Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota Medan Studi Kasus: Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan

(1)

PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN

STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN

T E S I S

Oleh

FRANS D. LUMBANTORUAN 057020002/AR

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN

STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Arsitektur

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

O l e h

FRANS D. LUMBANTORUAN 057020002/AR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(3)

Judul Tesis : PEDESTRIANISASI KAWASAN PUSAT KOTA MEDAN STUDI KASUS: JALAN BRIGJEN KATAMSO DEPAN ISTANA MAIMOON MEDAN

Nama Mahasiswa : Frans D. Lumbantoruan Nomor Pokok : 057020002

Program Studi : Teknik Arsitektur

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, Ph.D) K e t u a

(Beny O.Y. Marpaung, ST, MT.) Anggota

Ketua Program Studi,

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 5 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, Ph.D Anggota : 1. Ir. Morida Siagian, MURP

2. Ir. Samsul Bahri, MT

3. Ir. Sri Gunana Sembiring, MT 4. R. Lisa Suryani, ST, MT


(5)

ABSTRAK

Pedestrianisasi adalah merupakan suatu usaha dalam Perancangan Kota dimana dalam Perancangannya mengutamakan kepentingan jalur pedestrian atau pejalan kaki. Perkembangan Kota di Indonesia saat ini sangat pesat dan tidak terkendali. Kota Medan adalah salah satu Kota Metropolitan dan Kota terbesar ketiga di Indonesia merupakan salah satu Kota yang hampir setiap harinya terjadi kepadatan dan kemacetan lalu lintas terutama pada kawasan pusat Kota. Salah satu permasalahan utama jalur pedestrian pada kawasan Pusat Kota adalah belum terintegrasinya jalur pejalan kaki beserta aktivitas pendukungnya.

Hampir diseluruh kawasan pusat Kota Medan kemacetan dan kepadatan lalu lintas adalah merupakan hal biasa yang dihadapi setiap harinya. Kurang berfungsinya dengan baik zona – zona yang ada pada jalur pejalan kaki adalah merupakan suatu pemasalahan utama dalam hal ini.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuai fenomena-fenomena yang berhubungan dengan permasalahan jalur pedestrian atau pejalan kaki pada kawasan kajian untuk dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada, kemudian memberikan gambaran dan rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan keluaran bagaimana jalur pedestrian yang terintegrasi dengan baik beserta aktivitas pendukung kawasan pedestrian tersebut dan bersahabat bagi pejalan kaki.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang lokasinya di Jalan Brigjen Katamso Medan Depan Istana Maimoon, dengan panjang jalan 200 Meter dengan segmen penghubung utama Jalan Mesjid Raya Medan, yang terletak di Lingkungan I Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimoon, Kota Medan.

Pengumpulan Data dilakukan melalui pengamatan dan survey Lapangan, wawancara, pemotretan, dan penyebaran kuesioner kepada masyarakat pada kawasan kajian, termasuk pengelola Kawasan Istana Maimoon Medan.

Hasil penelitian ini dilakukan dengan Metode Deskriptif dimana fenomena fenomena dari hasil masukan Data Lapangan dan hasil Analisis, digambarkan, dibandingkan dan dideskripsikan, terutama menyangkut zona-zona yang ada pada jalur pedestrian atau pejalan kaki yang sesuai dengan standar dan norma-norma yang berlaku, disamping itu aktivitas pendukung jalur pedestrian yang ada pada kawasan kajian ini diharapkan dapat terhubung dengan dengan baik melalui jalur pejalan kaki kawasan kajian ini.


(6)

ABSTRACT

Pedestrianization is a design in the city where in the interests of pedestrian paths or pedestrian. City development in Indonesia at this time is very rapid and is not restrained. Medan is one Metropolitan City and the third largest city in Indonesia is one of the city that occurred almost every day, density and traffic congestion especially in the central city area. One of the main problems in the pedestrian path Center City area is not pedestrian path integrated and its supporting activities.

Almost throughout the central area of Medan city congestion and traffic density is a normal thing that they face every day. Less well-functioning zone - the zone is on the pedestrian path is a major this case.

Research was conducted with the aim of the facts related to the problem of pedestrian pathways or pedestrian areas in the study conducted for the analysis of the problems that exist, and then provide recommendations that are expected to provide the output how the pedestrian path that is integrated with the activities and their supporters activities pedestrian area and for the pedestrian.

This research is a case study located at road Brigjen Katamso front of Maimoon Palace, with 200 meter length of road segments with the primary Medan Great Road Mosque, located in Sub District Aur, District of Medan Maimoon, the City of Medan.

Data collection is done through observation and field survey, interviews, photography, and the distribution of questionnaires to the public on the study area, including area manager Maimoon Palace-Medan.

