4. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif
a. Status Kesehatan
Salah satu faktor penyakit yang mempengaruhi penurunan kognitif lanjut usia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis
dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi substansia alba dan grisea di lobus prefrontal, penurunan hipokampus,
meningkatkan hiperintensitas substansia alba di lobus frontalis. Angina pektoris, infarkmiocard, penyakit jantung koroner dan penyakit
vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif Briton Marmot, 2003 dalam Myres, 2008.
b. Usia
Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Sesuai dengan penelitain Lumbantobing 2006 yang menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi penyimpanan informasi hanya mengalami sedikit perubahan.
Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lanjut usia menunjukkan skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16 pada kelompok usia
65 - 69 tahun, 21 kelompok usia 70 - 74 tahun, 30 pada kelompok usia 75 - 79 tahun dan 44 pada usia di atas 80 tahun. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif Scanlan et al., 2007.
c. Status Pendidikan
Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi Scanlan et al.,
2007. Pengaruh pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lanjut usia dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi
kognitif seseorang termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis
menyatakan bahwa
stimulus eksternal
yang berkesinambungan akan mempermudah reorganisasi internal dari otak.
Tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif Sidiarto, 2003.
d. Jenis Kelamin
Wanita lebih berisiko mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam
perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti
hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Ekstradiol
diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stres oksidatif serta terlihat sebagai protektor sel saraf dari
toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer Yaffe dkk., 2007 dalam Myers, 2008.
e. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah otak dan mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak Yaffe dkk., 2001.
Pada latihan atau aktivitas fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang bermanfaat pada otak. Faktor - faktor
neurotrofik kebanyakan yang berperan dalam efek yang bermanfaat
tersebut. Faktor neurotrofik itu terutama Brain Derived Neurotrophic Factor BDNF, karena dapat meningkatkan ketahanan dan
pertumbuhan beberapa tipe dari neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai mediator utama dari efikasi sinaptik,
penghubungan sel saraf dan plastisitas sel saraf Cotman dkk., 2002. Aktivitas fisik memungkinkan mempertahankan kesehatan
vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan
memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti hubungan antara insulin dan amimoid menunjukkan bahwa manfaat
aktivitas aerobik pada resistensi insulin dan glukosa intolerance, mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik
dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif Weuve dkk., 2004.
Power 2006 menjelaskan bahwa ada 3 mekanisme yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, latihan atau aktivitas fisik dan
lingkungan yaitu angiogenesesis pada otak, perubahan synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid. Suatu studi menjelaskan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi latihan atau aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif. Latihan atau aktivitas fisik menyebabkan
hipertropi hipokampus yang nantinya akan memiliki fungsi prevenif terhadap degenerasi neuronal. Latihan atau aktivitas fisik juga dapat
menyebabkan produksi faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap
kognitif. Latihan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan respon terhadap BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui Insuline Like
Growth Factor-1IGF-1.
Latihan atau aktivitas fisik tersebut juga berhubungan dengan inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi Interleukin-6 IL6,
Interleukin-8 IL8, Interleukin-15 IL15 dan Tumor Necrosis Factor Alpha TNF-
α yang selanjutnya mempengaruhi fungsi kognitif. Klotho protein atau gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik melalui faktor
pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuro dopaminergik
dalam substansia nigra. Terakhir, aktivitas fisik yang diperantai oleh produksi IGF-
1 meregulasi kadar β amiloid melalui peningkatan clearance plexus cloroideus Foster dkk., 2011.
Seseorang yang melakukan olahraga dan aktivitas fisik dapat meningkatkan jumlah endorphin dalam tubuh. Endorphin sebagai
neurotransmitter yang dibutuhkan untuk menghindari stres dan mental yang lebih baik. Selain meningkatkan jumlah endorphin, juga dapat
meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonine, dimana mekanisme ini berguna untuk meningkatkan suasana hati atau mood. Hal ini juga
didukung dengan penelitian sebelumnya, lanjut usia yang melakukan aktivitas fisik termasuk berjalan kaki secara teratur dalam jangka waktu
lama dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan mengurangi penurunan gangguan kognitif Arisman, 2004.
D. Penelitian Terkait
1. Totok Budi Santoso dan Alfina Shofia Nur Rohmah 2011 dalam
“Gangguan Gerak dan Fungsi Kognitif pada Wanita Lanjut Usia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gangguan gerak
dan fungsi kognitif pada wanita lanjut usia di Panti Werdha Surakarta. Menggunakan desain penelitian cross sectional kuantitatif dengan
menggunakan instrumen Katz Indeks untuk menilai gangguan gerak dan Mini Mental State Examination MMSE untuk menilai tingkat kognitif
lanjut usia. Sampel penelitian berjumlah 36 lanjut usia. Hasil perhitungan uji chi square diperoleh nilai signifikan p-value = 0,001. Perbandingan
nilai probabilitas aktual lebih kecil dari probabilitas yang diisyaratkan 0,000 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa ada
hubungan antara gangguan gerak dengan fungsi kognitif lanjut usia. 2.
Maulina Sri Rizky 2011 dalam thesis “ Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Lansia di Kelurahan Darat”.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengumpulan sampel dengan metode purposive sampling non probability di Kelurahan
Darat Kota Medan. Fungsi kognitif dinilai dengan menggunakan Mini Mental State Examination MMSE dan
Addenbrooke’s Cognitive Examination Revision ACE-R, sedangkan untuk aktivitas fisik dinilai
dengan menggunakan The General Practice Physical Activity Questionaire GPPAQ. Berdasarkan hasil skor MMSE dijumpai hubungan yang
signifikan dengan usia p = 0,0001, tingkat pendidikan p = 0,0001 dan aktivitas fisik p = 0,0001. Sedangkan untuk skor ACE-R dijumpai