dikatakan pre-supposed. Suatu norma hukum itu keatas ia bersumber dan berdasarkan pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah menjadi dasar dan
menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya sehingga norma hukum mempunyai masa berlakunya yang relatif, karena masa berlakunya suatu norma
hukum tergantung pada norma hukum yang berada diatasnya, sehingga apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau di hapus, maka norma-norma
hukum yang berada di bawahnya tercabut atau terhapus pula. Norma fundamental Negara merupakan norma tertinggi dalm suatu Negara,
yaitu norma yang tidak dapat dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi. Norma fundamental merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi dan undang-
undang dasar suatu Negara. Hakekat hukum fundamental ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar.
Aturan dasar Negara adalah norma hukum dibawah dasar fundamental. Norma dalam aturan dasar ini merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat
garis besar sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma skunder. Di Indonesia aturan dasar terdapat dalam Pancasila dan batang tubuh
UUD 1945. Aturan dasar merupakan landasan bagi pembentukan undang-undang dan peraturan lainnya yang lebih rendah. Aturan dasar berisi garis-garis besar atau
pokok kebijaksanaan Negara, juga terutama aturan-aturan untuk memberlakukan
commit to user
17
norma-norma hukum, peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tata cara membentuk peraturan perundang-undangan yang mengikat umum.
26
Norma dalam undang-undang sudah konkrit dan terperinci dapat langsung berlaku dalam masyarakat. Norma ini bersifat tunggal dan juga sudah bisa
dicamtumkan norma-norma yang bersifat sanksi. Peraturan pelaksana adalah berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
Dalam sistem norma hukum di Indonesia, Pancasila merupakan norma fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang
kemudian berturut-turut diikuti oleh batang tubuh UUD 1945, serta hukum dasar sebagai aturan dasar Negara, undang-undang serta peraturan pelaksana dan
peraturan otonom yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan pelaksanaan, dan peraturan otonom lainnya.
Perhatian teori hukum Hans Kelsen adalah menitik beratkan pada keabsahan norma-norma hukum ditetapkan berdasarkan pertimbangan norma
ditingkat lebih tinggi berikutnya, dan seterusnya, hinga norma paling tinggi dalam sistem hukum tersebut dicapai level konstitusi. Sistem hirarkis mempengaruhi
kepastian hukum, karena hukum di Negara yang beraliran civil law system diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan tertulis yang dibuat oleh
lembaga yang berwenang untuk membuatnya dan mempunyai legalitas hukum. Dalam Negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitaas dalam
segala bentuknya, setiap tindakan pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis
tersebut menurut Malcolm Waters dalam Otje Salman dan Anton F. Susanto, teori posivistik adalah:
“Teori yang mencoba untuk menjelaskan hubungan secara empiris antara variable dengan menunjukkan bahwa variabel-variabel itu dapat
disimpulkan dari pernyataan-pernyataan teoris yang lebih abstrak. Teori ini menjelaskan tentang pernyataan-pernyataan yang spesifik, karena teori ini
sangat memfokuskan pada hubungan-hubungan empiris tertentu, temuan- temuannya yang belum terbukti mempunyai pengaruh”.
27
26
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang‐ undangan, ctk. Kesepuluh, Kanisius, Yogyakarta,
1998
27
Otje Salman dan Anton Susanto, Teori Hukum, ctk. Kedua, Refika Aditama, Bandung, 2005,
hlm. 24
commit to user
18
Dari sudut pandang penerapan termasuk penelitian berfokuskan pada masalah, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah itu ditentukan atas dasar kerangka
teoritis. Sehingga penelitian ini menjadi penghubung antara penelitian murni dengan penelitian terapan. Berpijak dari teori hukum murni sebagai teori dasar
penelitian tesis, maka secara teori putusan Mahkamah konstitusi yang merupakan praktik hasil dari produk hukum suatu lembaga peradilan Negara tersebut tidak
dapat dibenarkan dan melanggar hukum normatif.
28
Ada lima konsep hukum menurut Soetandyo Wignyosoebroto, yaitu:
1 Hukum adalah suatu asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati
dan berlaku universal 2
Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang- undangan hukum nasional
3 Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim, inconcreto, dan
tersistematisasi sebagai judge made law 4
Hukum adalah pola prilaku sosial yang terlambangkan, eksis sebagai variable sosial yang empirik
5 Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagai
tampak dalam interaksi antar mereka.
