Kedudukan Pengadilan Niaga dalam Sistem peradilan di Indonesia

49 BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PKPU

A. Kedudukan Pengadilan Niaga dalam Sistem peradilan di Indonesia

Sistem peradilan dapat ditinjau dari beberapa segi. Pertama, segala sesuatu berkenaan dengan penyelenggaraan peradilan. Di sini, sistem peradilan akan mencakup kelembagaan, sumber daya, tata cara, prasarana dan sarana, dan lain – lain. Kedua, sistem peradilan diartikan sebagai proses mengadili memeriksa dan memutus perkara. Kelembagaan peradilan dapat dibedakan antara susunan horizontal dan vertikal. Susunan horizontal menyangkut berbagai lingkungan badan peradilan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan peradilan pajak. Selain itu ada juga badan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum, dan Mahkamah Konstitusi. Susunan vertikal adalah susunan tingkat pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal didapati pemikiran untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri maupun yang berada dalam lingkungan yang sudah ada. Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen UUD 1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman bersama – sama dengan Mahkamah Agung. A. Mahkamah Agung Mahkamah Agung disingkat MA adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah: 1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang 2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi 3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi B. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi disingkat MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah: 1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, 2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, 3. memutus pembubaran partai politik, 4. memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum 5. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden danatau Wakil Presiden menurut UUD 1945. C. Peradilan Umum Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan umum meliputi: 1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupatenkota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupatenkota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. 2. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. D. Peradilan Agama Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. E. Peradilan Militer Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer. F. Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Pada saat ini ada beberapa peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum yaitu pengadilan niaga, pengadilan ad hoc HAM, Pengadilan korupsi, dan pengadilan hubungan industrial. Pengadilan Niaga merupakan bagian dari pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa, dan memutus perkara-perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta perkara-perkara lainnya dibidang perniagaan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kedudukan Pengadilan Niaga di Indonesia merupakan pengadilan khusus untuk memeriksa dan memutuskan perkara di bidang perniagaan. Sebagai bagian dari pengadilan umum, Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara dibidang perniagaan seperti perkara-perkara kepailitan, penundaan kewajiban pembayaran utang, HAKI dan perkara perniagaan lainnya. Keberadaan Pengadilan Niaga ini sejalan dengan penjelasan Undang- Undang No. 4 Tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, bahwa disamping 4 empat lingkungan peradilan, tidak tertutup kemungkinan adanya pengkhususan spesifikasi dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan berupa pengadilan lalu lintas, pengadilan anak-anak, pengadilan ekonomi dan sebagainya. Sebagaimana kita ketahui bahwa lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1998 disebabkan oleh kondisi mendesak aklibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para pengusaha dunia usaha mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya terutama dalam menyelesaikan masalah utang piutang. Perpu No 1 Tahun 1998 kemudian menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan kemudian dilakukan perubahan lagi melalui UUK dan PKPU. Kedudukan dan Pembentukan Pengadilan Niaga, menurut Sudargo Gautama merupakan pencangkokan institusi baru, Artinya Pencangkokkannya itu diambil dari berbagai lembaga baru dalam sistem hukum dan praktek hukum yang sudah ada dalam rangka Faillisemen. Dianggap wajar oleh pembuat Undang- Undang, jika dalam rangka untuk menyediakan sarana hukum sebagai landasan untuk menyelesaikan utang piutang, dianggap perlu peraturan kepailitan yang dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha yang makin berkembang secara cepat dan bebas. 29 1 Adanya kebutuhan yang besar yang sifatnya mendesak untuk secepatnya mewujudkan sarana hukum bagi penyelesaian yang dapat berlangsung secara cepat, adil, terbuka, dan efektif untuk menyelesaikan piutang perusahaan yang besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. PERPU Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 1998 dipilih untuk melakukan penyempurnaan atas peraturan Faillissemen yang sudah ada. Karena dengan demikian dapat diharapkan bertindak lebih cepat dengan dasar pertimbanganya yaitu : 2 Dalam rangka penyelesaian akibat-akibat dari gejolak moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, khususnya berkenaan dengan masalah utang piutang di kalangan dunia usaha nasional, dianggap perlu adanya penyelesaian yang cepat mengenai masalah ini. Untuk itu perlu kesediaan perangkat hukum untuk memenuhi kebutuhan. Penyelesaian masalah utang piutang. Dengan demikian perusahaan-perusahaan dapat segera beroperasi secara normal. Bila kegiatan ekonomi berjalan kembali, akan berarti pengurangan tekanan sosial yang menurut pengamatan pemerintah sudah terasa banyak di lapangan kerja. Maka perlu diwujudkan penyelesaian utang- piutang ini secara cepat dan efektif. 29 Sudargo Gautama. Komentar Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia Bandung:Citra Adytia Bakti, 1998, hlm.9. Pasal 8 UU No. 3 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Umum disebutkan bahwa : “Yang dimaksud dengan ‘diadakanya pengkhususan’ ialah adanya diferensiasi spesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, misalnya Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak dan Pengadilan Ekonomi”. Dengan demikian dalam UU No. 4 Tahun 1998 diatur terbentuknya Pengadilan Niaga yang merupakan Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan Pasal 300 UUK-PKPU secara tegas menentukan : 1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan PKPU, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain dibidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang. 2. Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden KEPRES, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan. Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak absolut dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan untuk menerima permohonan PKPU. 30 Konsekuensinya, bahwa suatu Pengadilan tidak dapat memeriksa gugatanpermohonan yang diajukan kepadanya apabila ternyata secara formil gugatan tersebut masuk dalam ruang lingkup kewenangan mutlak Pengadilan lain. 31 30 Sunarmi.Hukum Kepailitan edisi 2, Jakarta: sofmedia, 2010,hlm.229 31 ibid.,hlm.229 Pasal 300 ayat 1 UUK dan PKPU memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain perkara Kepailitan dan PKPU.

B. Bentuk Sengketa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 19