ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SATU TAHUN PEMERINTAH SBY BUDIONO DI HARIAN MEDIA INDONESIA

(1)

DI HARIAN MEDIA INDONESIA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Muhammad Rifat Syauqi NIM: 107051002468

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432/2011


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoloeh gelar strata 1 (S1) di Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dkemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Juli 2011


(5)

MUHAMMAD RIFAT SYAUQI

Analisis Framing Pemberitaan Satu Tahun Pemerintahan SBY Budiono Di harian Media Indonesia

Berita satu tahun pemerintahan SBY Budiono merupakan berita yang menarik bagi media massa dan penting serta menyedot perhatian publik karena menyangkut perkembangan pemerintahan yang dipimpin SBY Budiono selama satu tahun pertama. Seluruh media massa baik media cetak maupun elektronik mempublikasikan berita “satu tahun pemerintahan SBY Budiono” namun dalam penelitian ini media massa yang digunakan adalah Media Indonesia yang meruapakan surat kabar yang sudah lama terbit, yakni sejak 1970 dan Media Indoensia selalu kritis terhadap pemerintah.

Adapun rumusan masalahnya adalah pertama bagaimana pengemasan berita satu tahun pemerintahan SBY Budiono di harian Media Indonesia dan

kedua Bagaimana bahasa jurnalistik dan bentuk pesan dakwah di Media Indonesia

terhadap penguasa dalam evaluasi satu tahun pemerintahan SBY - Budiono” Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori ekonomi politik namun hanya komodifikasi saja. Adapun metodologi yang dipakai adalah metode kualitatif, dengan pendekatan analisis framing model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Hasil penelitian ini menunjukan semua berita di Media Indonesia terkait satu tahun pemerintahan SBY Budiono lebih menekankan kepada evaluasi selama satu tahun pemerintahan yang dipimpin SBY dan Budiono. Terlihat dari berita yang disajikan, terdapat angka merah terhadap kinerja dari pemerintahan yakni di bidang hubungan internasional, kinerja ekonomi, kinerja hukum, dan kinerja politik dan kemungkinan adanya reshuffle. Bahasa jurnalistik dan pesan dakwah terhadap pemerintahan SBY di Media Indonesia masih terdapat kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik yakni tidak tunduk kepada etika seperti kata “mendepak” dan “penggulingan” dan secara dakwah, kata – kata tersebut tidak sesuai dengan qoulan karimah atau perkataan yang mulia apalagi ini berita tentang seorang pemimpin di sebuah Negara.


(6)

ii

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil‟alamin...

Tidak ada kata selain puji serta syukur penulis kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Meskipun banyak kendala-kendala di tengah jalan yang terkadang menjadi beban penulis dan penghambat proses, tapi semua ini penulis jadikan pembelajaran dan pengalaman yang sangat berjarga. Dengan usaha dan kerja keras akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan “satu tahun Pemerintahan SBY Budiono” di harian Media Indonesia”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda Burhanuddin, BA dan bundaku Tarliah, S.Pd.I yang tak pernah bosan memberi semangat dan nasehat kepada penulis untuk terus membaca dan menyelesaikan skripsi ini, adikku Muhammad Iqbal Tawakkal Terimakasih untuk semua bantuan moril dan materil selama ini. 2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Drs Study Rizal, L.K, MA.


(7)

iii

M.A, atas segala bantuan dan bimbingannya selama ini.

4. Bapak Gun Gun Heryanto, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan pengarahan dan kesempurnaan pada penulisan skripsi ini.

5. Tim Redaksi Media Indonesia. Terimakasih untuk penulis ucapkan atas waktu dan bantuannya yang telah membantu dalam wawancara.

6. Seluruh dosen-dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Terimakasih buat anak-anak KPI C 2007, yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat penulis. Terima kasih yang sudah memberi semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skirpsi ini. semua teman-teman penulis baik di dalam FIDKOM maupun diluar. Terimakasih untuk semua dukungannya.

8. Terimakasih untuk anak-anak KKN “SOCIAL COMMUNITY” 2010, Panji, Farhan, Wawan, Mery, Ida, Ara, Fitha, Reza, Zacky, Ola, Siti, Nawi, Endang

9. Terimakasih untuk sahabat-sahabat SMA. Razky (Oky), Daryadi (Djrot), Iksan, Mamet, Inong, Eeng, yang selalu memberikan support.

10.Terimakasih untuk Sahabat-sahabat ku, Irfan Mulyana, Maulana Yusuf, Sofyan Hadi Rahman, Suchi Annisa, Hj. Rojatil „Ula, Risda Sefrianita yang selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv

11.Terimakasih juga untuk “adikku”, Dewi Mozza Febriyanti yang telah terus mengingatkan penulis untuk jangan menyerah dan teatap semangat. Dan kakak Sagita Ningtiyas yang telah membantu meminjamkan buku tentang Teori Ekonomi Politik dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan.

12.Terimakasih khusus untuk Dara Farah Diba yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi hingga membantu saat sidang.

13.Terakhir terimaksih untuk semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.

Jakarta 29 Juli 2011 Muhammad Rifat Syauqi


(9)

vi ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kerangka Konsep ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Ekonomi Politik ... 15

B. Konseptualisasi Bahasa Dakwah ... 19

C. Konseptualisasi Pemberitaan ... 21

D. Evaluasi Pemerintah ... 33

E. Konseptualisasi Framing ... 36

BAB III GAMBARAN UMUM A. Surat Kabar Media Indonesia 1. Sejarah Singkat Media Indonesia ... 40

2. Visi dan Misi ... 43

B. Sinopsis Berita Satu Tahun Pemerintahan SBY Budiono ... 45

BAB IV TEMUAN dan ANALISIS A. Bingkai Media Indonesia ... 48


(10)

vii B. Bahasa Jurnalistik dan Bentuk Pesan Dakwah Terhadap Pemerintahan

SBY ... 75 C. Interpretasi ... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82 B. Saran-saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN


(11)

Tabel 2.1 Nilai berita

Tabel 2.2 Definisi framing menurut beberapa tokoh

Tabel 4.1 Judul berita : “Pemimpin Lembaga Negara Rapatkan Barisan” (19 Oktober 2010) Tabel 5.1 Judul berita : “Demokrat Nilai Posisi Golkar di Sekber Sia-Sia” ( 20 Oktober 2010) Tabel 6.1 Judul berita : “Lebih 50 % Publik Kota tidak Puas Terhadap Budiono” (21 Oktober


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde baru serta orde baru.

Setelah mengalami berbagai perkembangan, dewasa ini surat kabar seperti sudah menjadi santapan biasa. Manusia zaman sekarang sudah memasuki masyarakat informasi. Koran sudah masuk desa. Koran sudah bukan barang konsumsi yang mahal. Jhon Tebbel berpendapat bahwa koran sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia akan informasi baik untuk dirinya sendiri, keluarganya dan untuk usaha bisnisnya.1

Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan lingkungan dunia usaha. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan (memberi informasi, mencatat, menyajikan, hiburan dan desas-desus.

Membaca tulisan dalam sebuah surat kabar berarti menangkap pesan yang dikomunikasikan oleh media tersebut. Pesan yang disampaikan terlepas dari baik

1

Jhon Tebbel, Karier Jurnalistik. Penerjemah Dean Prataty Rahayuningsi, (Semarang:Dahara Prize, 2003), h.1.