Results of this research is done with Method Descriptive phenomenons which results from the input data and results of field analysis, are described, compared and has been described, especially concerning the zones of the pedestrian path or pedestrian is in accordance with the standards and norms that apply, in addition activities that support the pedestrian path in the area of this study was expected to be connected to the well through the pedestrian area of this study.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Berfikir ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Defenisi Pedestrian ... 8

2.2. Keselamatan Pedestrian ... 9

2.3. Kebutuhan Pedestrian ... 10

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Jarak Perjalanan... 11

2.5. Jarak Perjalanan yang Sesuai ... 12

2.6. Kebutuhan Ruang... 14

2.7. Tingkat Karakteristik Penggunaan dan Pejalan Kaki.... 17

2.8. Faktor untuk Meningkatkan Aktivitas Berjalan... 20

2.9. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pedestrian... 21

2.10. Fasilitas Pedestrian... 23


(8)

2.11. Komunitas yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki... 26

2.12. Sistem Pedestrian yang Kontiniu ... 29

2.13. Sistem Pedestrian yang Efektif ... 30

2.14. Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki... 31

2.15. Jalur Pedestrian ... 33

2.15.1. Defenisi dan Fungsi Jalur Pedestrian ... 33

2.16. Ketentuan Umum Jalur Pedestrian... 35

2.17. Kriteria Disain Jalur Pedestrian ... 36

2.18. Faktor pendukung Jalur Pedestrian ... 36

2.19. Jenis Jalur Pedestrian ... 38

2.20. Aksesibilitas ... 40

2.21. Trotoar/Walkways... 43

2.22. Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota... 59

2.22.1. Defenisi Pedestrianisasi Kawasan Pusat Kota ... 60

2.22.2. Mengadaptasikan Kawasan Pusat Kota Bagi Pejalan Kaki. ... 64

2.23. Pendukung Aktivitas (Activity Support) ... 70

2.24. Teori Pendukung Pedestrianisasi Kota... 74

2.25. Proses dan Pola Perilaku Manusia ... 81

BAB III. METODE PENELITIAN ... 91

3.1. Jenis Penelitian... 91

3.2. Variabel Penelitian ... 91

3.3. Populasi/Sampel... 91

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 91

3.5. Kawasan Penelitian ... 92


(9)

BAB IV. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 94

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 94

4.2. Gambaran Kawasan Lokasi Kajian... 97

4.2.1. Fisik Kawasan Kajian ... 99

4.2.2. Infrastruktur Kawasan Kajian ... 105

4.2.3. Aktivitas Kawasan Kajian... 105

4.2.4. Linkaged (jaringan jalan penghubung) Pada Kawasan Kajian... 114

4.2.5. Alasan Memilih Lokasi Kajian Kawasan Istana Maimoon Medan... 116

4.3. Kompilasi Data Kuesioner ... 116

BAB V. ANALISIS... 142

5.1. Kawasan Nyaman dan Tidak Nyaman bagi Pedestrian di dalam dan di luar kawasan kajian ... 142

5.1.1. Kawasan Nyaman Berjalan Kaki ... 142

5.1.2. Kawasan Tidak Nyaman Berjalan Kaki... 147

5.2. Kawasan/Objek yang paling diingat di Pusat Kota Medan... 150

5.2.1. Istana Maimoon Medan... 150

5.2.2. Mesjid Raya Medan ... 150

5.2.3. Kolam Sri Deli Medan ... 151

5.2.4. Perpustakaan Umum Sumatera Utara ... 152

5.2.5. Citra Kawasan Kajian Istana Maimoon di Pusat Kota Medan... 153

5.3. Elemen-elemen Koridor Trotoar ... 156

5.3.1. Bangku Taman/Tempat Duduk di Trotoar... 156

5.4. Pendukung Aktivitas (Activity Support) Pada Wilayah Kajian... 165


(10)

5.4.2. Luar Kawasan Kajian... 168

BAB VI. REKOMENDASI ... 173 6.1. Kawasan Nyaman dan Tidak Nyaman Bagi Pedestrian

Didalam dan diluar Kawasan Kajian... 173 6.2. Kawasan Maupun Objek yang Paling di Ingat oleh