29
Konsep hukum adalah suatu asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal merupakan sifat dasar hukum. Thomas Van Aquino
berpendapat bahwa segala kejadian di alam dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu undang-undang abadi yang menjadi dasar kekuasaan dari peraturan
lain. Terkait dengan asas hukum dalam peraturan perundang-undangan yaitu, bahwa hukum tidak dapat berlaku surut, undang-undang yang dibuat oleh
penguasa yang kedudukannya lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula, hukum yang mengatur lebih khusus diutamakan dari yang bersifat
umum, hukum yang baru dapat mengalahkan hukumyang lama, dan undang- undang tidak dapat diganggu gugat.
30
28
Setiono, Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universtas Sebelas Maret, Surakarta, 2002, hlm. 6
29
Ibid, hlm. 20
30
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 155
commit to user
19
Konsep hukum kedua adalah konsep hukum normatif. Konsep normatif hukum adalah suatu norma yang diidentikkan dengan keadilan yang harus
diwujudkan ius constituendum, ataupun norma yang telah terwujudkan sebagai perintah yang eksplisit dan secara positif telah dirumuskan jelas dalam undang-
undang ius constitutum untuk menjamin kepastian hukum. Sehingga seluruh produk hukum harus berdasarkan aturan yang telah tertulis dalam undang-undang.
Menurut pandangan legisme, yang sesuai dengan konsep kedua, bahwa hukum adalah norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan. Hukum
terbentuk hanya oleh undang-undang Wetgiving hakim secara tegas terikat pada peraturan yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga peradilan
adalah hal menerapkan secara mekanisme dari ketentun undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit. Dalam aliran legisme segala sesuatu telah
ditentukan oleh hukumundang- undang, diluar undang-undang bukan merupakan hukum. Peradilan hanya sebagai lembaga pelaksana undang-undang. Aliran
legisme berpendapat bahwa putusan hakim tidak penting, karena hukum adalah undang-undang. Hukum adalah semuanya telah diatur dan ditulis dalam teks
undang-undang, jadi yang tidak tersebut ditulis dalam teks bukan termasuk dari hukum.
31
Asas hukum atau undang-undang adalah jiwa dari hukum tersebut. Asas- asas yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yaitu:
1 Undang-undang tidak dapat berlaku surut
2 Asas Lex Superiori Derogat legi Inferiori, Undang-undang yang dibuat
penguasa lebih tinggi mempunyai kedudukan lebih tinggi pula 3
Asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis, undang-undang yang lebih khusus mengalahkan undang-undang yang bersifat umum
4 Asas Lex Pasteriore Derogat Lex Priori, undang-undang yang baru
diutamakan daripada undang-undang yang lama 5
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
32
31
Muchsin, op.cit, hlm. 8
32
C.S.T. Kansil, op.cit, hlm. 155
commit to user
20
Jika dikaitkan dengan tesis yang penulis teliti, maka putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang pemilihan Kepala Daerah ulang di
Jawa Timur dimungkinkan melanggar norma-norma positif yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar dan undang-undang, karena di dalamnya tidak mengatur
kewenangan untuk memutus atau menyuruh Pemilihan Kepala Daerah ulang, tetapi terkait perselisihan hasil pemilihan umum, dalam Pasal 24C UUD 1945.
Kaitan dengan tesis yang penulis teliti, konsep ketiga bahwa hukum menurut Soetandyo Wignyosoebroto adalah apa yang diputuskan oleh hakim,
inconcreto, dan tersistematis sebagai judge made law. Maka Putusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 dapat termasuk dalam konsep ketiga ini,
karena putusan Mahkamah Konstitusi itu diputuskan oleh hakim Mahkamah Konstitusi yang merupakan penyelenggaraan atas kekusaan kehakiman. Hakim
dapat membentuk hukum atas dasar bahwa hakim tidak dapat menolak perkara dengan alasan tidak ada hukum yang mengatur. Hakim mempunyai hak untuk
membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan perkara. Walaupun hakim dapat menemukan atau menciptakan hukum, bukan berate hakim bebas membuat
hukum sendiri, karena kedudukan hakim bukan pemegang kekuasaan legeslatif atau badan pembuat undang-undang. Keputusan hakim tidak punya kekuatan
hukum yang bersifat umum, keputusan hakim hanya berlaku pada pihak-pihak tertentu saja.
33
Menurut aliran legisme bahwa putusan hakim kurang dianggap penting, karena sumber hukum dari aliran legisme adalah undang-undang, hakim
hanya sebagai pelaksana dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang- undang.
34
B. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Publik
1. Pengertian tentang kebijakan publik
Menurut James E Anderson, kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku
33
CST. Kansil, Op.cit, hlm 36
34
Stanley Poulson, op.cit. hlm. 156
commit to user
21
atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah. Carl.J.Frledrick mengatakan, kebijakan sebagai rangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan
tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
35
Edwards dan Sharkansky mengemukakan bahwa kebijakan publik itu dapat ditetapkan secara jelas dalam
peraturan perundang- undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat pemerintah atau berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah.
36
Menurut Bambang Sutiyoso perbuatan pemerintah atau Negara yang disebut juga kebijakan pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu.
1 Mengeluarkan perundang-undangan regelling
2 Mengeluarkan suatu keputusan beschikking
3 Melaksanakan perbuatan material materielle dood
Perbuatan pemerintah yang mengeluarkan perundang-undangan tersebut dapat dinilai dan diuji oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang memiliki
wewenang untuk menguji secara materiil undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar. Dalam melaksanakan kebijakan pemerintah sering melakukan
tindakan-tindakan yang menyimpang dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan masalah.
37
Kebijakan menurut Edi Suharto erat kaitannya dengan sistem demokrasi, karena penentuan kebijakan dirumuskan melalui persetujuan
rakyat menurut sistem demokrasi yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.
38
Lembaga pemerintah dalam mengeluarkan undang-undang yang bersifat umum mengikat semua orang, berisi kaidah hukum yang melindungi
banyak orang.
39
35
Setiono. Hukum dan Kebijakan Publik. Bahan Matrikulasi Program Magister S2 Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 2008, hlm. 3
36
Jamal Wiwoho, Bahan Perkuliahan Hukum dan Kebijakan Publik, Program Pasca Sarjana Ilmu
Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2008, hlm. 6
37
Bambang Sutiyoso, Aktualita Hukum dalam Era Reformasi, ctk. Pertama, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004, hlm. 37
38
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Jakarta, 2005, hlm. 72
39
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, ctk. Pertama, Liberty, Yogyakarta,
2003, hlm. 80
commit to user
22
Menurut Bambang Sunggono terdapat beberapa pendapat tentang konsep kebijakan.
40
Seperti, Kleijn mengartikan kebijakan sebagai tindakan secara sadar dan sistematis, denga mempergunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan
politik yang jelas sebagai sasaran yang dijalankan langkah demi langkah. Kuypers berpendapat, kebijakan sebagai suatu susunan dari tujuan-tujuan yang dipilih oleh
para administrator publik baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun untuk kepentingan kelompoknya dan sarana-sarana yang dipilih olehnya. Menurut
Harold D.Daswell, kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai, dan praktek terarah. Kebijakan publik menurut Joko Widodo adalah suatu
kegiatan yang terkait dengan perumusan masalah, agenda kebijakan ditentukan, perumusan kebijakan, keputusan kebijakan diambil, kebijakan dilaksanakan, dan
kebijakan dievaluasi.
41
Kebijakan menurut Taliziduhu Ndraha adalah suatu pilihan yang terbaik, usaha untuk memproses nilai pemerintah yang bersumber pada kearifan
pemerintahan dan mengikat secara formal, etika dan moral yang diarahkan guna untuk menepati pertanggungjawaban aktor pemerintahan dalam lingkungan
pemerintahan dengan dasar pertimbangan kemanusiaan, kependudukan, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan hubungan pemerintahan.
42
Kebijakan publik oleh James E Anderson dalam Jamal Wiwoho merupakan: 1
Kebijakan publik mempunyai tujuan-tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan
2 Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah
3 Bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu
masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusn pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
4 Kebijakan pemerintah dalam arti positif selalu dilandaskan pada
peraturan perundang-undangan.
43
40
Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm. 13
41
Joko Widodo, Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik,
Bayumedia Publising, Malang, 2007, hlm. 17
42
Taliziduhu Ndraha, KYBERNOLOGI, Ilmu Pemerintahan Baru, ctk. Pertama, Rineka Cipta, Jakarta,
2003, hlm. 498
43
Jamal Wiwoho, opcit, hlm. 7
commit to user
23
Thomas R. Dye dalam Setiono menjelaskan bahwa kebijakan Negara atau public policy is whatever government choose to do or not to do, yaitu pilihan
tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah
44
. Kebijakan publik adalah suatu produk hukum pemerintah. Adanya pemisahan
kekuasaan lembaga Negara eksekutif, legeslatif, dan yudikatif yang dianut di negara Indonesia menjadikan segala keputusan yang diambil oleh lembaga-
lembaga Negara tersebut adalah suatu kebijakan publik, termasuk keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi yang
telah mengeluarkan putusan terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Timur. Menurut Dror, aktor yang berperan dalam membuat kebijakan suatu
Negara berkembang yaitu: -
Individu secara perorangan sebagai pemilih -
Golongan intelektual -
Para pejabat yang menduduki posisi penting dalam pembuatan kebijakan -
Badan legeslatif -
Badan eksekutif -
Birokrasi pemerintah -
Badan peradilan -
Partai- partai politik -
Golongan militer
45
Keputusan Pengadilan menurut civil law system adalah jurisprudensi yang merupakan sumber hukum, tetapi masih sekunder. Keputusan Mahkamah
Konstitusi merupakan suatu kebijakan hukum yang dikeluarkan oleh lembaga Yudikatif Negara. Mengingat kewenagannya untuk menguji undang-undang di
bawah Undang-Undang Dasar menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi sebagai sumber hukum di Negara Indonesia.
