Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Tetap oleh

persetujuan dari kreditur konkuren, tanpa mengikutsertakan persetujuan dari kreditur separatis. Kreditur yang dapat digolongkan sebagai kreditur separatis karena piutangnya dijamin dengan security right in rem adalah kreditur pemegang hak yang terdiri dari: 1. Hipotik yang diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 2. Gadai yang diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Fidusia yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 4. Kreditur yang memiliki hak retensi atas suatu barang dalam Kreditur 65 Undang-Undang Kepailitan

B. Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Tetap oleh

Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata dijelaskan siapa-siapa saja yang memiliki hak untuk didahulukan diantara para kreditur yaitu kreditur yang memiliki hak istimewa kreditur preferen dan kreditur pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti gadai, hipotik dan hak tanggungan dan fidusia. 37 Sehubungan dengan istilah kreditur separatis, ada terdapat perbedaan perbedaan pendapat pemakaian istilah diantara para sarjana. Menurut Munir Fuady bahwa: ”dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena 37 Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 1. kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya”. 10 Kreditur Separatis adalah kreditur yang memiliki hak agunan kebendaan, seperti hak gadai, hipotik, hak tanggungan dan jaminan fidusia. Kedudukan kreditur separatis dipisahkan dari kreditur lainnya dalam pengeksekusian jaminan utang. edudukan kreditur separatis diatur dalam dua tahap yaitu masa pra pailit dan setelah masa kreditur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pasca pailit baik kepailitan yang timbul karena prosedur kepailitan maupun yang timbul dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kedudukan para kreditur separatis dengan jelas diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan, yaitu kreditur separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan dalam Pasal 55 ini konsisten dengan ketentuan perundangan lainnya yang mengatur tentang parate executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, kreditur pemegang ikatan panenan dan kreditur pemegang hak retensi. Pasal 224 ayat 1 dan 246 UUK dan PKPUyang menyatakan PKPU sementara tidak berlaku lagi bagi kreditur separatis dan Pasal 55, Pasal 57 dan Pasal 58 berlaku mutatis mutandis dalam PKPU. Kedudukan para kreditur separatis pada periode pra pailit dengan pasca pailit pada dasarnya tetap mengacu pada Pasal 55 dan 244 ayat 1 UUK dan PKPU yaitu kreditur separatis ditempatkan diluar dari kepailitan debiturnya karena sifat jaminan piutang yang dimilikinya memberinya hak untuk mengeksekusi sendiri barang jaminan guna pelunasan piutangnya. Namun demikian, Undang-Undang Kepailitan juga mengatur kedudukan kreditur separatis pada periode setelah debitur pailit sebagai berikut: a. Pasal 56 dan Pasal 246 Undang-Undang Kepailitan Kedua Kreditur tersebut dikenal juga sebagai ketentuan yang mengatur tentang automatic stay, yang diberlakukan bagi kreditur separatis setelah debitur dinyatakan pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sementara ditetapkan. Berdasarkan ketentuan penangguhan eksekusi ini kreditur belum dapat mengeksekusi sendiri haknya selama 90 hari. b. Pasal 60 ayat 3 jo Pasal 189 ayat 5 Undang-Undang Kepailitan Apabila hasil penjualan barang jaminan piutang kreditur separatis tidak mencukupi untuk memenuhi pembayaran piutangnya, kreditur separatis dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut kepada kurator. Konsekuensinya, kreditur separatis berubah menjadi kreditur konkuren tetapi hanya untuk kekurangan tagihan pembayarannya. Dengan demikian, kekurangan tagihan ini harus diajukan untuk dicocokan dalam rapat verifikasi. c. Pasal 138 Undang-Undang Kepailitan Kreditur separatis yang dapat membuktikan bahwa kemungkinan sebagian dari piutangnya tersebut tidak dapat dilunasi dari hasil penjualan barang jaminan dapat menjadi kreditur konkuren atas bagian piutang yang tak dapat dilunasi tersebut. Ketentuan ini dibuat untuk mengantisipasi kemungkinan dari nilai jaminan kebendaan yang dimiliki oleh kreditur separatis kurang dari nilai piutang yang dimilikinya. d. Pasal 149 ayat 1 jo Pasal 118 ayat 2 Undang-Undang Kepailitan Kreditur Separatis pada prinsipnya tidak berhak mengeluarkan suara dalam rapat kreditur. Namun jika kreditur separatis telah melepaskan haknya sebagai kreditur separatis waiver menjadi kreditur konkuren, ia memiliki hak yang sama dengan kreditur konkuren lainnya, misalnya rencana perdamaian yang diajukan debitur tidak diterima kreditur. Kondisi seperti ini hanya akan terjadi dalam hal hak kreditur separatis untuk didahulukan dibantah dalam rapat verifikasi. Terhadap tagihan kreditur separatis yang dibantah ini, Pasal 118 ayat 2 menegaskan bahwa tagihannya harus dimasukkan dalam daftar piutang yang diakui sementara. Pasal 113, Pasal 115, Pasal 117 dan Pasal 126 Undang-Undang Kepailitan tentang rapat verifikasi dimana semua tagihan diajukan untuk diverifikasi. Hasilnya adalah ada tagihan yang diakui admitted debt, diakui sementara provisionally admitted debt atau dibantah denied debt oleh debitur. Hakim Pengawas berperan dalam hal ini karena iadapat mengakui sementara piutang yang diajukan tapi debitur juga berhak membantah yang diakui sementara oleh Hakim Pengawas tersebut. Selanjutnya, tagihan-tagihan yang diajukan di rapat verifikasi akan dikategorikan sebagai piutang yang diakui admitted claim, yang diakui sementara provisionally admitted claim dan piutang yang dibantah disputed claim.

C. Akibat Hukum Putusan Nomor 134 KPdt.SusPKPU2014 terhadap

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 19