Pedestrian Baik di dalam maupun diluar Kawasan

Kajian ... 175 6.3. Elemen Perlengkapan yang Terdapat Pada Zona

Koridor Trotoar ... 175 6.4. Pendukung Aktivitas (Activity Support) Kawasan

Kajian dan Luar Kawasan Kajian ... 183

BAB VII. KESIMPULAN... 187


(11)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HALAMAN

1.1.1. Photo Segitiga Emas Kawasan Istana Maimoon (1913) ... 3

1.1.2. Photo Mesjid Raya Al Maksum (1909) ... 3

1.2.1 Kawasan Depan Istana Maimoon ...4

1.2.2 Kerangka Berfikir ...6

2.3.7.1. Tipikal Jalur Pejalan Kaki/Walkways ...44

2.3.7.2. Lebar Bersih Minimum Trotoar ...48

2.3.7.3. Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil ...49

2.3.7.4. Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan ...50

2.3.7.5. Perbandingan Trotoar Berliku-liku dan Trotoar Lurus ...56

2.3.7.6. Pembatas Miring pada Trotoar di Kawasan Pemukiman ...58

2.3.7.7. Jalur Sepeda sebagai Pemisah Pejalan Kaki ...59

2.25. Diagram Proses Fundamental Perilaku Manusia ... 84

3.5.1. Peta Kawasan Kajian ... 92

4.1.1. Peta Kota Medan ... 95

4.2. Peta Lokasi Kajian Pedestrian Depan Istana Maimoon Medan ... 98

4.2.1.1 Peta Eksisting Gambar Penampang Pedestrian Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan ... 100

4.2.1.2 Penampang Koridor Pedestrian Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Mesjid Raya Medan ... 101

4.2.1.3 Istana Maimoon Medan Sebagai Landmark Kawasan Kajian ... 102

4.2.1.4 Peta Citra Kota Kawasan Kajian ... 104

4.2.3.1 Foto Eksisting Para Wisatawan Sedang Berada Pada Areal Plaza Istana Maimoon ... 106

4.2.3.2 Foto Eksisting Tempat Pameran Tanaman Hias yang Kurang Teratur dan Parkir Kendaraan Bermotor Kurang Terintegrasi ... 106

4.2.3.3 Foto Eksisting Tempat Makan dan Minum Kurang Penataan Termasuk Daerah Parkir ... 107 4.2.3.4 Foto Eksisting Jalur Pedestrian Depan Perpustakaan Umum


(12)

Sumatera Utara ... 107 4.2.3.5 Foto Eksisting Gedung Perpustakaan Umum Sumatera Utara dan

Suasana Ruang Terbuka ... 108 4.2.3.6 Foto Suasana Sholat Jumat di Mesjid Raya Medan ... 109 4.2.3.7 Parkir Kendaraan Bermotor yang Mengganggu Jalur Pedestrian

Mesjid Raya Medan... 109 4.2.3.8 Foto Suasana Setelah Selesai Sholat Jumatan di Mesjid Raya

Medan ... 110 4.2.3.9 Foto Suasana Selesai Sholat Jumatan pada Area Pedestrian Mesjid

Raya Medan Parkir Kendaraan yang kurang terintegrasi ... 110 4.2.3.10 Foto Eksisting Jalur Pedestrian yang Berubah Fungsi Menjadi

Tempat Pedagang Kaki Lima ... 111 4.2.3.11 Foto Eksisting Ruang Terbuka dan Air Mancur di Lokasi Mesjid

Raya Medan ... 111 4.2.3.12 Foto Eksisting Kolam Sri Deli sebagai Tempat Even Tahunan

Ramadhan Fair ... 112 4.2.3.13 Foto Eksisting Tempat Jajanan Siang dan Malam di Lokasi

Kolam Sri Deli Medan... 113 4.2.3.14 Foto Eksisting Jalur Pedestrian pada Perempatan Jalan Mesjid

Raya dan Jalan Mahkamah ... 113 4.2.4 Peta Linkaged Penghubung Kawasan Kajian ... 115 4.3.1. Transportasi yang Digunakan ... 117 4.3.2. Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingakat Kepuasan

(kanan) Terhadap Angkutan Umum ... 118 4.3.3. Diagram Permasalahan (kanan) dan Saran (kiri) yang Berkenaan

Dengan Angkutan Umum di Kawasan Pusat Kota Medan ... 119 4.3.4. Diagram Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan

(kanan) terhadap Fasilitas Trotoar... 120 4.3.5. Diagram Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan

Fasilitas Trotoar/Jalur Pejalan Kaki ... 121 4.3.6. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan terhadap

Fasilitas Tempat Sampah ... 122 4.3.7. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan


(13)

4.3.8. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) terhadap

Fasilitas Telepon Umum ... 123 4.3.9. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan

Fasilitas Telepon Umum ... 123 4.3.10. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Kepuasan (kanan) terhadap

Fasilitas Tempat Duduk-duduk di daerah Trotoar ... 124 4.3.11. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Fasilitas

Tempat Duduk-duduk pada Kawasan Kajian Istana Maimoon Medan sebagai Fasilitas untuk tempat istirahat dan menunggu

sejenak ... 125 4.3.12. Frekwensi Kunjungan ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan

Waktu Kunjungan ke Ruang Terbuka Umum (Open Space)... 126 4.3.13. Tujuan pergi ke Ruang Terbuka Umum (kiri) dan Ruang Terbuka

yang sering dikunjungi para responden pada kawasan kajian

(kanan) ... 126 4.3.14. Tingkat Kepuasan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan

dengan Fasilitas Ruang Terbuka ... 127 4.3.15. Ruang Terbuka yang paling menarik (kiri) dan Tingkat

Kepentingan Ruang Terbuka pada Kawasan Kajian (kanan) ... 127 4.3.16. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan)

terhadap Fasilitas tempat Makan dan Minum di Kawasan Kajian.... 128 4.3.17. Jenis Tempat Makan dan Minum yang paling dikunjungi

Responden (kiri) dan Permasalahan Tempat Makan dan Minum di Kawasan Kajian ... 129 4.3.18. Saran berkenaan dengan tempat Makan Minum di Kawasan

Kajian ... 129 4.3.19. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan (kanan)

terhadap Lampu Penerangan Jalan pada Kawasan Kajian... 130 4.3.20. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan Lampu Penerangan Jalan dan Trotoar pada Kawasan Pedestrian Istana

Maimoon Kota Medan ... 130 4.3.21...Tingk

at Kepentingan (kiri) dan Tingkat Kepuasan terhadap

Tanaman dan Pohon Pelindung pada Kawasan Kajian (kanan)... 131 4.3.22. Permasalahan (kiri) dan Saran (kanan) berkenaan dengan


(14)

4.3.23. Tingkat Kepentingan (kiri) dan Permasalahan (kanan) berkenaan dengan Fasilitas WC/Toilet Umum pada Kawasan Kajian... 132 4.3.24. Saran berkenaan dengan Fasilitas WC/Toilet Umum pada

Kawasan Kajian ... 132 4.3.25. Frekwensi berjalan-jalan di malam hari (kiri) dan pendapat tentang

cepatnya tutup aktivitas Pertokoan dan Komersil pada Kawasan Kajian Istana Maimoon ... 134 4.3.26. Pendapat tentang cepatnya Angkutan Umum berhenti (kiri) dan

suasana malam hari (kanan) pada kawasan kajian Istana

Maimoon ... 134 4.3.27. Suasana Siang (kiri) dan Tingkat Keamanan pada Kawasan Kajian

Istana Maimoon Kota Medan (kanan) ... 136 4.3.28. Objek Paling diingat di Kawasan Kajian (kiri) dan kawasan yang

paling nyaman bagi pedestrian untuk Berjalan kaki (kanan) ... 138 4.3.29. Kawasan paling Tidak Nyaman untuk berjalan kaki (kiri) dan

Alasan tidak merasa Nyaman (kanan) dikawasan Kajian ... 138 4.3.30. Tingkat kepentingan fasilitas perdagangan dan jasa yang dapat

Menghidupkan kawasan kajian (kiri) dan Jenis pertokoan yang

sering dikunjungi ... 139 4.3.31. Tingkat keperluan Pusat Perbelanjaan atau Mall pada Kawasan

Istana Maimoon Medan (kiri) dan pusat perbelanjaan Yuki

Simpang Raya yang sering dikunjungi ... 140 4.3.32. Harapan Masyarakat bagi Kawasan Kajian Istana Maimoon ... 141 5.1.2.1. Kondisi Pedestrian Jalan Brigjen Katamso ke Simpang Jalan

Juanda Medan ... 148 5.2.5.2. Kawasan atau Objek yang paling diingat oleh pedestrian pada

Kawasan Kajian ... 155 5.3.1.2...Perab

otan Jalan yang Mengganggu Jalur Pejalan Kaki di Kawasan

Jalan Brigjen Katamso Medan ... 160 5.3.1.4...Foto

Eksisting Tempat Jajanan Siang Malam di Lokasi Taman

Sri Deli Medan ... 162 5.4.1...Ruan


(15)

5.4.2...Peta Pendukung Aktivitas Wilayah Kajian Istana Maimoon... 171 5.4.3...Peta

Pendukung Aktivitas Luar Wilayah Kajian Istana Maimoon ... 172


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pedestrianisasi merupakan suatu usaha dalam Perancangan Kota dimana dalam perancangannya mengutamakan kepentingan pedestrian atau pejalan kaki. Kita semua adalah Pedestrian, dan sangat sering berjalan walaupun tidak kita sadari. Usaha pedestrianisasi telah berkembang di Negara-Negara Eropa, di Italia dikenal dengan istilah ’pedonalizzatione’ yang artinya memanusiawikan Kota melalui kawasan-kawasan pejalan kaki.

Koridor pedestrian Kawaxan Istana Maimoon merupakan tempat peninggalan bersejarah yang bernilai tinggi di Kota Medan, kawasan ini selesai dibangun oleh Sultan Deli pada saat itu yaitu Sultan Mamun Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada tanggal 26 agustus 1888, sedangkan Mesjid Raya mulai dibangun pada Tahun 1906 dan selesai tanggal 21 Agustus tahun 1909, sekaligus digunakan pemakaiannya bagi para warga kota Medan pada saat itu. Jalur pedestrian kawasan Istana Maimoon Medan meliputi Jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon dan jalan Mesjid Raya Medan sebagai segmen jalur pedestrian penghubung Kawasan ini memiliki berbagai macam aktivitas yang belum terintegrasi dengan baik, terutama pada Jalur pedestrian jalan Brigjen Katamso Medan tempat Istana Maimoon, sedangkan pada segmen penghubung jalan Mesjid Raya terdapat beberapa aktivitas pendukung lainnya seperti Mesjid Raya Medan, Kolam Sri Deli dan Pusat Perbelanjaan Yuki Simpang Raya


(17)

maupun Hotel Madani. Potensi ini sebenarnya merupakan magnet aktivitas pada koridor pedestrian Kawasan Istana Maimoon apabila zona-zona jalur pedestrian yang ada pada kawasan ini dapat terintegrasi dan terhubung dengan baik, akan tetapi tidak adanya integrasi yang baik sehingga antara kawasan koridor Trotoar jalan Katamso dan koridor Trotoar jalan Mesjid Raya terjadi ketimpangan. Dimana kawasan Mesjid Raya Medan lebih hidup dari siang sampai malam harinya bila dibandingkan dengan kawasan jalan Brigjen Katamso lokasi Istana Maimoon Medan. Padahal kawasan ini pada masa kejayaan Kesultanan Deli merupakan segitiga emas yang tidak terpisahkan. Maka oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan fumgsi pedestrian kawasan objek peninggalan sejarah tersebut adalah dengan melakukan pedestrianisasi terutama pada jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan.


(18)

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Kurang terintegrasinya dengan baik jalur-jalur pedestrian pada segmen jalan Brigjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan dengan jalur segmen penghubung Jalan Mesjid Raya Medan, dan kurangnya penataan aktivitas pendukung pedestrian pada kawasan Istana Maimoon semakin memudarkan identitas dan citra kawasan ini, sehingga memberikan indikasi yang kuat bahwa kawasan Istana Maimoon menjadi kehilangan jati dirinya. Sebagai kawasan peninggalan bersejarah. Seharusnya Kawasan Istana Maimoon Medan dapat menjadi Landmark Kota Medan sekaligus menjadi salah satu tujuan wisata domestik maupun manca negara yang bernilai historis dan budaya.

Gambar 1.2.1 : Kawasan Depan Istana Maimoon Medan


(20)

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan suatu gambaran terhadap Koridor Trotoar Jalan agar dapat menjadi penghubung antar Generator Aktivitas, khususnya Kawasan Istana Maimoon Medan Disamping itu untuk meberikan usulan maupun rekomendasi yang dapat menjadi alternatif bagi Perancangan Kota terutama yang berhubungan jalur pedestrian yang terintegrasi dengan baik untuk meningkatkan vitalitas kawasan, khususnya kawasan yang mempunyai nilai historis.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemilik dan pengelola kawasan demi untuk meningkatkan citra kawasan Istana Maimoon ini. Bagi Pemerintah Kota Medan merupakan masukan dalam Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan, terutama menyangkut perlunya keberadaan jalur pedestrian dalam suatu Kota sebagai satu-satunya wadah untuk berinteraksi sosial antara warga Kota dalam menunjukkan peradabannya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pedestrian berasal dari bahasa Latin ”Pedos” yang artinya kaki. Pedestrian dapat diartikan sebagai: orang berjalan kaki 1, one foot, going or travelling on performed on foot 2, person walking in a street 3. Pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Sampai tahun 1940, pedestarian atau pejalan kaki menjadi elemen penting dalam peracangan suatu Kota. Namun setelah itu, perancangan lebih di utamakan kepada kenderaan bermotor. Perencanaan pedestrian sering di abaikan, padahal jalur pedestrian merupakan elemen yang mendasar dalam perencanaan kota, bukan hanya bagian dari program pengindahan saja. Sistem pedestrian yang baik dapat mengurangi ketergantungan terhadap kenderaan bermotor di kawasan pusat kota, menigkatkan elemen berskala manusia di kota, membentuk lebih banyak aktivitas Retail, akan membantu meningkat kwalitas udara.

Dalam hal ini akan di uraikan tentang defenisi pedestrian, perilaku manusia, lingkungan, posisinya sebagai pedestrian, jalur pedestrian dan fasilitas pedestrian, standar bagi kebutuhan elemen-elemen pedestrian meliputi trotoar, aksesibilitas, dan lainnya dan usaha pedestrianisasi di kawasan pusat Kota.

1

Pino, E., T, Wittermans, Kamus Inggris - Indonesia 2

Davies, Peter, The American Heritage Dictionary of The English Language. 3


(22)

2.1. Defenisi Pedestrian

Secara singkat pedestrian atau pejalan kaki dapat didefinisikan sebagi berikut:

Pedestrian is: any person who is a foot or who is using a wheelchair or a mens of conveyence propelled by human power other than a bicycley.

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa bahwa penjalan kaki adalah setiap orang yang menggunakan tenaga manusia diluar sepeda.

Sedangkan pejalan kaki yang memiliki kelemahan (handicapped Pedestrian) dapat didefinisikan sebagai berikut:

Handiccaped Pedestrin is. ”A pedestrian or person in a whellchir who has limited mobility, stamina, agtility, reaction time, impaired vision or hering or who may have diffcuity walking with or without assistive devices

Dengan kata lain dapat diartikan, handicapped pedestrian adalah seorang penjalan kaki atau orang dengan kursi roda yang miliki keterbatasan mobilitas, stamina, kemampuan, waktu bertindak, keterbatasan penbglihatan atau pendengaran, atau mereka yang sulik bejalan dewngan atau tampa peralatan pendukung, secara defenisi, permainan roler skate, in-line skate, dan skateboard juga termasuk penjalan kaki.

Pedestrianisasi merupakan sebuah strategi revitalisasi bagi kawasan kota yang mengalami penurunan kondisi. Pedestrianisasi dapat didefenisikan sebagai berikut:


(23)

Pedestrianization is a method of transforming area such as street exclusively for pedestrian use. The overraim of pedestriannization is to provide good pedestrian Evironment- clean air, less noise, and safe corridors.

Dengan kata lain, pedestrianisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah metode untuk mengubah sebuah kawasan seperti koridor jalan secara eksklusif untuk penggunaan pedestrian, adapun tujuan pedestrian adalah untuk memberikan lingkungan pedestrian yang baik antara lain udara yang bersih, tidak bising dan koridor yang aman.

2.2. Keselamatan Pedestrian

Kecepatan kenderaan bermotor merupakan faktor yang signifikan fatal penyebab kecelakaan pejalan kaki. Dari sumber Washington State Bicylce Trasportation and pedestrian Walkways Plans; Pedestrian and Bicylce Crash Type Of the Early 1990.

Karakteristik umum kecelakaan pejalan kaki antara lain: a. Ketidak hatian hatian pengendera.

b. Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat menyeberang pada persimpangan

c. Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat berjalan di depan jalan dengan arah yang sama dengan lalu lintas.

d. Kecepatan kenderaan sepeda motor (penyebab kebanyakan kematian pejalan kaki)


(24)

e. Tiba-tiba berjalan pada suatu kawasan (sercara umum merupakan tipe kecelakaan pejalan kaki bagi anak-anak)

f. Berada dibelakang kenderaan (pengendara sulit untuk melihat anak-anak dan orang yang berjalan dibelakangnya)

g. Kecelakaan/konflik di kawasan kota

Alasan bagi pejalan kaki dan kenderaan bermotor adalah ketidak hati-hatian pengendara. Pada tahun 1995, Washington Traffic safety Commission melakukan survey untuk mengukur perhatian pengendara terhadap peraturan-peraturan pejalan kaki. Lebih 1 dari 3 pengendara yang di survey tidak memperhatikan peraturan-peraturan tersebut.

2.3. Kebutuhan Pedestrian

Untuk mensukseskan perancangan fasilitas pejalan kaki, harus di ketahui bahwa kebutuhan pejalan kaki sangat luas dan beragam, dan suatu pendekatan perancangan yang dilakukan harus fleksibel untuk menampung perbedaan kebutuhan.

Salah satu penghalang yang secara umum menghambat perencanaan suatu fasilitas pejalan kaki adalah satu standar bisa di aplikasikan untuk memenuhi kebutuhan rata-rata populasi. Sebagai contoh, kecepatan berjalan kaki adalah 4.8 km/jam sampai 6.4 km/jam. Namun anak-anak, orang-orang yang lebih tua, dan yang memiliki kelemahan tertentu secara umum berjalan dengan kecepatan dibawah 3.2 km/jam.


(25)

Kebutuhan pejalan kaki sangat beragam. Beberapa tipikal kebutuhan pejalan kaki adalah sebagai berikut:

a. Jalan dan kawasan berjalan yang aman b. Sesuai/convenience

c. Lokasi yang dekat untuk berjalan d. Jelas terlihat (visibility)

e. Nyaman dan telindung (comfort and ahwlter) f. Menarik dan lingkungan yang berasih

g. Akses untuk berjalan

h. Objek-objek menarik dapat dilihat pada saat berjalan i. Interaksi sosial

2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Jarak Perjalanan

Ada 4 faktor mempengaruhi keinginan pedestrian untuk berjalan kaki:

a. Waktu/Time: tergantung tujuan penjalan ynag dilakukan. Untuk rekreasi maupun berbelanja, pedestrian mampu berjalan lebih lama. Namaun untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya bekerja yang harus tepat waktu,pedestrian lebih memilih waktu berjalan yang lebih singkat.

b. Sesuai/Convenience: perencanaan jalur pedestrian yang sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan pedestrian baik dari segi kebutuhan ruang untuk jalur pdestrian seperti trotoar maupun perlindungan terhadap gamgguan iklim/cuaca. Perencanaan yang sesuai dan nyaman bagi kebutuhan


(26)

pedestrian akan mendrong pedestrian untuk berjalan menuju tempat tujuannya.

c. Ketersedian kenderaan bermotor; pada salah satu contoh perbandingan di Amerika dan Eropa. Amerika sangat tergantung pada mobil, bukanlah sala satu barang yang mahal, serta merupakan alat yang cepat, fleksibel dan sangat menghemat waktu. Selain itu Amerika merencanakan suatu sistem jalan lalu lintas yang bagus, yang mendorong masyarakat lebih menggunakan mobil. Tapi di Eropa mobil sangat mahal, sehingga mereka lebih merencanakan trasportasi umum dan hal ini mendorong masyarakat Eropa untuk berjalan lebih aktif dari pada di Amerika

d. Pola Tata Guna Lahan: Pola Tata Guna Lahan tunggal menyulitkan pedestrian untuk melakukan aktivitas yang berbeda dengan berjalan khususnya memiliki keterbatasan waktu. Selain itu pola tata guna lahan tunggal juga akan berdampak timbulnya kebosanan maupun ketidak nyamanan bagi pedestrian.

2.5. Jarak Perjalanan yang Sesuai

Jarak berjalan kaki juga dipengaruhi oleh cuaca, waktu, demografi, tujuan berjalan, dan banyak faktor lainnya. Kebanyakan orang akan berjalan lebih jauh untuk tujuan rekreasi, tapi lebih ingin untuk berjalan dengan jarak yang lebih dekat/singkat bila terburu buru, sebagai contoh dari lokasi perhentian bus ke kantor.


(27)

Ketentuan bagi jarak berjalan yang dapat diterima dan masuk akan antara lain sebagai berikut:

a. Secara tradisional, perencana dapat menempatkan fasilitas fasilitas masyarakat, taman taman lingkungan, dan kawasan kawasan/tujuan pejalan kaki umum lainnya dengan jarak tidak lebih dari 400 meter dari tempat asal pejalan kaki.

b. Perancang Tapak secara tipikal menentukan 90 meter jarak maksimum dari tempat parkir dan lokasi sirkulasi pejalan kaki menuju pintu masuk suatu bangunan. Penyebrangan jalan secara tipikal lebih efektif bila ditempatkan 120 sampai 180 meter di kawasan yang sering digunakan oleh pejalan kaki. c. Pejalan kaki diharapkan untuk berjalan sekitar 300 meter ke tempat

perhentian atau kawasan parkir dan sekitar 535 meter menuju stasiun kereta komuter.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan berjalan adalah: reaksi terhadap orang sekeliling, maksud tujuan berjalan, dan pengaruh lalu lintas.

Beberapa kegiatan berjalan yang perlu diterapkan dalam perencanaan adalah:

a. Berjalan untuk mendapatkan bus

b. Berjalan sambil melihat lihat window shopping c. Berjalan pula dari tempat kerja

d. Berjalan dengan kekasih


(28)

f. Berjalan jalan sore di hari minggu

2.6. Kebutuhan Ruang

Dimensi manusia pada saat berjalan dan duduk, untuk dua orang berjalan berdampingan atau melalui satu dengan yang lain pada saat berjalan dengan arah yang berlawanan, luas ruang rata-rata yang dibutuhkan pejalan kaki sampai pada 1.4 meter

Tingkat berjalan rendah pada saat volume pejalan kaki meningkat dan luas area berjalan kaki menurun. Informasi ini membantu para perancang dalam menghitung berapa banyak ruang bebas yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat kenyamanan pejalan kaki yang masuk akal.