46
Menurut Jimly Asshidiqie, adanya pemisahan kekuasaan dari lembaga eksekutif, legeslatif, dan yudikatif menjadikan produk hukum yang dihasilkan dari
lembaga-lembaga tersebut adalah sama berupa kebijakan Negara. Karena
44
Setiono, loc.cit, hlm. 3
45
Dror dalam Jamal Wiwoho, op.cit, hlm. 27
46
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press PT Cipta Media, Jakarta, 2006, hlm. 343
commit to user
24
kebijakan Negara yang diambil oleh lembaga yudikatif untuk mengatasi permasalahan Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Timur adalah dengan putusan
Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan bentuk kebijakan publik.
47
Karena kebijakan publik itu merupakan seluruh pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah, maka putusan
Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 juga merupakan kebijakan pemerintah, karena Mahkamah Konstitusi adalah bagian dari lembaga negara.
Sesuai dengan pendapat Dror yang menyatakan putusan pengadilan termasuk suatu kebijkan publik, sehingga saya mengambil pemahaman bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang termasuk dalam kajian hukum kebijakan publik.
Sesuai dengan pendapat James E Anderson, bahwa Kebijakan pemerintah dalam arti positif selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan, maka
keputusan Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur yang juga merupakan kebijakan publik,
dimungkinkan tidak berlandaskan peraturan perundang-undangan yang ada, karena tidak sesuai dengan UUD 1945, UU No.24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi, UU No.32 Tahun 2004, dan UU No.12 Tahun 2008 tentang perubahan UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
2. Hubungan hukum dan kebijakan publik
Hubungan hukum dan kebijakan publik memilki keterkaitan yang sangat erat. Hukum dan kebijakan publik berangkat pada fokus yang sama dan berakhir
pada muara yang sama pula. Pada proses pembentukan hukum hasil akhirnya lebih difokuskan pada terbentuknya sebuah aturan dalam bentuk undang-undang,
sedangkan pada proses pembentukan kebijakan publik hasil akhirnya pada terpilihnya sebuah alternatif solusi bagi penyelesaian permasalahan.
48
Mengambil dari pendapat Anderson, bahwa Kebijakan pemerintah dalam arti positif selalu
47
Ibid
48
Setiono, op.cit, hlm. 4
commit to user
25
dilandaskan pada peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan hubungan hukum dan kebijakan publik sangat erat. Dalam setiap membuat suatu kebijakan
pemerintah harus memperhatikan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak
menyalahi hukum, maka kebijakan dikontrol atau didasarkan pada hukum yang ada. Dapat diambil makna, jika kebijakan publik tidak berdasarkan hukum, maka
kebijakan publik tersebut dapat dikatakan melanggar hukum, sehingga kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah tidak sah.
Kebijakan publik sangat membantu memaparkan kandungan yang ada dalam sebuah produk hukum. Karena kebijakan publik sebagai sarana untuk
menyukseskan pelaksanaan hukum. Hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa kebijakan publik yang dibuat pemerintah bukanlah bermaksud untuk melakukan
suatu yang bertentangan dengan aturan hukum. Penerapan hukum sangat tergantung pada kebijakan publik sebagai sarana
yang dapat mensukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. Sebab dengan adanya kebijakan publik, maka pemerintah dengan masyarakat setempat akan
mampu merumuskan apa saja yang harus dilakukan, agar penerapan hukum yang ada dapat berjalan dengan baik.
Hukum dan kebijakan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijakan pemerintah semakin
dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. kebutuhan tersebut semakin dirasakan seiring dengan semakin meluasnya peranan pemerintah
memasuki bidang kehidupan masyarakat. Menurut Setiono,
49
pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada empat unsur:
1 Unsur hukum 2 Unsur struktural
3 Masyarakat 4 Budaya
49
Setiono, op.cit, hlm. 6
commit to user
26
Unsur hukum disini adalah teks aturan-aturan hukum. Semua kebijakan publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah harus berlandaskan undang-undang yang
telah ada. Teks yang ada merupkan acuan yang jelas tertulis, sehingga kebijakan publik yang dibuat tidak menyimpang dari peraturan yang menjadi dasar hukum
kebijakan publik. Terkait dengan tesis yang ditulis, maka putusan Mahkamah Konstitusi
NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur dimungkinkan tidak memenuhi unsur hukum yang ada. Karena secara normatif
dianggap melanggar ketentuan hukum dasar, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.12 Tahun 2008 perubahan atas UU No.32 Tahun 2004.
Unsur struktural adalah lembaga-lembaga atau organisasi yang membuat dan melaksanakan hukum. Lembaga yang membuat dan menerapakan hukum
merupakan lembaga yang berwenang untuk itu. Sehingga salah apabila suatu produk hukum dibuat oleh lembaga yang tidak mempunyai wewenang untuk
melakukan tindakan yang dimaksud. Seperti yang terjadi pada putusan Mahkamah Konstitusi yang
memerintahkan diadakannya Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur. Itu menunjukkan adanya ketidaksesuaian struktural hukum. Mahkamah Konstitusi
yang hanya diberikan wewenang untuk memeriksa perselisihan hasil perhitungan suara pemilihan umum. Jadi Mahkmah Konstitusi secara sturktural tidak sesuai
dengan kewenangan hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku.
C. Mahkamah Konstitusi
1. Konsep dasar pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Pada saat pembahasan perubahan UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi muncul kembali.
commit to user
27
Perubahan UUD 1945 yang terjadi dalam era reformasi telah menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara dan supremasi telah beralih dari supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada supremasi konstitusi.
50
Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan
konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang secara khusus melakukan pengujian terhadap undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi,
mengatasi kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang kini telah menjadi sederajat serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan checks and
balances. Seiring dengan itu muncul desakan agar tradisi pengujian peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada peraturan di
bawah undang-undang melainkan juga atas undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar.
51
Kewenangan melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri di luar
Mahkamah Agung. Atas dasar pemikiran itu, adanya Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri di samping Mahkamah Agung.
Dalam pasal 24 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Sesuai dengan gagasan Hans Kelsen tentang perlunya pembentukan Mahkamah Konstitusi. Adanya konflik antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma
hukum yang lebih rendah, bukan saja berkaitan antara undang-undang dengan putusan Pengadilan, tetapi juga berkaitan dengan hubungan antara konstitusi
dengan dan undang-undang. Jadi Mahkamah Konstitusi awalnya dibentuk untuk
50
Lihat Pasal 1 ayat 2 UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
51
Jimly Assiddiqie, Model‐Model Pengujian Konstitusional di Beberapa Negara, Konstitusi Press,
2005, Jakarta, hlm. 33
commit to user
28
menguji undang-undang terhadap konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi disebut pengawal konstitusi atau the guardian of the constitution.
52
Menurut Ikhsan Rosyada Parluhutaan Daulay, Fungsi dari Mahkamah Konstitusi oleh badan pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat pada awalnya
diarahkan untuk: 1
Memeriksa dan mengadili sengketa dibidang ketatanegaraan 2
Melakukan pengujian terhadap peraturan dibawah UUD 1945 3
Menguji undang-undang atas permintaan pengadilan 4
Mengadili pembubaran partai politik 5
Mengadili sengketa antara instansi pemerintah di pusat atau instansi pemerintah pusat dengan instansi pemerintah daerah
6 Mengadili suatu pertentangan undang-undang
7 Memberikan putuan gugatan yang berdasarkan UUD 1945
8 Memberi pertimbangan kepada DPR dalam hal DPR meminta MPR
bersidang untuk menilai perilaku Presiden yang dianggap mengkhianati Negara atau merusak nama baik lembaga Negara Presiden.
53
Melalui pendekatan konsep sejarah historical approach dari awal pembentukan Mahkamah Konstitusi oleh badan pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak
ada wewenang untuk menyelesaiakan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Lebih lanjut lagi menurut I. Gede Pantja Astawa dalam Jamal Wiwoho,
54
ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, yaitu;
1 Adanya kekosongan hukum rechtsvvacuum atau kekosongan peraturan
perundang-undangan wetsvacuum yang berkenaan secara khusus dengan pengujian review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
2 Adanya kekosongan peraturan perundang-undangan yang berkenaan
dengan kemungkinan timbulnya konflik kewenangan diantara lembaga- lembaga Negara yang ada.
52
Jamal Wiwoho, Lembaga‐Lembaga Negara Pasca Amandemen Keempat UUD 1945, UNS Press,
ctk. Pertama, 2006, Surakarta, hlm. 226
53
Ikhsan Rosyada Parluhutaan Daulay, Mahkamah Konstitusi. Memahami Keberadaan dalam
Sistem Ketatanegaraan. Regulasi Indonesia, Rineka Cipta, ctk. Pertama, 2006, Jakarta, hlm. 20
54
Jamal Wiwoho, op.cit, hlm. 228
commit to user
29
3 Berkenaan dengan alasan-alasanyang menjadi dasar pemberhentian
Presiden dalam masa jabatannya, sehingga pernah timbul perbedaan pendapat yang cukup mendasar antara Presiden Abdurahman Wakid yang
akan dijatuhkan dengan MPRDPR dalam kasus Bulog.
Begitu pula menurut I. Gede Pantja Astawa, latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi tidak untuk menyelesaikan perelisihan tentang hasil
pemilihan umum. Karena pada dasarnya terkait masalah perselisihan hasil pemilihan umum telah ada lembaga yang kompeten untuk menanganinya.
2. Kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi
Jimly Asiddiqie dalam Fatkurrohman
55
Judicial review adalah upaya pengujian oleh lembaga Yudicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh
cabang kekuasaan legeslatif, eksekutif, dan Yudikatif. Sesuai dengan pasal 24C ayat 1 UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
pasal 1 dan 10, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final untuk menguji undang-undang terhadap UUD
1945, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Ayat 2, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden danatau Wakil Presiden menurut UUD.
56
Wewenang menguji udang-undang terhadap UUD dengan pengujian formal dan pengujian secara materiil. Pengujian formal adalah wewenang untuk menilai
apakah produk hukum legislatif dibuat sesuai dengan prosedur atau tidak dan apakah suatu kekuasaan berhak mengeluarkan sesuatu peraturan. Hak uji materiil
adalah wewenang untuk menyelidiki dan menilai apakah suatu peraturan
55
Fatkurrohman, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT Citra Aditya,
2004, Bandung, hlm. 25
56
Lihat UUD pasal 24C dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi, pasal 1 dan
10
commit to user
30
perundang-undangan bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi.
57
Adanya kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga Negara adalah untuk menyelesikan perselisihan atas
kewenangan lembaga Negara yang diberikan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan lembaga Negara dalam perimbangan
kekuasaan lembaga Negara merupakan fungsi kontrol badan peradilan terhadap penyelenggaraan kekuasaan oleh lembaga Negara dengan menempatkan
kekuasaan menjadi kewenangan lembaga Negara sesuai dengan proporsi atau ruang lingkup kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945.
Dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pembubaran partai politik menjadi syarat mutlak bagi pemerintah untuk melaksanakan
pembubaran partai politik. Karena tanpa ada dasar hukum berupa putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara pembubaran partai politik, pemerintah tidak
berhak membubarkan partai politik. Sehingga Mahkamah Konstitusi disini sebagai lembaga yang sangat menentukan eksistensi keabsahan partai politik dan
pelindung dari pembubaran partai politik dari penguasa pemerintahan. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan hasil
perhitungan suara pemilihan umum diatur dalam UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan penyelesian perselisihan hasil
perhitungan suara pemilihan kepala daerah yang diatur dalam undang-undang pemerintahan daerah, UU No.32 Tahun 2004 yang diperbaruhi denganUU No.12
Tahun 2008. Karena dalam Negara yang baru menginjak alam demokrasi banyak terjadi pelanggaran atau perselisihan hasil pemilu.
Dalam Negara hukum seperti Indonesia ini, maka segala penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Sebagai lembaga peradilan yang
menjunjung tinggi hukum dan menegakkan kedilan Mahkamah Konstitusi wajib memberikan Putusan tentang pendapat DPR yang selanjutnya diteruskan dalam
57
Jamal Wiwoho, op.cit, hlm. 230
commit to user
31
sidang paripurna MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presidenwakil Presiden dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Presidenwakil
Presiden melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam UUD 1945, maka putusan Mahkamah Konstitusi menjadi dasar hukum untuk menyatakan
Presidenwakil Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya.
3. Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian hasil pemilu
Kedudukan dan peran Mahkamah Konstitusi berada pada posisi strategis dalam sistem ketatanegara Republik Indonesia, karena Mahkamah Konstitusi
mempunyai wewenang yang terkait langsung dengan kepantingan politik . Hal ini menjadikan kedudukan Mahkamah Konstitusi berada dalam posisi sentral
sekaligus rawan terhadap intervensi pengaruh kekuatan politik, khususnya dalam memutuskan perselisiahan hasil pemilu, pembubaran partai politik, dan
impeeacment terhadap Presiden. Berdasarkan ketentuan pasl 24 ayat 2 perubahan UUD 1945, ada dua lembaga yang berwenang untuk melakukan
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung beserta badan peradilan di bawahnya dan oleh Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 1 dan 10, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Yang sebelumya wewenang ini dipegang oleh Mahkamah Agung. Setelah terbentuk Mahkamah Konstitusi
maka seluruh urusan terkait sengketa hasil pemilihan umum menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi. Pelimpahan wewenang itu tersirat dalam Pasal 236C UU
No.12 Tahun 2008 perubahan atas UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa, penanganan sengketa hasil penghitungan suara
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 delapan belas bulan
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
commit to user
32
UUD 1945 pasal 24C dinyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
UU No.24 Tahn 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 1 3 d dinyatakan,
Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai:
a Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 b
Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c Pembubaran partai politik
d Perselisihan tentang hasil pemilihan umum
e Pendapat DPR bahwa presiden danatau wakil presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden danatau wakil presiden sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 10 1dinyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a
Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c Memutus pembubaran partai politik
d Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Dalam pasal 106 ayat 4 UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, menyebutkan apabila terjadi keberatan terhadap hasil perhitungan suara
Pemilihan Kepala Daerah maka diajukan ke Mahkamah Agung, kemudian setelah terjadi perubahan atas undang-undang pemerintahan daerah tersebut diganti
dengan UU No.12 Tahun 2008, dalm pasal 236C, maka terkait perselisihan terkait
commit to user
33
hasil perhitungan suara Pemilihan Kepala Daerah oleh Mahkamah Agung di alihkan ke Mahkamah Konstitusi. Dari pengalihan wewenang tersebut tidak
menyebutkan adanya kewenagan dari Mahkamah Konstitusi untuk memutus Pemilihan Kepala Daerah ulang, tetapi hanya sebatas sah tidaknya perhitungan
suara. Disebutkan pula dalam pasal 233 bahwa Pemilihan Kepala Daerah harus dilaksanakan paling lambat bulan desember 2008, sehingga putusan Pemilihan
Kepala Daerah ulang yang dilaksanakan pada tanggal 21 Januari di Sampang dan Bangkalan tidak sesuai hukum.
Dalam Pasal 77 ayat 1 dan 2 UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan; apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa
permohonan atas perkara peselisihan hasil pemilu yang diajukan pemohon adalah beralasan dan memenuhi ketentuan pasal 74 UU No.24 Tahun 2003, maka amar
putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan dikabulkan, sedangkan sebaliknya maka amar putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan
tidak dapat diterima. Pasal 75 jo pasal 77 ayat 3 dan 4 UU No.24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi, terhadap pemohon yang dikabulkan, Mahkamah Konstitusi akan melakukan pemeriksaaan, kemudian memutuskan dengan menetapkan hasil
perhitungan suara yang benar dari pemohon atau oleh Komisi Pemilihan Umum. Hal ini mempunyai relevansi sebagai dasar hukum penetapan suatu hasil
perhitungan suara pemilu secara nasioal dengan implikasi keabsahan perolehan suara peserta pemilu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden,
dan Dewan Perwakilan Daerah. Uji atas perhitungan hasil pemilu merupakan kewenangnan Mahkamah
Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi dasar hukum yang memberikan keabsahan perolehan suara peserta pemilu dari perhitungan hasil
suara pemilu.
58
58
Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Kontitusi, Rineka Cipta, ctk Pertama, 2006,
Jakarta, hlm. 38
commit to user
34
Pasal 75 UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dalam permohonan yang diajukan , pehohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
Ayat 1 Kesalahan hasil perhitungan suara yang diumumkanm Komisi Pemilihan Umum dan hasil perhitungan yang benar adalah menurut pemohon
Ayat 2 Permintaan untuk membatalkan hasil perhitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil perhitungan suara yang
benar menurut pemohon
59
Hakim tidak boleh menolak untuk memutus suatu perkara, karena tidak ada hukum yang mngaturnya. Sehingga hakim diberikan kebebasan untuk
memutuskan suatu hukum, pasal 21 A.B. Kekuasaan keputusan hakim tersebut hanya berlaku terhadap hal yang diputuskan dalam putusan itu dan berlaku bagi
orang tertentu saja. Walaupun hakim dapat menciptakan hukum, namun kedudukan hukum tersebut bukanlah sebagai pemegang kekuasaan legeslatif
pembentuk undang-undang yang sah, karena keputusan hakim tidak mempunyai kekuatan hukum yang berlaku umum.
60
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, jelas bahwa yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi adalah terkait sengketa perhitungan
hasil pemilihan umum, bukan wewenang untuk memutus diadakan atau tidaknya pemilihan ulang. Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 75 jo pasal 77 ayat 3 dan 4
UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap pemohon yang dikabulkan, Mahkamah Konstitusi akan melakukan pemeriksaaan, kemudian
memutuskan dengan menetapkan hasil perhitungan suara yang benar dari pemohon atau oleh Komisi Pemilihan Umum. Termasuk dalam hal putusan
Mahkamah Konstitusi NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur tidak sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut. Sehingga
tidak benar jika Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Timur memutuskan Pemilihan Kepala Daerah ulang.
59
Lihat UU No.24 tahun 2003 tentang Mahkamah Kostitusi
60
CST. Kansil, op.cit. hlm. 36
commit to user
35
D. Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Umum
Pemilu adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan dalam Negara Republik Indonesia yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia yang
bersifat demokrtis yang bertujuan untuk membentuk sistem kekuasaan Negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratanperwakilan berdasarkan UUD
1945. Pemilu sebagai sarana pendidikan politik masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab rakyat terhadap kelangsungan hidupnya dan
kelangsungan kehidupan bangsa dan Negara.
61
Ramlan Surbakti mengatakan bahwa pemilu merupakan suatu sarana demokrasi untuk membentuk suatu sistem kekuasaan Negara yang pada dasarnya
untuk membentuk sistem kekuasaan Negara menurut kehendak rakyat, sehingga terbentuknya kekuasaan negara benar-benar sesuai dengan keinginan rakyat
menurut sistem permusyawaratan perwakilan. Menurut AS Hikam,
62
pemilu juga sebagai sarana pelaksanaan demokrasi Pancasila. Pemilu dapat pula diartikan
sebagai alat legitimasi kekuasaan. Landasan hukum pemilu:
- Landasan ideal Pancasila, terutama sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan -
Landasan konstitusional, UUD 1945 -
Undang- Undang No. 10 Tahun 2008
tentang pemiihan umum Asas pemilihan umum:
- Langsung, maksudnya bahwa tiap pemilih secara langsung memberikan
suaranya, tanpa perantara atau tanpa diwakilkan -
Umum, maksudnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan berhak memilih atau dipilih
- Bebas, maksudnya bahwa semua yang melakukan pemilihan dijamin
keamanannya, tanpa adanya pegaruh, tekanan dan paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun
61
Cecep Darmawan, Tata Negara, Regina, ctk. Ketiga, 2004, Jakarta, hlm. 123
62
AS Hikam, Politik Kewarganegaraan, Erlangga, 1999, Jakarta, hlm. 15
commit to user
36
- Rahasia, maksudnya bahwa para pemilih dijamin oleh peraturan tidak
akan diketahui oleh siapapun siapayang dipilihnya -
Adil, maksudnya penyelenggara pemilu,setiap pemilih dan parpol peserta mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan dari pihak
manapun
- Jujur, maksudnya semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun
tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Terkait dengan tesis yang saya teliti, apabila pemilu terdapat pelanggaran- pelanggaran terhadap asas-asas pemilu, maka proses yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan pelanggaran tersebut adalah kewenagan dari lembaga yang terkait, Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri merupakan lembaga yang
berwenang, baru setelah ada putusan dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk bahan bukti telah tejadi pelanggaran pemilu, tetapi hal ini tidak dilakukan dalam
sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Timur. Mahkamah Konstitusi langsung memutus sengketa Pemilihan Kepala Daerah tersebut, padahal
Mahkamah Konstitusi menyebutkan adanya pelanggaran yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif. Maka pelanggaran tersebut seharusnya
dibuktikan terlebih dulu. Pemilihan umum sesuai dengan UU No.10 Tahun 2008 tentang pemilihan
umum dilaksanakan untuk memilih, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut Deny
Indrayana, pemilihan kepala daerah tidak masuk dalam rezim pemilu dan juga tidak termasuk dalam rezim pemerintahan daerah, karena memang diantara
keduanya tidak mengatur tentang pemilihan kepala daerah.
63
UUD 1945 pasal 22E dinyatakan, 1
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, rahasia, dan adil setiap lima tahun sekali.
63
Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Kompas
Media Nusantara, Jakarta, 2008, hlm.147
commit to user
37
2 Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Mengacu dari pasal 22E UUD 1945, maka Pemilihan Kepala Daerah tidak disebut sebagai pemilihan umum, sehingga Pemilihan Kepala Daerah secara
normatif bukan termasuk dalam kategori pemilihan umum.
E. Pemerintahan Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah