commit to user
26
Unsur hukum disini adalah teks aturan-aturan hukum. Semua kebijakan publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah harus berlandaskan undang-undang yang
telah ada. Teks yang ada merupkan acuan yang jelas tertulis, sehingga kebijakan publik yang dibuat tidak menyimpang dari peraturan yang menjadi dasar hukum
kebijakan publik. Terkait dengan tesis yang ditulis, maka putusan Mahkamah Konstitusi
NO.41PHPU.D-VI2008 tentang Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur dimungkinkan tidak memenuhi unsur hukum yang ada. Karena secara normatif
dianggap melanggar ketentuan hukum dasar, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.12 Tahun 2008 perubahan atas UU No.32 Tahun 2004.
Unsur struktural adalah lembaga-lembaga atau organisasi yang membuat dan melaksanakan hukum. Lembaga yang membuat dan menerapakan hukum
merupakan lembaga yang berwenang untuk itu. Sehingga salah apabila suatu produk hukum dibuat oleh lembaga yang tidak mempunyai wewenang untuk
melakukan tindakan yang dimaksud. Seperti yang terjadi pada putusan Mahkamah Konstitusi yang
memerintahkan diadakannya Pemilihan Kepala Daerah ulang di Jawa Timur. Itu menunjukkan adanya ketidaksesuaian struktural hukum. Mahkamah Konstitusi
yang hanya diberikan wewenang untuk memeriksa perselisihan hasil perhitungan suara pemilihan umum. Jadi Mahkmah Konstitusi secara sturktural tidak sesuai
dengan kewenangan hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku.
C. Mahkamah Konstitusi
1. Konsep dasar pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Pada saat pembahasan perubahan UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi muncul kembali.
commit to user
27
Perubahan UUD 1945 yang terjadi dalam era reformasi telah menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara dan supremasi telah beralih dari supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat kepada supremasi konstitusi.
50
Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan
konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang secara khusus melakukan pengujian terhadap undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi,
mengatasi kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang kini telah menjadi sederajat serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan checks and
balances. Seiring dengan itu muncul desakan agar tradisi pengujian peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada peraturan di
bawah undang-undang melainkan juga atas undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar.
51
Kewenangan melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri di luar
Mahkamah Agung. Atas dasar pemikiran itu, adanya Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri di samping Mahkamah Agung.
Dalam pasal 24 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Sesuai dengan gagasan Hans Kelsen tentang perlunya pembentukan Mahkamah Konstitusi. Adanya konflik antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma
hukum yang lebih rendah, bukan saja berkaitan antara undang-undang dengan putusan Pengadilan, tetapi juga berkaitan dengan hubungan antara konstitusi
dengan dan undang-undang. Jadi Mahkamah Konstitusi awalnya dibentuk untuk
50
Lihat Pasal 1 ayat 2 UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
51
Jimly Assiddiqie, Model‐Model Pengujian Konstitusional di Beberapa Negara, Konstitusi Press,
2005, Jakarta, hlm. 33
commit to user
28
menguji undang-undang terhadap konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi disebut pengawal konstitusi atau the guardian of the constitution.
52
Menurut Ikhsan Rosyada Parluhutaan Daulay, Fungsi dari Mahkamah Konstitusi oleh badan pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat pada awalnya
diarahkan untuk: 1
Memeriksa dan mengadili sengketa dibidang ketatanegaraan 2
Melakukan pengujian terhadap peraturan dibawah UUD 1945 3
Menguji undang-undang atas permintaan pengadilan 4
Mengadili pembubaran partai politik 5
Mengadili sengketa antara instansi pemerintah di pusat atau instansi pemerintah pusat dengan instansi pemerintah daerah
6 Mengadili suatu pertentangan undang-undang
7 Memberikan putuan gugatan yang berdasarkan UUD 1945
8 Memberi pertimbangan kepada DPR dalam hal DPR meminta MPR
bersidang untuk menilai perilaku Presiden yang dianggap mengkhianati Negara atau merusak nama baik lembaga Negara Presiden.
53
Melalui pendekatan konsep sejarah historical approach dari awal pembentukan Mahkamah Konstitusi oleh badan pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak
ada wewenang untuk menyelesaiakan perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Lebih lanjut lagi menurut I. Gede Pantja Astawa dalam Jamal Wiwoho,
54
ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, yaitu;
1 Adanya kekosongan hukum rechtsvvacuum atau kekosongan peraturan
perundang-undangan wetsvacuum yang berkenaan secara khusus dengan pengujian review undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
2 Adanya kekosongan peraturan perundang-undangan yang berkenaan
dengan kemungkinan timbulnya konflik kewenangan diantara lembaga- lembaga Negara yang ada.
52
Jamal Wiwoho, Lembaga‐Lembaga Negara Pasca Amandemen Keempat UUD 1945, UNS Press,
ctk. Pertama, 2006, Surakarta, hlm. 226
53
Ikhsan Rosyada Parluhutaan Daulay, Mahkamah Konstitusi. Memahami Keberadaan dalam
Sistem Ketatanegaraan. Regulasi Indonesia, Rineka Cipta, ctk. Pertama, 2006, Jakarta, hlm. 20
54
Jamal Wiwoho, op.cit, hlm. 228
commit to user
29
3 Berkenaan dengan alasan-alasanyang menjadi dasar pemberhentian
Presiden dalam masa jabatannya, sehingga pernah timbul perbedaan pendapat yang cukup mendasar antara Presiden Abdurahman Wakid yang
akan dijatuhkan dengan MPRDPR dalam kasus Bulog.
Begitu pula menurut I. Gede Pantja Astawa, latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi tidak untuk menyelesaikan perelisihan tentang hasil
pemilihan umum. Karena pada dasarnya terkait masalah perselisihan hasil pemilihan umum telah ada lembaga yang kompeten untuk menanganinya.
2. Kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi