Bentuk Sengketa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Pasal 300 ayat 1 UUK dan PKPU memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain perkara Kepailitan dan PKPU.

B. Bentuk Sengketa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PKPU Pasal 3 ayat 1 UUK dan PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan Kepailitan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum si debitur. Apabila debitur adalah badan Hukum maka merujuk pada kedudukan hukum yang terdapat pada anggaran dasarnya pasal 3 ayat 5. Hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan Pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur pasal 3 ayat 2 UUK-PKPU. Bila dalam hal Debitur adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan pasal 3 ayat 3 UUK dan PKPU. Dalam hal Debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya pasal 3 ayat 5 UUK dan PKPU. Pengadilan menurut PKPU ini adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang Perniagaan yang dibentuk dalam lingkup Peradilan Umum Pasal 1 ayat 7 UUK dan PKPU. Sebelum Pengadilan Niaga terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal ini berdasarkan Pasal 281 ayat 1 PERPU No.1 Tahun 1998 jo.UU No.1 tahun 1998 kemudian dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup Pengadilan Niaga sebagaimana dalam bagian ketentuan Penutup Bab VII Pasal 306 UUK-PKPU. Yang bunyinya adalah sebagai berikut : Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. Namun dengan lahirnya PKPU maka pengaturan kewenangan Pengadilan Niaga harus mengacu pada PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 306 UUK dan PKPU yaitu : Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. Proses pemeriksaan perkara Kepailitan Pasal 301 UUK dan PKPU menentukan : a. Pengadilan memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama dengan majelis hakim; b. Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300 ayat 1, Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. c. Dalam menjalankan tugasnya, hakim Pengadilan dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita. Pasal 4 UUK dan PKPU menentukan tentang sengketa yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga meliputi : 1. Sengketa di bidang Perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diperiksa tetapi belum diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 2. Sengketa di bidang perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diajukan tetapi belum diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dilimpahkan kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang sesuai dengan daerah hukum masing- masing Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga dalam hal memeriksa dan memutuskan. Termasuk segala bentuk sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan PKPU adalah menjadi ruang lingkupnya. Bentuk-bentuk sengketa tersebut seperti misalnya: penentuan bentuk kreditur yang satu dengan yang lain. Yang ditentukan oleh pengurus yang sudah ditunjuk tetapi menjadi ketidakpuasan bagi kreditur lain yang merasa haknya tidak terpenuhi atau dikedepankan. Pengadilan Niaga melalui Hakim Pengawas memeriksa dan memutuskan perkara ini. Adapun sengketa lainnya dalam PKPU adalah seperti Perselisihan yang timbul antara pengurus dan kreditur konkuren tentang hak suara kreditur. Penghitungan jumlah suara yang menjadi kekeliruan saat dilakukannya pemungutan suara antara kreditur konkuren yang berdampak pada penetapan PKPU Tetap yang bagi kreditur konkuren dianggap tidak sejalan. Hal ini menjadi wewenang Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutuskan perkara oleh Hakim Pengawas. Contoh lain bentuk sengketa adalah perkara yang menyangkut harta debitur yang masuk dalam sengketa peradilan dengan pihak ketiga yang belum mengetahui bahwa debitur dalam keadaan PKPU. Hal-hal seperti contoh sengketa diatas adalah menjadi ruang lingkup Pengadilan Niaga dalam menyelesaikannya dengan Hakim Majelis.

C. Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Penundaan Kewajiban

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 19