37
BAB III GAMBARAN UMUM KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN
BOGOR
A. Sejarah Kementerian Agama Kabupaten Bogor
Departemen Agama adalah sebuah lembaga Negara yang memiliki peran dan fungsi pelayanan dan bimbingan di bidang agama. Keberadaan lembaga
Negara ini dilatarbelakangi kondisi bangsa Indonesia yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam
kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan, baik dalam bentuk ritual,
maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercemin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam falsafah
Negara pancasila, UUD 1945, GBHN dan memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.
Pembentukan Departemen Agama adalah suatu bukti bahwa agama merupakan elemen yang amat penting dan terkait secara fungsional dengan
kehidupan bernegara. Para founding fathers negara pada waktu itu menyadari perlunya pengaturan dan kebijakan negara yang berkaitan dengan urusan
agama melalui lembaga Departemen Agama. Departemen Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan isi
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 29. Karena itu, Departemen Agama bekerja untuk melindungi kepentingan agama dan umat beragama.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para
tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya.
Perjuangan gerakan kemerdekan tersebut melalui jalan yang panjang sejak zaman colonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada perang Dunia ke II.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai ideology dan falsafah Negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-
sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuan-kemajuan yang akan
dicapai.
Dua hari pasca pembacaan teks proklamasi, rapat sederhana digelar untuk mendiskusikan beberapa kementerian yang akan menopang kerja pemerintah
Indonesia yang baru merdeka. Waktu itu, tampak hadir antara lain Kasman Singodimejo, tokoh Muhammadiyah masa awal kemerdekaan, Sutardjo
Kartohadikusumo, Wakil Ketua I Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP,
dan Latuharhary, Wakil Ketua II KNIP. Mereka adalah panitia yang menggodok pembentukan kementerian yang akan membantu kerja presiden.
KNIP adalah lembaga legislatif setingkat Dewan Perwakilan Rakyat pada awal kemerdekaan. Saat rapat, menginjak pembahasan kementerian agama,
Latuharhary keberatan. “Masalahnya siapa yang akan menjadi menteri agama yang dapat diterima semua pihak?” keluhnya. Singkat cerita, akhirnya,
kementerian agama ditangguhkan. Untuk sementara, urusan agama dimasukkan dalam kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Kurang lebih tiga bulan setelah rapat pembahasan, KNIP menggelar sidang pleno di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tanggal
24-28 Nopember 1945. Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta, wakilnya, serta anggota KNI Daerah KNID turut memadati gedung kampus yang
terletak di Salemba, Jakarta pusat itu. Hasil rapat yang digelar sebelumnya diplenokan di sini. Ruangan menjadi riuh saat pandangan umum dari wakil-
wakil KNI Daerah. Mereka menyuarakan berbagai aspirasi yang dibawa dari berbagai daerah. Terutama, saat pandangan umum dari wakil KNI
Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. KH. Saleh Suaidi, yang berperan sebagai juru bicara unjuk pendapat, “Hendaknya janganlah urusan agama di
negara yang baru merdeka ini diikutkan kepada kementerian pendidikan dan