(13)

atau buruk dimata khalayak. Hal ini dapat mengubah mental, sikap, perilaku dan gaya hidup mereka. Onong Uchjana Effendi mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui media.2

Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan suatu peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa. Namun pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa di sini adalah realitas/fakta yang diliputi oleh wartawan, dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka oleh media massa. Dengan demikian dapat pula dikatakan secara sederhana bahwa dalam suatu proses jurnalisme, upaya menceritakan kembali suasana/keadan, orang, dan benda bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk mengkonstruksi realitas. 3

Sebagai alat untuk menyampaikan berita, penilaian atau gambaran umum tentang banyak hal, berita mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide ataupun gagasan.

Lebih dari itu penyampaian sebuah berita ternyata mempunyai subjektifitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektifitas. Namun berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul

2

Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1986), h.15.

3

M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004) h.168.


(14)

3

gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh dilapangan.

Dalam suatu berita tersirat pesan yang ingin disampaikan oleh wartawan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Dalam berita ada karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna atau yang biasa diterapkan untuk menentukan layak berita (newsworhty). Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya mengandung konflik, berencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks dan aneka nilai lainnya.4

Pada dasarnya, dalam setiap pemberitaan sebuah media mempunyai frame tertentu. Surat kabar dapat langsung menyampaikan suatu isu yang berkembang dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini publik yang bersifat „cash’ , cepat dan berubah atau bergeser pada saat yang singkat dari satu kesimpulan yang satu kepada kesimpulan yang lainnya. Media massa sebagai salah satu institusi sosial, menurut Dennis McQuail media massa memiliki kekuatan besar5, antara lain:

1. Media massa dapat menarik perhatian dalam memecahkan masalah

4

Luwi Ishwara, Seri Jurnalisitik Kompas: Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: penerbit Buku Kompas, 2006), h. 53.

5

Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa:Suatu Pengatar, Penerjemah Agus Dharma, dkk (Jakarta:Erlangga, 1996)h.256.


(15)

2. Media massa dapat memberikan legitimasi dan status pada seseorang 3. Media massa itu meruapkan saluran bagi proses persuasi dan mobilisasi 4. Media massa itu merupakan wahana yang dapat memberikan penghargaan

dan kepuasan kepada publik.

Berita tentang satu tahun pemerintahan SBY - Budiono dipublikasikan di seluruh media massa di indonesia. Berita ini sangat penting karena merekam jejak pemerintahan Republik Indonesia selama satu tahun dibawah pemerintahan SBY - Budiono dan merupakan pertanggung jawaban selama satu tahun menjabat sebagai presiden. Presiden SBY dan wakilnya Budiono menjabat sebagai presiden dan wakil presiden pada hari selasa tanggal 20 Oktober 2009 di gedung DPR/MPR. SBY kali ini terpilih sebagai kepala Negara untuk periode keduanya. Sementara Wakil Presiden, Budiono akan bertugas menggantikan Muhammad Jusuf Kalla.

Dalam dunia pers indonesia, terdapat harian Media Indonesia yang sudah cukup lama berkiprah di dunia pers indonesia. Media Indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970. Dengan jangka waktu yang cukup lama tersebut, harian Media Indonesia telah menjadi surat kabar yang banyak peminatnya dan telah menjadi koran nasional. Sehingga bukan tidak mungkin harian ini mampu mempengaruhi daya pikir para pembacanya dan koran ini juga terkenal sangat kritis tentang pemerintahan SBY.

Selama bulan oktober 2010 sudah banyak pemberitaan tentang satu tahun pemerintahan SBY - Budiono di beberapa surat kabar, Namun penulis mengangkat tema tentang satu tahun pemerintahan SBY di harian Media


(16)

5

Indonesia karena harian ini membahas berita ini cukup banyak yang dikemas secara menarik agar sesuai dengan segmennya, dan yang terpenting adalah harian Media Indonesia dikenal sebagai koran yang kritis mengenai pemerintahan.

Setiap media pasti memiliki visi dan misi, berdasrkan ideologi tersebut yang dipercaya sepenuhnya oleh pekerja media yang bersangkutan dan tercermin dalam konstruksi realitas yang dilakukan oleh media tersebut. Perbedaan ideologi karenanya akan tertuang dalam perbedaan pilihan berita, perbedaan sudut pandang yang diambil dan perbedaan framing yang dilakukan atas suatu wacana.

Alasan kenapa peneliti mengambil judul ini adalah :

1. Berita satu tahun pemerintahan SBY - Budiono merupakan berita yang menarik bagi media massa.

2. Berita satu tahun pemerintahan SBY - Budiono sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena masyarakat dapat mengetahui perkembangan selama satu tahun pemerintahan SBY - Budiono dan berita ini di publikasikan oleh seluruh media massa di Indonesia, baik cetak maupun elektronik.

3. Alasan kenapa memilih harian Media indonesia karena harian Media Indonesia surat kabar yang sudah lama terbit, yakni sejak 19 Januari 1970.

4. Harian Media indonesia dikenal sangat kritis terhadap pemerintahan SBY dibanding media lainnya.


(17)

Berdasarkan pada latar belakang di atas, penulis memberi judul “Analisis Framing Pemberitaan Satu Tahun Pemerintahan SBY Boediono Di Harian Media Indonesia ”.

B. Pembatasan Masalah

Tentu banyak surat kabar yang memberikan perhatian pada masalah ini, untuk mempermudah, penulis membatasi hanya pada surat kabar Media Indonesia tanggal 17 oktober 2010 sampai 23 Oktober 2010 pada kolom headline.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, disusunlah perumusan masalah. Yaitu:

1. Bagaimana pengemasan berita Satu tahun pemerintahan SBY - Budiono di harian Media Indonesia?

2. Bagaimana bahasa jurnalistik dan bentuk pesan dakwah di Media Indonesia terhadap penguasa dalam evaluasi satu tahun pemerintahan SBY - Budiono ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengemasan berita Satu tahun pemerintahan SBY - Budiono di harian Media Indonesia.


(18)

7

2. Untuk mengetahui bahasa jurnalistik dan bentuk pesan dakwah di Media Indonesia terhadap penguasa dalam evaluasi satu tahun pemerintahan SBY - Budiono.

E. Manfaat penelitian 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi pada pengembangan keilmuan komunikasi terutama komunikasi massa melalui pendekatan analisis framing.

2. Manfaat Praktis

Memberi kontribusi pada para praktisi media cetak dalam menganalisis berita melalui analisis framing dan juga dapat memberi gambaran untuk penelitan selanjutnya dalam menganalisis suatu berita dalam media dengan menggunakan framing.

F. Tinajuan Pustaka

Untuk menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ternyata ditemukan beberapa judul skripsi yang memiliki kesamaan dalam penelitian ini dan juga perbedaan dalam penelitian ini.

Persamaan dalam penelitian terdahulu adalah kesamaan model framing yang digunakan, yakni model framing Zongdang pan dan Gerald M.Kosicky yang terdapat pada skripsi Imam Santoso, Lisa Kholisa, Fatimatuzzahro dan Dede


(19)

Nugraha. Meskipun peneliti melakukan rujukan terhadap peneltian terhdahulu, penelitian ini tetaplah berbeda dalam dalam hal isu berita yang digunakan, model

framing dan teori yang digunakan. Isu – isu yang digunakan dalam penelitian

terdahulu adalah tentang Muntazer Al Zaidi terhadap George Walker Bush6, Program Nuklir Iran7, Berita Haji dan Idul Adha8, Berita Kriminal Mutilasi9, dan Berita tentang Ahmadiyah10. Adapaun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbedaan dari model framing yang digunakan oleh salah satu peneliti terhdaulu. Yakni model yang digunakan pada penelitian itu menggunakan model framing Robert N Etman.11 Dalam hal teori, sangat berbeda dengan penelitian terdahulu. Pada penelitian terhdaulu teori yang digunakan adalah teori konsturksi sosial dan ada juga yang memakai teori agenda setting12

G. Kerangka Konsep

1. Bingkai Pesan Qoulan Karimah

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qoulan karimah diperlukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut, sorang da’i dalam perhubungan dengan lapiasn mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap

6

Akbar Fitriadi, Analisis Framing Berita Muntazer Al-Zaidi Terhadap George Walker Bush Terkait Pakta Politik Bilateral Irak Terhadap Arogansi Amerika Serikat Pada Koran Seputar Indonesia dan Republika, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Jakarta, 2010)

7

Dede Nugraha, Konsturksi Pemberitaan Program Nuklir Iran (Analaisis Framing Pada harian repbulika dan Media Indoensia. (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UINI Jakarta, 2010).

8

Lisa Kholisha, Analisis Framing Berita Haji dan Idul Adha pada Surat Kabar SINDO dan Republika, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Jakarta, 2009)

9

Fatimatuzaahro, Analisasi Framing Berita Kriminal Mutilasi Koran harian Umum Republika, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Jakarta, 2009)

10

Imam Santoso, Konsturksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah pada majalah Gatra edisi bulan Juli s/d Agustus 2005), (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Jakarta, 2008

11

Akbar Fitriadi, h. 14 12


(20)

9

seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak berkata kasar kepadanya. Karena manusia walaupun sudah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah, atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama.

Adapun macam-macam qoulan selengkapnya adalah sebagai berikut:

a. Qoulan baligha dapat diterjemahkan ke dalam komonikasi yang

efektif. Merujuk asal katanya, Baligha artinya sampai atau fashih. Jadi, untuk orang munafik diperlukan komunikasi efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang mengesankan atau membekas pada hatinya.

b. Al-Qosyani menafsirkan Qoulan sadidah dengan : kata yang lururs

(Qowwiman); kata yang benar (Haqqan): kata yang betul, tepat

(Shawaban). Al-Qosyani berkata bahwa sadad dalam pembicaraan

berarti berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari di situlah terletak unsur segala kebahagiaan.

c. Dakwah dengan qoulan karima sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia, pendekatan yang digunakan adalah dengan perkataan yang mulia, santun, penuh penghormatan dan penghargaan tidak emngguri tidak perlu retorika yang meledak-ledak.

2. Bingkai Zongdang Pan dan Gerald M.Kosicky

a. Struktur Sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – peristiwa – peryataaan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa - kedalam bentuk susunan umum berita. Sturktur sintaksis ini dengan dapat diamati dari bagan berita


(21)

(lead yang dipakai, headline, kutipan yang diambil, latar informasi, sumber, pernyataan, penutup).

b. Sturktur Skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Sturktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W = 1

H who, what, when, where, why, dan how. Meskipun pola ini tidak

selalu dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan. Kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda

framing yang penting.

c. Struktur Tematik. Yaitu bagaimana fakta ditulis, penempatan dan penulisan sumber berita kedalam teks secara keseluruhan. Dalam menulis berita seorang wartawan mempunyai tema tertentu asa suatu peristiwa. Tema itulah yang akan dibuktikan dengan susunana atau bentuk kalimat tertentu, proposisi, atau hubungan antar proposisi. Dalam suatu peristiwa tertentu pembuat teks dapat memanipulasi penafsiran pembaca tentang suatu peristiwa. Struktur Tematik bisa dilihat dari unsur detail, koherensi dan bentuk kalimat.

d. Struktur Retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartwan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar


(22)

11

yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

H. Metodologi Penelitian 1. Paradigma

Menurut pemikiran Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip Dedy Nur Hidayat, paradigma ilmu pengetahuan (komunikasi) terbagi menjadi tiga,yaitu paradigma positivist, paradigma kritis dan paragima konstruktivis.13

Karena penelitian ini menggunakan analisis framing, yaitu analisis yang melihat wacana sebagai hasil dari konstruksi realitas sosial, maka penelitian ini termasuk kedalam paradigma konstruktivis.

Paradigma ini, mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.

2. Pendekatan Penelitian

pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala seosial di dalam masyarakat.

13

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta:Kencana,2007),h.237.


(23)

Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.14

Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil. Kedua, penelitit kualitatif lebih memperhatikan interpretasi. Ketiga, penelitit kualitatif merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi di lapangan. Keempat , penelii kualiatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.15

Menurut Bogdan Taylor, penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menhasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.16

3. Tahapan Penelitian

Prosedur penelitan adalah sebagai instrumen berikut:

a) Telaah teks, mencari data mengenai hal-hal yang akan diteltiti berupa catatan, transkip, buku, surat kabar. Dalam hal ini harian Media Indonesia.

14

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi 15

Agus salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), cet ke-1 h. 204

16

Syamsir Salam dan Jaenal Arifin, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:UIN Press, 2006), h. 302


(24)

13

b) Wawancara atau inerview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil beratap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai17: dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh. Yang diwawancarai adalah asisten kepala divisi pemberitaan Media Indonesia bapak Abdul Kohar.

c) Observasi. Sebagai metode ilmiah observasi adalah suatu cara penulisan untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki18.

observasi teks: pembagian data yang diperoleh kedalam dua bagian, yaitu data primer dan data skunder. Data primer: meneliti teks berita satu tahun pemerintahan SBY - Budiono di harian Media Indonesia. Data skunder: mencari data lain yang mendukung objek penelitian, seperti buku-buku dan tulisan.

4. Tekhnik Pengolahan Data

Untuk pengolahan data, menggunakan metode framing Zong dang Pan dan Gerald M. Kosickyi yang menggunakan 4 perangkat, yakni Sintaksis, Tematik, Retoris, dan Skrip.19

17

Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), h.234 18

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.92 19


(25)

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengna penyusunan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Peneltian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sistematika Penulisan

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN Membahas tentang Teori Ekonomi Politik, Konseptualisasi Bahasa Dakwah, Konseptualiasasi Berita, Evaluasi Pemerintah, Konseptualisasi Framing.

BAB III MEDIA INDONESIA membahas Sejarah Perusahaan, Visi dan Misi.

BAB IV ANALISIS FRAMING BERITA SATU TAHUN

PEMERINTAHAN SBY - BUDIONO DI HARIAN MEDIA INDONESIA membahas tentang Pengemasan Pesan Berita Satu Tahun Pemerintahan SBY - Budiono di Harian Media Indonesia dan Konstruksi yang Melatarbelakangi Proses Pemberitaan Tentang Satu Tahun Pemerintahan SBY - Budiono


(26)

15 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Ekonomi Politik Media

Teori ekonomi politik media merupakan nama lama yang dihidupkan kembali untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi dari pada muatan (isi) ideologis media. Teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media.

Menurut tinjauan ini, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan tentang masyarakat, yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar pelbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dengan kebutuhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil kerja media dan juga dengan keinginan bidang usaha lainnya untuk memperoleh keuntungan, sebagai akibat dari adanya kecenderungan monopolistis dan proses integrasi, baik secara vertikal maupun horizontal (sebagaimana halnya menyangkut minyak, kertas, telekomunikasi, waktu luang, kepariwisataan, dan lain sebagainya).1

Politik ekonomi pada dasarnya dapat di artikan sebagai suatu unsur atau elemen yang menjadi alat dari ekonomi dan rasionalisasi kekuatan politik dalam melaksanakan rencana-rencana aplikasi ekonomi itu sendiri untuk mencapai

1

Materi Ilmu Komunikasi”, artikel diakses pada tanggal 5 April melalui web http://komunikasi.maherna.com/2011/01/teori-ekonomi-politik-media/


(27)

sasaran yang dikehendaki. Kekuatan politik secara formal dilambangkan oleh eksistensi dan otoritas negara/pemerintah dalam merumuskan haluan negara berupa strategi maupun kebijakan ekonomi dan kemudian melaksanakannya untuk mengubah situasi tertentu menjadi situasi yang lain dalam kehidupan masyarakat.

Pengertian ekonomi politik dalam pandangan sempit menurut Vincent Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. 2

Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai ekonomi-politik. Pertama, ekonomi politik merupakan bagian dari studi mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi critical

political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi politik secara khusus

tertarik dalam menginvestigasi dan mendeskripsikan kepada late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distruktukan oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan simbolik.

Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan

sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik.

2

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996),h.25.


(28)

17

Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu

kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi megenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian ini tdak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya).

Keempat, karakterisitiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada

aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas keratif dan bebas dimana orang dapat mengahsilkan dan mengubah dunia dan diri mereka.3

Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik media4, yaitu komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi namun dalam penelitian ini khusus membahas tentang komodifikasi. Commodification (komodifikasi) Komodifikasi menurut Vincent Mosco digambarkan sebagai cara kapitalisme dengan membawa akumulasi tujuan kapitalnya atau mudahnya dapat digambarkan sebagai sebuah perubahan nilai fungsi atau guna menjadi sebuah nilai tukar. Dan sekarang ini telah sangat banyak sekali bentuk komodifikasi yang muncul dalam perkembangan kehidupan manusia. Karena mulai banyak juga yang dijadikan komoditas oleh manusia. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga macam, yaitu:

a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi

isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk yang dipasarkan oleh media. Banyak contoh yang dapat kita ambil dan lihat dari media-media di Indonesia. Konten media dibuat

3

Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h.27-37 4


(29)

sedemikian rupa sehingga agar benar-benar menjadi kesukaan publik meski hal itu bukanlah fakta dan kebutuhan publik. Pengesahan segala cara termasuk cara licik dilakukan demi mendapat perhatian audiens yang tinggi.

b. Ekstrinsik commodification (komodifikasi ekstrinsik atau

komodifikasi khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen media kepada konsumen produk yang bukan media di mana perusahaan media memproduksi kahlayak dan kemudian menyerahkannya pada pengiklan. Kenapa hal ini dapat terjadi? Audiens dijadikan komoditi para media untuk mendapatkan iklan dan pemasukan. Kasarnya media biasanya menjual rating atau share kepada advertiser untuk dapat menggunakan air time mereka. Caranya adalah dengan membuat program yang dapat mencapai angka tertnggi daripada program di station lain.

c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses

mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua, yaitu: pertama , komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Kedua, komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua orang dapat mengakses.


(30)

19

B. Konseptualisasi Bahasa Dakwah

Bahasa dakwah yang diperintahkan al-qur’an sunyi dari kekasaran, lembut, indah, santun, juga membekas pada jiwa, memeberi pengharapan hingga mad’u dapat dikendalikan dan dikendalikan perilakunya oleh da’i. Term Qoulan

Sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah agar dakwah persuasif

dengan field of experience dan frame of reference komunikan telah dilansir dalam beberapa bentuk oleh al-qur’an5, diantaranya:

1. Qoulan Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa).

Ungkapan qaulan baligha terhdapat pada surat an-Nisa ayat 63.

Qoulan baligha dapat diterjemahkan ke dalam komonikasi yang

efektif. Merujuk asal katanya, Baligha artinya sampai atau fashih. Jadi, untuk orang munafik diperlukan komunikasi efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang mengesankan atau membekas pada hatinya. Sebab hatinya banyak dusta, khiatat, dan ingkar janji. Kalu hatinya tidak tersentuh sulit untuk menundukannya.

2. Qoulan sadidah

Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat. Al-Qosyani menafsirkan Qoulan sadidah dengan : kata yang lurus (Qowwiman); kata yang benar (Haqqan): kata yang betul, tepat (Shawaban). Al-Qosyani berkata bahwa sadad dalam pembicaraan berarti berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari di situlah terletak unsur segala kebahagiaan. Menurut Moh. Natsir dalam Fiqhud Dakwah-nya

5


(31)

mengatakan bahwa, Qoulan sadidah adalah kata yang lurus (tidak berbelit-belit), kata yang benar, keluar dari hati suci yang bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju.

3. Qoulan karimah (perkataan yang mulia)

Dakwah dengan qoulan karima sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia, pendekatan yang digunakan adalah dengan perkataan yang mulia, santun, penuh penghormatan dan penghargaan tidak emngguri tidak perlu retorika yang meledak-ledak. Term qoulan karima terdapat dalam surat al-isyra ayat 23.

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qoulan karima diperlukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut, sorang da’i dalam perhubungan dengan lapiasn mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak berkata kasar kepadanya. Karena manusia walaupun sudah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah, atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama.

4. Qoulan layyinan (perkataan lembut)

Term qoulan layyinan terdapat dalam surah Thaha ayat 43-44 secara harfiah berarti komunikasi yang lemah lembut (layyin). Al-qur’an mengajarkan agar dakwah kepada mereka haruslah bersifat sejuk dan lemah lembut, tidak kasar dan lantang perkataan yang lantang kepada penguasa tiran dapat memancing respon keras dalam waktu spontan,


(32)

21

sehingga menghilangkan peluang untuk berdialog atau komunikasi antar kedua belah pihak, da’i dan penguasa sebagai mad’u.

C. Konseptualisasi Pemberitaan 1. Pengertian berita

Berita berasal dari Bahasa Sangsekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan vritta, artinya “kejadian”atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta.6

Menurut Mitchel U. Charrley dan James M. Neal berita atau news adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menraik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan.7 Kata news itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu, apa yang new, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat.8

Menurut Micthel V Charnley mengemukakan pengertian berita yang lebih lengkap dan untuk keperluan praktis – layak kita jadikan acuan. Ia mengatakan: berita adalah laporan tercepat dari suatu perisitwa atau

6

Totok Djunarto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), cet ke-1. h.46.

7

AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Jurnalis Profesional, (Bandung:Simbiosa Rekatama Media, 2005), cet ke-1h.64.

8

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet ke-2 h.57.


(33)

kejadian yang faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka.9

Ada beberapa definisi tentang berita dari pakar komunikasi, ilmuwan dan penulis diantaranya:

a. Dean M. Spencer mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian pembaca.

b. Dr. Wiliar C. Balayer, berita adalah sesuatu yang termasuk (baru) yang dipilih wartawan untuk dimuat dalam media cetak oleh karena itu, ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat menarik minat bagi pembaca surat kabar tersebut.

c. William S. Maaulsby menyebutkan berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi.

d. Eric C. Hesfwood, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan menarik perhatian pembaca.

e. Djafar H. Assegaf mengartikan berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termasa dan dipilih oleh staf redaksi suatu media massa untuk disiarkan dengan harapan dapat menarik perhatian khalayak.

Sementara J.B Wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui

9

Asep Syamsul M. Romli, S.ip, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (BandungL PT Remaja Rosdakarya, 2005), edisi Revisi, Cet ke-6, h.4


(34)

23

media massa. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan secara periodik.10

Dengan demikian berita adalah fakta, opini, pesan, informasi yang mengandung nilai-nilai yang diumumkan, diinformasikan yang menarik perhatian sejumlah orang yang memiliki pertimbangan, diantaranya11: a. Akurat, singkat, padat dan sesuai kenyataan.

b. Tepat waktu dan aktual.

c. Obyektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis.

d. Menarik, disajikan degnan kata-kata dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca.

e. Baru.

Berita juga harus lengkap, adil dan berimbang tidak boleh mencampurkan fakta dan opini sendiri dengan kata lainberita harus obyektif dan tentu saja harus ringkas, jelas dan hangat sebagai syarat praktis penulisan berita.

2. Klasifikasi Berita

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori: berita berat (hard news ) dan berita ringan (soft news). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi

10

Totok Djunarto, Manajamen Penerbitan Pers, h. 47 11

Maria Assumti Kumanti, Dasar-Dasar Publik Relation Teori dan Praktik, (Jakarta: Grasindo, 2002) h. 130.


(35)

berita diduga dan berita tak terduga. Selebihnya, berita juga dapat dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.12

Berita berat, sesuai dengan namanya menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakara, gempa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan, juga sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti pesta pernikahan bintang film, atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja.13

Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita di duga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Sedangkan berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba dan tidak direncanakan, tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling.14

Singkat kata, hard news dan soft news hanya menunjuk pada kualtias berita, dan bukan pada lokasi peristiwa.

Berdasarkan materi isinya, berita dapat dikelompokkan ke dalam: a. Berita pernyataan pendapat, ide atau gagasan (talking news) b. Berita ekonomi (economic news)

c. Berita keuangan (financial news) d. Berita politik (political news)

e. Berita sosial kemasyarakatan (social news)

12

AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Jurnalis Profesional, h. 65.

13

Ibid, h. 66. 14


(36)

25

f. Berita pendidikan (education news)

g. Berita hukum dan keadilan (law and justice news) h. Berita olah raga (sport news)

i. Berita kriminal (crime news)

j. Berita bencana dan tragedi (tragedy and disaster news) k. Berita perang (war news)

l. Berita ilmiah (scientifict news) m. Berita hiburan (entertainment news)

n. Berita tentang aspek-aspek ketertarikan manusiawi atau minat insani (human interest news).

3. Jenis-Jenis Berita

Dalam dunia jurnalistik, berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok itu: elementary, intermediate, advance. Berita

elementary mencakup pelaporan berita langsung (straight news), berita

mendalam (dept news report), dan berita menyeluruh (comprehensive

news report). Berita intermediate meliputi pelaporan berita interpretatif

(interpretative news report) dan pelaporan karangan-khas (feature story

report). Sedangkan untuk kelompok advance menunjuk pada pelaporan

mendalam (dept reporting), dan penulisan tajuk rencana (editorial writin). Berikut penjelasan tentang straight news reprot, depth news report,

interpretative report, investigative reporting, dan feature15 :

a. Straight news report, adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan

15


(37)

berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat. Biasanya berita ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where, why, dan how (5W + H)

b. Depth news report, merupakan laporan yang sedikit berbeda

dengan straight news report. Reporter menghimpun fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk perisitwa itu tersebut. Jenis laporan ini memerlukan pengalihan informasi, bukan opini reporter. Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar.

c. Comprehensive news, merupakan laporan tentang fakta yang

bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, sesungguhnya merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat dalam berita langsung. Berita menyeluruh mencoba menggabungkan beberapa serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas.

d. Interpretative report, lebih dari sekedar straight news dan depth

news. Berita interpretatif biasanya memfokuskan sebuah isu, maslah atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun fokus laporan beritanya masih berbicara fakta bukan opini. Laporan interpretatif biasanya dipusatkan untuk menjawab pertanyaan mengapa.

e. Feature story, berbeda dengan straight news, depth news atau


(38)

27

tersebut, reporter menyajikan informasi yang penting untuk para pembaca. Sedangkan dalam feature, penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya.

f. Depth reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual. Dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Biasanya dalam pelaporan mendalam ditulis oleh tim, disiapkan dengan matang, memerlukan waktu beberapa hari atau minggu.

g. Investigative reproting, berisikan hal-hal- yang tidak jauh berbeda

dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatakan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Namun demikian, dalam laporan investigatif para wartawan memerlukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan.

h. Editorial writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di

depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita penting dan mempengaruhi pendapat umum.

4. Nilai Berita Dalam Media Massa

Dalam berita ada beberapa karakteristik interinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang


(39)

berguna, atau yang biasa diterapkan, untuk menentukan layat berita (news worthy).16

Suatu peristiwa dikatakan memiliki nilai berita jika peristiwa tersebut mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.17

Tabel 2.1 Nilai Berita

Immediacy Immediacy disebut juga timeless (waktu). Terkait degnan

kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi.

Proximity Peristiwa yang terjadi dekat lokasinya dengan khalayak

pembaca, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang akan tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan mereka, tempat tinggal mereka, dan sahabat.

Consequence Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita

yang mengandung nilai konsekuensi.

Conflik Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, kriminal, bentrokan

antar kelompok dan konflik antar negara, merupakan contoh elemen konflik dalam pemberitaan.

Oddity Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah seseuatu yang akan

diperhatiakn segera oleh masyarakat.

Sex Seks kerap dijadikan satu elemen utama dair sebuah

pemberitaan. Tapi, seks juga bisa sebagai elemen tambahan dalam sebuah berita. Misalnya, skandal seks anggota Dewan perwakilan Rakyat, sakndal seks selebritis.

Emotion Elemen ini disebut juga sebagai human interest. Elemen ini

menyangkut nilai kesedihan, keamarahan, sipati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, humor dan tragedi.

Prominence Menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca. Seperti nama-nama tokoh, pemimpin politik, petuah hidup dan hari raya.

16

Luwi Iswara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Kompas, 2007), cet. Ke -3, h. 53.

17


(40)

29

Suspense Elemen ini merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu,

terhadap sebuah peristiwa. Misalnya, masyarakat menunggu pecahnya perang (invasi) AS ke Irak

Progress Elemen ini merupakan elemen “perkembangan” peristiwa

yang ditunggu masyarakat. Misalnya, setelah terjadinya invasi AS ke Irak, masyarakat tetap menunggu bagaimana pemerntahan selanjutnya yang akan dijalankan.

Sumber : Septiawan Santara, Jurnalisme Kontemporer, h. 18-20.

D. Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahas jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media on line internet. Bahasa jurnalistik surat kabar, misalnya, kecuali harus tunduk kepada kaidah atau prinsip prinsip umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus atau spesifik. Berikut karakterisitik bahas jurnalisitik18 :

1. Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh kahlayak pembaca yang sanga heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.

2. Singkat

18

AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis), (Bandung: Remaja Rosda Karya,2006) h. 14


(41)

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga.

3. Padat

Padat dalam bahasa jurnalistik, berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk kahalayak pembaca.

4. Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufeisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.

5. Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelsas disini mengandung tiga art: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya dengan kaidah subjek-obbjek-predikat-keterangan, jelas sasaran atau maksudnya.

6. Jernih

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.


(42)

31

Bahasa jurnalistik harus menarik, menarik artinya mampu membangkitkan minta dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika. 8. Demokratis

Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Secara ideologis, bahasa jurnalisitik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di depan hukum sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda. 9. Populis

Populis berarti setiap kata, istilah atau kalimat apapun yang terdapa dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca. Bahasa jurnalitik harus merakyat, aritnya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat.

10.Logis

Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat.

11.Gramatikal

Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.


(43)

12.Menghindari kata tutur

Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota.

13.Menghindari kata dan istilah asing

Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan banyak yang diselipi kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.

14.Pilihan kata (diksi) yang tepat

Bahasa jurnalitik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga keluar dari asas efektifitas.

15.Mengutamakan kalimat aktif

Kalimat akitf lembih udah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat akti lebih mempermudah pengeritan dan memeprjelas pemahaman.

16.Menghindari kata atau istilah teknis

Kata atau istilah teknis hanya belaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Sebagai contoh isitlah kedokteran tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan atau tulisan pers.


(44)

33

Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik. Dalam menjalankan fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengna membangkitkan asosiasi serata fantasi seksual pembacanya.

E. Evaluasi Pemerintah 1. Pengeritan evaluasi

Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris, yaitu “Evaluation”. Evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah populer adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentu nilai. 19 sedangkan secara terminologi pengeritan evaluasi menurut Casley dan Kumar adalah suatu penilaian berkala terhadap relevansi, kinerja, efisiensi dan dampak suatu proyek dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, sementara Fink dan Kosecoff memberikian definisi evaluasi adalah merupakan serangkaian prosedur untuk menilai mutu sebuah program.20

Evaluasi adalah usaha yang di lakukan untuk menentukan apakah pelaksanaan kegiatan program telah mencapai tujuan dan sasaran yang

19

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka,1994). H. 163

20


(45)

ditetapkan sebelumnya, serta mengidentifikasi bidang program yang perlu serta memutuskan suatu program perlu di teruskan atau tidak21

2. Pengertian Pemerintah22

Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara.

Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa

Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernaculum, yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa.

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong)

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri. Jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya temasuk legislatif dan yudikatif.

21

Hisham Al Thalib, Panduang Latihan Bagi Juru Dakwah, ( Jakarta: Media Dakwah, 1991), h. 128

22

Artikel diakses pada 18 Maret 2011 dari

http://www.ilmumanajemen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=108:per&cati d=47:mnpemr&Itemid= 29


(46)

35

Pemerintahan adalah lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara, sedangkan pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara (Ermaya Suradinata)

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia. Sebagai contoh: Republik, Monarki / Kerajaan, Persemakmuran (Commonwealth). Dari bentuk-bentuk utama tersebut, terdapat beragam cabang, seperti: Monarki Konstitusional, Demokrasi, dan Monarki Absolut / Mutlak.

Proses dimana pemerintahan seharusnya bekerja menurut fungsi fungsinya banyak dirumuskan oleh sarjana pemerintahan seperti Rosenbloom atau Michael Goldsmith yang lebih menegaskan pada fungsi negara.Sementara itu, dari aspek manajemen, pemerintahan terkait dengan fungsi fungsi memimpin, memberi petunjuk, memerintah, menggerakkan, koordinasi, pengawasan dan motivasi dalam hubungan pemerintahan.Hal ini digambarkan oleh Karl W Deutsch bahwa penyelenggaraan pemerintahan itu ibarat membawa kapal di tengah samudra. Di Athena sendiri, fungsi fungsi pemerintahan dapat ditemukan dalam konstitusi berupa fungsi peradilan, perencanaan anggaran belanja, pajak, militer dan polisi. Rasyid membagi fungsi pemerintahan menjadi 4 bagian yaitu:

1. Fungsi pelayanan (public service) 2. Fungsi pembangunan (development)


(47)

3. Fungsi pemberdayaan (empowering) 4. Fungsi pengaturan (regulation)

F. Konseptualisasi Framing

Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,

khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai sturktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.23

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan

dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah tampak. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.24

Dengan frame, jurnalis memproses berbgai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media.

23

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet. Ke – 4 h. 161-162

24

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002). h. 66-77


(48)

37

Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Kalau saja ada realtias dalam arit obyektif, bisa jadi apa yang ditampilkan dan dibingkai oleh media berbeda dengan realtias objektif tertentu. Karena realitas pada dasarnya bukan ditangkap dan tulis, realitas sebaliknya dikonstruksi. 25

Framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat

mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk mengiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengtahui bagaimana perspektif atau cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut.26

Dalam memframing sebuah berita, media harus melihat dua aspek penting yang menjadi dasar bagaimana sebuah realtas dari peristiwa itu dibangun dan akhrinya ditulis dengan frame yang dianutnya seperti yang dituliskan Eriyanto, yaitu:

Pertama,memilih fakta/realitas. Fakta dipilih berdasarkan asumsi bahwa

wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam melihat fakta selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realtias, bagian mana dari realtias yang diberikan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekenana aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu

25

Ibid, h. 139 26

Nugroho, Eriyanto, Frans Suadiarsis, Politik Media Mengemas Media, (Jakarta: institut studi Arus Informasi, 1999) h. 21.


(49)

dan melupakan fakta yang hingga peristiwa itu dilihat dari sisi tertentu akibatnya bisa jadi berbeda antara satu media degan media yang lain.

Kedua, menuliskan fakta, berhubungan dengan bagaimana fakta dipilih itu

disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa dengan bantuka aksentuasi fot dan gambaran apa dan sebagainya. Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan dengan permaianan perangkat tertentu: seperti penempatan mencolok (headline bagian depan atau belakang), pengulangan. Label tertentu ketika menggambarkan peristiwa itu diberitakan. Asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi dan pemkaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.27

Definisi framing, dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya:

Tabel 2.2

Robert N. Entman Proses seleksi dri berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari penelitian itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapat kan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. Wiliam A. Gamson Cara bercerita (gugusan ide-ide) yang terorganisir

sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu dibentuk dalam sebuah kemasan

(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur

pemaahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang disampaikan, menafsirkan makan pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin Strategi bagaimana realtias/dunia dibentuk, disederhanakan untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Periwitwa-perisitwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian kahlayak pembaca. Itu

27


(50)

39

dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan peresentasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow

Robert Benford

Pemberian makna untuk menafsirkan perisitwa dari kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder Skema interpretasiyang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung.

Frame mengorganisir perisitiwa yang kompleks ke dalam

bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna perisitiwa.

Zhongdang Pan Gerald M. Kosicki

Strategi komunikasi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa dan dihubungkan dengan rutinitas kkonvensi pembentukan berita.

Sumber : Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Idiologi dan Politik Media, h.67-68

Namun dalam penelitian ini menggunakan model framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki merupakan model yang paling populer dan banyak dipakai. Perangkat framing Zongdang Pan dan Gerald M.Kosicki terdiri dari empat struktur,yakni sintaksis, tematik, skrip dan retoris.

Alasan kenapa mengambil model Zongdang Pan dan Geral M. Kosicki adalah :

a. Model ini sangat cocok dengan pembahasan analisis teks media di koran. Karena perangkat yang di gunakan dalam model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicky sangat mendukung.

b. Model Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicky memudahkan untuk menganalisis framing yang ada di media.


