Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu realitas atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Alhasil, kemajuan teknologi tersebut mempermudah kepentingan manusia. Terlebih semakin semaraknya surat kabar menghiasi dunia pers di Indonesia yang beraneka ragam bentuk dan pembingkaian yang dilakukan oleh para pembuat berita. Dewasa ini surat kabar seperti sudah menjadi santapan biasa bagi kita, manusia zaman sekarang, yang sudah memasuki masyarakat informasi. Koran sudah masuk desa. Koran sudah bukan barang konsumsi mahal. John Tebbel berpendapat bahwa Koran sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia akan informasi baik untuk dirinya sendiri, keluarganya dan untuk usaha bisnisnya. 1 Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan di lingkungan dunia usaha. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial dijual secara bebas, memiliki beragam tujuan memberi informasi, mencatat, menyajikan hiburan, dan desas-desus, bersifat umum dan terbuka. Surat kabar lahir di abad tujuh belas di mana sudah terdapat pemisahan yang jelas antara surat kabar pemerintah dan surat kabar komersial. Namun, surat kabar pemerintah lebih sering dijadikan corong penguasa saat itu. Hal ini berbeda dengan surat kabar komersial. Pengaruh surat kabar komersial merupakan tonggak 1 John Tebbel, Karier Jurnalistik, Penyadur: Dean Praty Rahayuningsih, Semarang: Dahara Prize, 2003, h.1. penting dalam sejarah komunikasi karena lebih menegaskan perannya dalam pelayanan masyarakat dan buka sebagai terompet penguasa. Sejak awal perkembangannya surat kabar telah menjadi lawan yang nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar pun memiliki persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman bagi para pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan pemberitaan, pelbagai kegiatan surat kabar untuk memperjuangkan kemerdekaan, demokrasi, dan hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan pers bawah tanah di bawah penindasan kekuatan asing atau pemerintahan diktator. Penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri surat kabar yang cenderung tidak mengenakan dan menegangkan bagi kalangan pers. Membaca tulisan dalam sebuah surat kabar berarti kita menangkap pesan yang dikomunikasikan oleh media tersebut. Pesan yang disampaikan terlepas dari baik atau buruk di mata khalayak. Hal ini dapat mengubah mental, sikap, perilaku dan gaya hidup mereka. Onong Uchjana Effendi mengemukakan Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui media. 2 Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan suatu peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa. Namun, pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa di sini adalah realitas fakta yang diliput oleh wartawan, dan pada gilirannya akan dilaporkan secara 2 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986, h. 15. terbuka oleh media massa. Dengan demikian dapat pula dikatakan secara sederhana, bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk mengkonstruksikan realitas. 3 Era informasi sekarang ini masih dirasakan dengan langkanya para penulis- juga wartawan- muslim yang mampu melakukan Da’wah bil Qolam melalui media massa. Kemampuan menulis menjadikan seorang Imam Al-Ghazali dapat mewariskan dan mendakwahkan ilmunya lewat kitab Ihya ‘Ulumuddin dan lain-lain. Demikian pula para ulama, sarjana, filsuf dan cendekiawan muslim lain dari berbagai disiplin ilmu, “pikiran mereka”, kata Plato, “terekam di ujung pena mereka”. 4 Berita sebagai produk konstruksi realitas tentunya dibangun atas penyusunan bahasa yang terbentuk dari kumpulan kata-kata. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. 5 Sebagai alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, berita mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide ataupun gagasan. Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai 3 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 168. 4 Asep Syamsul M. Romli, S.IP, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 131. 5 Ibnu hamad, Agus Sudibyo, M, Qodari. Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa, Jakarta: ISAI, 2001, h. 69. apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Di sisi lain, dunia tulis menulis merupakan “lapangan kerja” terbuka yang selalu siap menerima karyawan baru. Tulisan yang ada di media massa di samping sebagai sarana Da’wah bil Qolam, juga dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak untuk mempublikasikan ide-ide, opini, atau pemikiran tentang berbagai masalah. Melalui tulisan di media massa, seseorang dapat menciptakan opini publik, mempengaruhi massa, bahkan melakukan “propaganda”. Dalam suatu berita tersirat pesan yang ingin disampaikan oleh wartawan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Dalam berita ada karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita news value. Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa diterapkan, untuk menentukan layak berita newsworthy. Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya. 6 6 Luwi Ishwara, Seri Jurnalistik Kompas: Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, h. 53. Dari ketentuan yang ditetapkan oleh Kode etik Jurnalistik Wartawan Indonesia pasal 5 yang berbunyi : 7 “Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”. Karya ilmiah ini akan mengambil objek pemberitaan aliran sesat yang marak diberitakan di setiap surat kabar, khususnya selama tahun 2007. banyaknya pemberitaan tentang aliran sesat membuat penulis tertarik untuk mengetahui apa sebenarnya pandangan dari wartawan yang menulis berita tentang beberapa aliran sesat yang semakin marak di Indonesia. Dengan hadirnya aliran Ahmadiyah, Quran Suci, AlQiyadah Al Islamiyah, Lia Eden, dan masih banyak lagi yang lainnya. Karena itulah dengan pemberitaan yang menyangkut perpecahan umat muslim ini semakin menarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pendapat seorang wartawan yang ada di sebuah surat kabar. Karena, setidaknya ada lima peranan jurnalis Muslim, yaitu: Sebagai Pendidik Muaddib, Sebagai Pelurus Informasi Musaddid,Sebagai Pembaharu Mujaddid, Sebagai Pemersatu Muwahid, dan Sebagai Pejuang Mujahid, yaitu pejuang pembela Islam. 8 Pada dasarnya, dalam setiap pemberitaan sebuah media mempunyai frame tertentu. Surat kabar dapat langsung menyampaikan suatu isu yang berkembang 7 Kode Etik Jurnalistik KEJ pertama kali dibuat pada tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian disusun kembali dan ditetapkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia PWI pada tahun 1955 di Prapat, Sumatera Utara, dan mengalami penyempurnaan pada Kongres Kerja Nasional PWI tahun 1994 di Batam, Riau. Kemudian dalam Kongres XXI PWI di Palangkaraya Kalimantan Tengah, 2-5 Oktober 2003, Kode Etik Jurnalistik Ini lebih disempurnakan lagi. Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 47. 8 Asep Syamsul M. Romli, S.IP, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2005, Cetakan ke-6, h. 122-123. dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini publik yang bersifat ‘cash’, cepat dan dapat berubah atau bergeser pada saat yang singkat dari satu kesimpulan yang satu kepada kesimpulan yang lainnya. Karena itu, selain surat kabar menyampaikan pemberitaan, ia juga berfungsi sebagai media dakwah. Media seringkali menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu media massa membentuk citra khalayaknya ke arah yang dikehendaki media tersebut. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti sampai di situ, media juga mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya. 9 Media massa sebagai salah satu institusi sosial, menurut Dennis McQuail 1989, media massa memiliki kekuatan besar, antara lain: 1. Media massa dapat menarik perhatian dalam memecahkan masalah, 2. Media massa dapat memberikan legitimasi dan status pada seseorang, 3. Media massa itu merupakan saluran bagi proses persuasi dan mobilisasi, 4. Media massa itu merupakan wahana yang dapat memberikan penghargaan dan kepuasan kepada publik. 10 Pers, sesuai dengan sifat yang dimilikinya, selalu menyajikan informasi yang terbaru bagi para pembacanya. Disamping sebagai unsur ke-baru-an aktualitas, informasi itu pun mengandung dan sekaligus menyebarkan ide-ide atau opini yang juga dianggap baru dan relevan dengan kondisi masyarakat di mana pers itu menyebar. Dalam dunia pers di Indonesia, terdapat Harian Media Indonesia. Yang sudah lama berkiprah selama masa pembangunan. Dengan jangka waktu yang 9 Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, Edisi Revisi, h. 226. 10 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Terjemahan Agus Dharma, dkk, Jakarta: Erlangga, 1996, h. 3. lama, Harian Media Indonesia telah menjadi surat kabar yang banyak peminatnya dan telah menjadi Koran Harian Nasional. Sehingga bukan tidak mungkin Harian ini mampu mempengaruhi daya pikir para pembacanya Karya ilmiah ini berupaya menyoroti bagaimana harian tersebut mengemas berita tentang aliran sesat. Dengan menggunakan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki 11 yang membaginya dalam empat struktur, yaitu Sintaksis cara wartawan menyusun fakta, Skrip cara wartawan mengisahkan fakta, Tematik cara wartawan menulis fakta, dan Retoris cara wartawan menekankan fakta. Maka, akan diketahui seperti apa surat kabar tersebut mengemasnya. Efek media massa dapat menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat menjadi konsumtif serba instan dan sebagainya. Soejono Soekamto dalam bukunya “Sosiologi Pengantar”, menyatakan Perubahan-perubahan dalam masyarakat di dunia ini merupakan gejala normal, yang pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lainnya berkat adanya komunikasi yang modern. 12 Akhirnya surat kabar sebagai salah satu media yang menyampaikan informasi kepada khalayak, tidak disangsikan lagi eksistensinya sebagai media dakwah. Pemberitaan melalui media cetak akan lebih signifikan di masyarakat. Analisis ini juga dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana konstruksi berita seputar aliran sesat yang dikemas oleh Harian Media Indonesia. Karena begitu menariknya isu-isu tentang Islam apalagi bila isu itu telah dijadikan sebagai suatu pemberitaan yang dikemas semenarik mungkin oleh wartawan yang menulisnya. Islam telah menjadi pembicaraan yang negatif di 11 Eriyanto, Analisis Framing: konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Pengantar Dr. Deddy Mulyana, M.A, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005, h. 256. 12 Soejono Soekamto, Sosiologi Pengantar, Jakarta: PT Rajawali Pers, 1987, h. 30. Dunia internasional, karena hadirnya berbagai aliran sesat tersebut. Karena itulah pemberitaan tentang aliran sesat ini menjadi hal yang sangat serius untuk citra positif Islam di Indonesia bahkan mungkin juga untuk dunia internasional. Selama tahun 2007 sudah banyak pemberitaan seputar aliran sesat di beberapa surat kabar, khususnya Harian Media Indonesia. Namun, penulis mengangkat tema tentang aliran Al Qiyadah Al-Islamiyah, karena Harian ini lebih banyak memuat pemberitaan seputar berita tersebut. Khususnya pada bulan Oktober dan November 2007. Berdasar pada permasalahan di atas, untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana cara suatu surat kabar mengemas berita serta apa pandangan yang disuguhkan kepada khalayak, penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan ke dalam skripsi dengan judul “Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al Qiyadah Al-Islamiyah Di Harian Media Indonesia”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah