mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.
31
Menurut hasil penelitian Widodo 2007 di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status gizi
berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita p=0,013 dan diperoleh nilai OR=6,041 CI 95=1,067-22,713, maka balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan
tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil risiko pneumonia.
29
a.4. Status imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38 dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA terutama
pneumonia.
33
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar
kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak. Peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan
Universitas Sumatera Utara
balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
31
Menurut hasil penelitian Widodo 2007 di Tasikmalaya dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status
imunisasi berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita p=0,009, dan diperoleh nilai OR=1,758 CI 95=1,375-2,883, maka balita yang
mengalami pneumonia kemungkinan 1,76 kali lebih besar mempunyai status imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang lengkap.
29
Menurut hasil penelitian Hatta 2000 di Sumatera Selatan dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan imunisasi
campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan OR = 2,307; p=0,003, dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi campak dibandingkan yang telah diimunisasi campak.
34
b. Faktor Agent
Bronkopneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus
influenza, Basilus friendlander Klebsial pneumonia, Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur
seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, Mycoplasma pneumonia.
5
Universitas Sumatera Utara
Pada zaman sebelum ditemukan antibiotik, pneumokokus merupakan penyebab pneumonia paling sering 95-98 dari semua pneumonia yang dirawat di
rumah sakit, dan menyebabkan kematian pada 60 penderita pneumonia dengan bakteriemia dan pada 20 penderita pneumonia non bakteriemia. Kini, hanya 62
pneumonia disebabkan oleh kuman pneumokokus dan menyebabkan kematian hanya pada 32 penderita pneumonia dengan bakteriemia dan 6 menderita pneumonia
non bakteriemia.
35
Dahulu kuman gram negatif jarang menyebabkan pneumonia dan menyebabkan angka kematian 97, tapi sekarang gram negatif menyebabkan
pneumonia 20 dari seluruh penderita pneumonia, menggantikan stafilokokus sebagai penyebab kedua yang paling sering. Pneumonia sebab gram negatif tetap
mempunyai angka kematian yang tinggi 79.
35
c. Faktor Lingkungan Sosial c.1. Pekerjaan Orang Tua