(51)

40

A. Surat Kabar Media Indonesia

1. Sejarah Singkat Media Indonesia

Media Indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970. Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Haryono, Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia.1

Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah perubahan SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai badan usaha. 2

Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu : kekuatan pengalaman bergandeng dengan

1

Company Profil Media Indonesia 2


(52)

41

kekuatan modal dan semangat. Maka pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru dibawah PT. Citra Media Nusa Purnama.3

Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai Pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun 1995, bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kantor barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi, Perpustakaan, Iklan, Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penunjang karyawan.4

Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat“ yang dimiliki oleh Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit pegangan sampai kapan pun.

Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di bawah payung PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan tentang apa yang menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun pertama kali dalam industri pers tahun 1986 dengan menerbitkan harian Prioritas. Namun Prioritas memang kurang bernasib baik, karena belum cukup lama menjadi koran alternatif bangsa, SIUPP-nya dibatalkan Departemen Penerangan. Antara Prioritas dengan Media

3 Ibid 4


(53)

Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu dalam karakter kebangsaannya. 5

Surya Paloh sebagai penerbit Harian Umum Media Indonesia, tetap gigih berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan Menteri No.01/84 yang dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air.

Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercaya sebagai Corporate Advisor. Sejak 2005, Pemimpin Redaksi dijabat oleh Djajat Sudradjat. Sedangkan Pemimpin Umum yang semula dipegang langsung oleh Surya Paloh, di tahun 2005, dijabat oleh Saur Hutabarat dan Wakil Pemimpin Umum dijabat oleh Andy F. Noya. 6

Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini, terjadi beberapa perubahan struktur organisasi. Posisi jabatan saat ini, sebagai berikut : Direktur Pemberitaan dijabat oleh Saur Hutabarat, Direktur

5 Ibid 6


(54)

43

Pengembangan Bisnis dijabat oleh Alexander Stefanus, sedangkan Direktur Umum dijabat oleh Rahni Lowhur-Schad.

2. Visi dan Misi Media Indonesia

Surat Kabar Media Indonesia yang lahir sejah tahun 1970, memiliki visi dan misi yang hingga sekarang terus menjadi acuan dalam setiap menggali dan mengungkap berita untuk disampaikan kepada masyarakat. Adapun visi dan misi tersebut adalah 7 :

a. Visi Media Indonesia

Media Indonesia memiliki visi sebagai berikut :

“Menjadi Surat Kabar Independen yang Inovatif, Lugas, Terpercaya, dan paling Berpengaruh”

Uraian Visi :

1) Independen

Yaitu menjaga sikap nonpartisipan; di mana karyawan tidak menjadi pengurus partai politi; menolak segala bentuk pemberian yang dapat memepengaruhi objektivitas; dan mempunyai keberanian bersikap beda.

2) Inovatif

Yaitu terus menerus menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia; serta secara terus-menerus mengembangkan rubrik, halaman dan penyempurnaan perwajahan.

7 Ibid


(55)

3) Lugas

Yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung.

4) Terpercaya

Yaitu selalu melakukan chek dan richek; meliputi berita dari dua pihak dan seimbang; serta selalu melakukan investigasi dan pendalaman.

5) Paling berpengaruh

Yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan; memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan; mampu membangun kemmapuan antisipatif; mampu membangun network nara sumber; dan memiliki pemasaran atau distribusi yang andal.

b. Misi Media Indonesia

Adapun misi dari Surat kabar Media Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional serta berpengaruh bagi pengambil keputusan.

2) Memepertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar. 3) Membangun sumber daya manusia dan manajemen yang

professional dan unggul, mampu mengembangkan perushaaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan.


(56)

45

B. Siopsis Berita Satu Tahun Pemerintahan SBY Budiono

Berita satu tahun pemerintahan SBY Budiono merupakan berita yang sangat penting. Karena menyangkut perkembangan pemerintahan yang dipimpin SBY Budiono selama satu tahun pertama. Sejumlah peningkatan telah dicapai oleh pemerintahan SBY Budiono, namun banyak juga program-program pemerintah yang belum maksimal.

Evaluasi menjadi salah satu kunci sukses tidaknya sebuah pemerintahan. Termasuk bagi kabinet Presiden SBY. Fakta memang memperlihatkan di bidang ekonomi, paling tidak secara makro, klaim keberhasilan itu bukan sekedar bualan. Angka kemiskinan dan pengangguran juga menunjukan tren penurunan. Tidak Cuma itu, peringkat daya saing Indonesia juga meningkat signifikan. Di bidang politik dan keamanan pun, dalam setahun belakangan, memperlihatkan sejumlah keberhasilan. Setidaknya itu yang ditunjukkan Polri. 8

Di tengah sejumlah keberhasilan itu, harus jujur diakui kinerja kabinet belum memuaskan. Salah satunya upaya untuk merevisi UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan. Padahal upaya revisi itu sudah dilakukan sejak 2006. Yang belum memuaskan tentu saja kinerja kabinet terkait dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pengungkapan kasus mafia hukum baru menyentuh pelaku-pelaku kelas teri, belum kakap. Sementara skandal kasus Bank Century juga belum tuntas. Persoalan-persoalan lain seperti lapangan kerja, sektor rill dan penyerapan anggaran yang belum

8


(57)

menunjukkan perbaikan. Perkara-perkara itulah yang menimbulkan ketidakpuasan.9

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada tanggal 1 Oktober 2010, empat angka merah itu diberikan untuk kinerja hubungan internasional, kinerja ekonomi, kinerja hukum dan kinerja politik. Tingkat kepuasan untuk empat bidang itu berada di bawah 50 %.10

Ketidakpuasan yang diperlihatkan publik terhadap pencapaian yang terlalu sedikit dari yang seharusnya bisa, kemudian menjelma menjadi revolusi, dari pengalaman sejarah, terjadi karena terlalu sedikit orang yang menikmati keuntungan dari penderitaan terlalu banyak orang dalam proses bernegara. Bibit-bibit itu mulai dari dalam demonstrasi yang merebak pada setiap momentum.

9 Ibid 10


(58)

47

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS

Berita satu tahun pemerintahan SBY - Budiono merupakan berita yang penting dan mendapat perhatian publik. Karena menyangkut perkembangan pemerintahan yang dipimpin SBY - Budiono selama satu tahun pertama di periode kedua. Berita ini menyita perhatian publik bahkan sejak beberapa hari sebelum tanggal 20 Oktober 2010 atau yang bertepatan dengan satu tahun pemerintahan SBY - Budiono.

Beberapa hari sebelum satu tahun pemerintahan SBY - Budiono, para pemimpin lembaga Negara berkumpul di gedung DPR. para pemimpin lembaga negara bertemu setelah sebelumnya mereka bertemu di Istana Bogor. Kemudian menariknya ini, situasi politik pada saat itu ada kencang sekali isu penggulingan SBY dan akan ada demo besar-besaran. walaupun tidak dibahas secara khusus dalam pertemuan itu namun pertemuan itu tetap menjadi menarik apalagi ini di Oktober 2010 dan apalagi ada pertemuan sebelumnya tanggal 21 Januari 2010. Jadi tanggal 21 Januari itu para elit Negara bertemu, dan tanggal 18 itu pertemuan lanjutan dari Bogor. Kalau di Bogor itu bicara tentang tidak akan ada pemakzulan karena waktu itu masih kencang isu tentang century kemudian di tanggal 19 Oktober itu terkait pertemuan tanggal 18 Oktober terkait dengan demo besar-besaran untuk menggulingkan SBY.1

1

Hasil wawancara dengan Abdul Kohar, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia pada tangga 30 Juni 2011 pukul 17.00


(1)

baik media cetak dan elektronik untuk menjadikan satu tahun pemerintahan SBY Budiono menjadi headline di media massa khususnya Media Indonesia sebagai evaluasi selama satu tahun pemerintahan SBY Budiono.

Dalam penelitian ini juga melihat bagaimana berita – berita yang ditampilkan sesuai dengan bahasa jurnalistik dan bentuk pesan dakwahnya. Secara bahasa jurnalistik dan secara dakwah, masih terdapat kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik seperti kata “mendepak, penggulingan” kata ini tidak tunduk kepada etika yang termasuk kedalam kaidah bahasa jurnalistik dan secara dakwah kata ini tidak termasuk kedalam qoulan karimah atau perkataan yang mulia. Dalam setiap penulisan berita di Media Indonesia memang banyak prosesnya dan ada pertimbangan khusus di setiap pemilihan kata. Namun seharusnya Media Indonesia harus lebih memperhatikan kata-kata yang lebih sopan terlebih ketika memeberitakan sorang pemimpin di sebuah Negara.


(2)

82 A. Kesimpulan

Berdasarlan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis mengenai framing analysis untuk menganalisis teks meia cetak dalam mengemas berita satu

tahun pemerintahan SBY Budiono di harian Media Indonesia pada edisi 19 sampai 21 Oktober 2010. Dari pembahasan sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengemasan berita yang dilakukan Media Indonesia terkait satu tahun pemerintahan SBY Budiono lebih menekankan kepada evaluasi selama satu tahun pemerintahan yang dipimpin SBY dan Budiono. Terlihat dari berita yang disajikan, evaluasi tersebut menyangkut kinerja pemerintahan yakni dibidang hubungan internasional, bidang ekonomi, bidang penegakan hukum dan kinerja politik. Dari keempat angka merah tersebut kemungkinan adanya reshufle.

2. Bahasa jurnalistik dan pesan dakwah terhadap pemerintahan SBY di Media Indonesia masih terdapat kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik yakni tidak tunduk kepada etika seperti kata “mendepak” dan “penggulingan” dan secara dakwah, kata – kata tersebut tidak sesuai dengan qoulan karimah atau perkataan yang mulia apalagi ini berita tentang seorang pemimpin di sebuah Negara.


(3)

B. Saran

1. Redaksi Harian Media Indonesia sebagai perusahaan yang produknya informasi, maka seharusnya menjadikan Media Indonesia sebagai sarana menyampaikan informasi, bukan sebagai agent of Propaganda bagi pembaca.

2. Seorang wartawan, ketika melaporkan berita, diarapkan dapat menanggalkan bias-bias, (tidak mengikut sertakan opini, ideologi, dan keberpihakan wartawan terhadap suatu persitiwa)

3. Bagi seorang wartawan dan tim redaksi Media Indonesia seharusnya lebih menggunakan kata-kata yang sesuai kaidah bahasa jurnalistik agar sesuai etika dan lebih menggunakan kata-kata yang mulia terlebih dalam memberitakan seorang pemimpin di sebuah Negara.

4. Bagi pembaca, hendaknya dapat memahami makna yang terdapat di media massa, dengan mencermati kata, kalimat istilah, isi berita serta validitas sumber informasi yang tersaji di media masa. Serta aktif mencari informasi yang sama dari sumber media cetak yang berbeda, untuk mengetahui kualitas kebenaran sebuah informasi, serta tidak meneriman informasi secara apriori.

5. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dalam penelitian menengai Analisis Framing dan menggunakan Teori Ekonomi Politik mampu mengembangkan dari penelitian ini dan tidak hanya pada tataran Komodifikasi, melainkan menggunakan Spasialisasi dan Sturkturasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al Thalib, Hisham, Panduang Latihan Bagi Juru Dakwah, Jakarta: Media Dakwah, 1991

Assumti Kumanti, Maria, Dasar-Dasar Publik Relation Teori dan Praktik, Jakarta: Grasindo, 2002

A Partanto, Pius dan M. Dahlan Al bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka,1994

Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta:Kencana,2007

Djunarto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000

Effendi, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1986

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1989

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006

Mc Quail, Dennis. Teori Komunikasi Massa:Suatu Pengatar, Penerjemah Agus Dharma, dkk . Jakarta: Erlangga, 1996

Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication, London: SAGE Publication, 1996

M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2003


(5)

Nugroho, Eriyanto, Frans Suadiarsis, Politik Media Mengemas Media, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999

S. Nggao, Fredy, Evaluasi Program, Jakarta: Nuansa Madani, 2003

Salim, Agus. Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001

Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006

Sumadiria,AS. Haris. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Jurnalis Profesional, Bandung:Simbiosa Rekatama Media, 2005

_________________. Bahasa Jurnalistik, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006

Syamsul M. Romli, S.ip, Asep, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (BandungL PT Remaja Rosdakarya, 2005

Tebbel, Jhon. Karier Jurnalistik. Penerjemah Dean Prataty Rahayuningsi, Semarang: Dahara Prize, 2003

Sumber dari internet

“Materi Ilmu Komunikasi”, artikel diakses pada tanggal 5 April melalui web http://komunikasi.maherna.com/2011/01/teori-ekonomi-politik-media/

Fajar, “Pengertian Evaluasi Menurut Pakar.” Artikel diakses pada 18 Maret 2011 dari http://bangfajars.wordpress.com/2009/09/03/pengertian-evaluasi-menurut-pakar/

Artikel diakses pada 18 Maret 2011 dari

http://www.ilmumanajemen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=108:per&cati d=47:mnpemr&Itemid= 29


(6)

Dokumen yang terkait

PEMBERITAAN MEDIA CETAK TENTANG 100 HARI PEMERINTAHAN SBY(Analisis Framing Headline pada Harian Kompas dan Jawa PosEdisi 28-29 Januari 2005)

0 5 1

ANALISIS FRAMING PADA PEMBERITAAN ALIRAN AL QIYADAH AL ISLAMIYAH DI HARIAN MEDIA INDONESIA

0 6 131

Konstruksi Realitas Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan Korupsi M. Nazaruddin di Harian Republika)

1 8 148

PEMERINTAH DALAM KONSTRUKSI MEDIA (Analisis Framing dalam Pemberitaan Intimidasi PNS Pemerintah Dalam Konstruksi Media (Analisis Framing dalam Pemberitaan Intimidasi PNS Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali di Harian Solopos Edisi 18-25 Februari 2013).

0 1 15

Analisis Framing Pemberitaan Intimidasi Boyolali di Harian Solopos Edisi 18-25 Februari 2013 Pemerintah Dalam Konstruksi Media (Analisis Framing dalam Pemberitaan Intimidasi PNS Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali di Harian Solopos Edisi 18-25 Februa

0 1 16

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN CIVIL VIOLENCE FPI DI MEDIA MASSA ( Studi Analisis Framing Media Surat Kabar Harian Solopos Terhadap Pemberitaan Civil Violence FPI di Gandekan Solo ).

0 0 11

Konstruksi Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Media Massa Nasional (Analisis Framing Robert Entman Mengenai Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Majalah Gatra)

0 0 12

Konstruksi Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Media Massa Nasional (Analisis Framing Robert Entman Mengenai Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Majalah Gatra)

0 0 2

Konstruksi Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Media Massa Nasional (Analisis Framing Robert Entman Mengenai Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Majalah Gatra)

0 0 9

Konstruksi Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Media Massa Nasional (Analisis Framing Robert Entman Mengenai Pemberitaan Satu Tahun Kabinet Kerja di Majalah Gatra)

0 1 20