lingkupnya. Bentuk-bentuk sengketa tersebut seperti misalnya: penentuan bentuk kreditur yang satu dengan yang lain. Yang ditentukan oleh pengurus yang sudah
ditunjuk tetapi menjadi ketidakpuasan bagi kreditur lain yang merasa haknya tidak terpenuhi atau dikedepankan. Pengadilan Niaga melalui Hakim Pengawas
memeriksa dan memutuskan perkara ini. Adapun sengketa lainnya dalam PKPU adalah seperti Perselisihan yang
timbul antara pengurus dan kreditur konkuren tentang hak suara kreditur. Penghitungan jumlah suara yang menjadi kekeliruan saat dilakukannya
pemungutan suara antara kreditur konkuren yang berdampak pada penetapan PKPU Tetap yang bagi kreditur konkuren dianggap tidak sejalan. Hal ini menjadi
wewenang Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutuskan perkara oleh Hakim Pengawas. Contoh lain bentuk sengketa adalah perkara yang menyangkut
harta debitur yang masuk dalam sengketa peradilan dengan pihak ketiga yang belum mengetahui bahwa debitur dalam keadaan PKPU.
Hal-hal seperti contoh sengketa diatas adalah menjadi ruang lingkup Pengadilan Niaga dalam menyelesaikannya dengan Hakim Majelis.
C. Pengadilan Niaga sebagai Lembaga Penyelesaian Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang PKPU
Di Indonesia, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna penegakan hukum dan keadilan dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
peradilan dibawahnya. Dalam Pasal 25 UndangUndang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa badan peradilan yang berada dibawah
Mahkamah Agung meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan meliter dan peradilan tata usaha negara, yang merupakan landasan sistem peradilan
Negara State Court System di Indonesia yang dibagi dan terpisah berdasarkan yurisdiksi atau separation court system based on jurisdiction.
32
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang merupakan pembaharuan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tidak mengatur Pengadilan Niaga pada
bab tersendiri. Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap Kreditur cukup dengan menyebutkan kata “Pengadilan” tanpa ada kata “Niaga” karena merujuk
pada Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam Lingkungan peradilan umum. Mengenai tugas dan
wewenang Pengadilan Niaga ini dalam Pasal 300 UUK dan PKPU, disebutkan bahwa:
1. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang-Undang ini, selain
memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, berwenang pula memeriksa dan memutus
perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.
2. Pembentukan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara bertahap dengan Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan.
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga mengatur tentang kewenangan Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan perjanjian yang mengadung
32
.M. Yahya Harahap. Beberapa Tinjauan Reformasi Kekuasaan Kehakiman makalah. Jakarta 5 Agustus 2002 hlm 13.
klausula arbitrase. Dalam Pasal 303 ditentukan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari
pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 tentang syarat-syarat kepailitan. Ketentuan Kreditur tersebut dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa
Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka
buat memuat klausula arbitrase. Kompetensi Pengadilan Niaga termasuk kompetensi relatif dan
kompetensi absolut. Kompetensi relatif merupakan kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga sampai saat ini baru ada
lima. Pengadilan Niaga tersebut berkedudukan sama di Pengadilan Negeri. Pengadilan Niaga hanya berwenang memeriksa dan memutus perkara pada daerah
hukumnya masing-masing. Pasal 3 UUK dan PKPU menyatakan bahwa putusan atas permohonan pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan Niaga yang daerah
hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitur, apabila debitur telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, maka Pengadilan yang
berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir
Debitur. Dalam hal debitur adalah persero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang
memutuskan.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu pertimbangan dibentuknya pengadilan niaga adalah agar mekanisme penyelesaian perkara permohonan
kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan efektif. Keberadaan pengadilan niaga tidak
menambah kuantitas lingkungan peradilan baru di Indonesia. Ini secara tegas disebutkan dalam Perpu. Artinya, pengadilan niaga hadir dan berada dalam
lingkungan peradilan umum. Akan tetapi secara substansial kehadiran peradilan niaga jelas telah menggeserkan kompetensi absolut maupun relatif dari pengadilan
.negeri atas perkara-perkara permohonan kepailitan dan penundaan kewajiban membayar utang.
Penyelesaian perkara di pengadilan niaga ditetapkan dengan cepat yakni ditentukan jangka waktunya, sedangkan penyelesaian sengketa di
pengadilan negeri sama sekali tidak ditentukan jangka waktunya. Sifat penyelesaian sengketa pada pengadilan niaga ditetapkan harus efektif.
Maksudnya, putusan perkara permohonan kepailitan bersifat serta merta. Artinya, putusan pengadilan niaga dapat dilaksanakan terlebih dahulu meski terhadap
putusan tersebut dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali. Selain kewenangan absolut dan relatif, Pengadilan Niaga juga memiliki
kewenangan secara komprehensif. Pasal 280 UU Kepailitan 1998, menyatakan bahwa kewenangan secara komprehensif itu adalah kewenangan untuk
menyelesaikan permasalahan seputar kepailitan dan PKPU serta memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan. Kewenangan secara komprehensif
yang dimiliki Pengadilan Niaga bukan tidak mungkin menimbulkan permasalahan terkait dengan titik taut dengan kewenangan Pengadilan Umum Pengadilan
Negeri dalam hal pemeriksaan perkara, karena permasalahan seputar kepailitan tidak hanya berkaitan dengan utang sebagai pokok utama, melainkan hal-hal lain
seperti pembatalan perjanjian perdamaian, actio pauliana, keabsahan surat-surat, dan lain-lain. Kondisi inilah yang memicu beberapa masalah karena sudah
ditegaskan secara eksplisit bahwa pemeriksaan di Pengadilan Niaga adalah bersifat sumir atau sederhana, suatu hal yang sulit untuk dilakukan bila
menyangkut pemeriksaan lain di luar Pasal 1 ayat 1 UU Kepailitan 1998.
63
BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
TETAP OLEH PENGADILAN NIAGA TERKAIT ADANYA KREDITUR SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 37 TAHUN 2004
A. Penerapan Terhadap Ketentuan Persyaratan PKPU Sementara ke PKPU