Latar Belakang Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi. Dalam perkembangannya tersedianya dana dan sumber dana merupakan faktor yang paling dominan sebagai motor penggerak kegiatan usaha. Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk apapun dan dalam skala apapun selalu membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai perencanaan. Kebutuhan dana tersebut adakalanya dapat dipenuhi sendiri secara internal sesuai dengan kemampuan tetapi adakalanya pula tidak dapat dipenuhi sendiri. Untuk itu dibutuhkan bantuan dari pihak lain yang bersedia menyediakan dana secara eksternal sesuai dengan tingkat kebutuhan dengan cara meminjam kepada pihak lain atau dengan kata lain “berutang.” Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih “solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”. 1 1 Maria Regina Fika. “Penyelesaian Utang Debitor Terhadap Kreditor Melalui Kepailitan” Tesis Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2007, hlm 2. Pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau dengan kata lain berada dalam keadaan berhenti membayar dapat saja menjadi cikal bakal munculnya kepailitan. Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dan usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur. Kepailitan akan membawa dampak yang besar dan penting terhadap perekonomian suatu negara yang dapat mengancam kerugian perekonomian negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut ditimbulkan akibat banyaknya perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman kesulitan membayar utang- utangnya terhadap para krediturnya. Untuk menghindari terjadinya penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan di lakukan suatu upaya hukum yang dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi hukum kepailitan itu sendiri, yaitu dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut PKPU. PKPU dapat diajukan oleh debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana permohonan pengajuan PKPU harus diajukan sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit. 2 Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 selanjutnya disebut UUK dan PKPU, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang- utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara- cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditur. PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. 3 2 Hartini Rahayu. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008, hlm.221. 3 Munir Fuady. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 15 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sesungguhnya merupakan bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar utang-utangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 sd Pasal 294 UUK dan PKPU. Dalam Pasal 222 ayat 1 disebutkan bahwa PKPU ini dapat diajukan oleh: 1. Debitur. Debitur yang mempunyai lebih dari 1 satu kreditur yang tidak dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan PKPU, dengan maksud untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada kreditur. 2. Kreditur: Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tersebut tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga, agar kepada debitur diberi PKPU, untuk memungkinkan si debitur mengajukan Rencana Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada para kreditur. 3. Pengecualian, terhadap debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam hukum kepailitan kreditur diklasifikasikan dalam beberapa jenis. Penggolongan ini didasarkan kepada hak yang diberikan oleh undang-undang. Adapun penggolongan yang dimaksud adalah: A. Kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi secara proporsional dari penjualan harta debitur. Dengan kata lain untuk jenis kreditur ini kedudukannya sama. B. Kreditur preferen, kreditur yang didahulukan dari kreditur lainnya untuk pelunasan utang debitur karena kreditur jenis ini mendapat hak istimewa yang diberikan oleh undang-undang C. Kreditur separatis, kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. Yang diberikan hak untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya untuk memperoleh hasil penjualan untuk melunasi piutangnya mendahului kreditur lainnya. Dari penjabaran diatas bisa dilihat bahwa ada hal kekhususan yang diberikan kepada kreditur separatis atas hak jaminan kebendaan yang dimiliki debitur , dan kreditur separatis didahulukan dalam hal pelunasan piutang mendahului kreditur lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Studi Putusan Nomor 134KPdt.Sus-PKPU2014

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan Dan Manfaatnya Bagi Pihak Debitor Dan Kreditor. (Studi Kasus Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

0 45 211

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 19