1. Karakteristik umum pejalan kaki menurut kelompok usia antara lain: 1.1. Usia 0-4 tahun

a. Belajar berjalan

b. Membutuhkan pengawasan orang tua

c. Pengembangan kemampuan melihat dan persepsi yang lebih mendalam

1.2. Usia 5-12 tahun

a. Lebih bebas, namun masih tetap membutuhkan pengawasan b. Kedalaman persepsi yang kurang


(29)

1.3. Usia 13-18 tahun

a. Sence of invulnerabity/perasaan kebal b. Pelanggaran di persimpangan

1.4. Usia 19-40 tahun

a. Aktif, berhati-hati terhadap lingkungan lalu lintas

1.5. Usia 45-65 tahun

a. Refleksi yang menurun

1.6. Usia 65 tahun keatas

a. Kesulitan menyeberang jalan b. Penglihatan yang kurang

c. Kesulitan untuk mendengar kenderaan yang mendekat dari belakang d. Tingkat kecepatan tinggi

Yang perlu diperhatikan untuk pejalan kaki yang lebih tua: a. Penambahan pembatas/curb (bulb-outs and curb extension)

b. Tanda tanda yang memperlihatkan jarak, setiap 60 kaki dengan tanda yang mudah untuk dibaca

c. Pendisplinan lalu lintas d. pelindung dan peneduh e. pegangan tangan (handrails)

f. permulaan jalur penjalan kaki yang rata tanpa halangan

g. tanda tanda kecepatan berjalan yang lebih rendah dari pada kecepatan berjalan rata-rata


(30)

2. Pihak dengan kelemahan tertentu (disabilities)

Masyarakat dengan ketidak manpuan, termasuk mereka yang menggunakan alat bantuan berjalan khusus atau kursi roda, membutuhkan perangcangan pasilitas kusus yang dapat menghilangkan pagar-pagar penghalang

Kebutuhan pejalan kaki dengan ketidak manpuan tertentu (disabillitas) dapat berbeda tergantung pada tipe kelemahanyadan tingkat kesulitanya.

Elemen-elemen yang dapat menolong pejalan kaki yang memiliki kelemahan tertentu antara lain:

a. Ramp dan cut penahan

b. Peringatan taktis (tactical warning)

c. Tombol-tombol aktivasi yang gampang diraih

d. System pemberian tanda dan pesan yang dapat didenar e. Huruf braille dan untuk komunikasi

f. Tanda untuk kecepatan berjalan yang lebih rendah dari kecepatan berjalan rata-rata

g. Maksimum level/tingkat 1: 20 dan lereng penyeberangan 1: 5 (ram 1: 12)

h. Tanpa perlindungan pada jalur kenderaan

i. Mengurangi jarak penyebarangan jalan (perluasan buld-culb and curb) j. Pendisplinan lalu lintas

k. Pegangan tangan (hand rails)


(31)

Ruang yang dibutuhkan penjalan kaki yang memiliki cacat tubuh dapat berbeda tergantung kepada kemampuan fisik mereka dan alat bantuan yang mereka gunakan. Ruang yang dirancang untuk melayani pengguna kursi roda didasari sangat fungsional dan menguntunkan bagi kebanyakan masyarakat.

2.7. Tingkat Karakteristik Penggunaan dan Pejalan Kaki

Aktivitas pejalan kaki lebih tinggi di kawasan pinggiran kota, tapi pejalan kaki dapat juga ditemukan di kawasan-kawasan pinggir kota. Beberapa alasan mengapa kawasan kota memiliki tinggat penggunaan yang tinggi oleh pejalan kaki adalah:

a. Tingkat kepadatan permukinan, bisnis, dan kawasan/tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi

b. Lalu lintas yang macet/traffic congestion

c. Titik-titik konsentrasi kawasan dan tujuan yang tinggi

d. Kawasan perbelanjaan dan pelayanan yang gampang dikunjungi oleh pejalan kaki

e. Parkir sangat mahal atau tidak ada f. Fasilitas trasnsit tersedia


(32)

Ada miskonsepsi yang secara umum dikemukakan bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan pinggiran kota tidak berjalan, tetapi penelitian mengatakan bahwa umumnya di kawasan pinggiran kota menyediakan sistem perancangan fasilitas pejalan kaki yang baik.

Juga penting untuk diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di pinggiran Kota dan daerah pedesaan merupakan pejalan kaki yang memiliki tujuan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di kawasan Kota. Jalur penjalan kawasan pinggiran Kota dan pedesaan secara umum berhubungan dengan berjalan kaki menuju sekolah atau tempat perhentian bus, perhentian bus transit, atau tujuan untuk rekreasi, dan hiburan, dan sedikit orang berjalan untuk tujuan berlari/jongging/belanja/shopping, dan mrengunjungi fasilitas-fasilitas umum.

Tipe dan tipikal perjalanan pejalan kaki atau alasan kenapa orang berjalan kaki adalah sebagai berikut:

a. Ke dan tempat kerja dan kantor b. Acara-acara dan kunjungan sosial c. Pertemuan

d. Kesehatan dan olah raga

e. Memesan atau mengatur sesuatu/errands and deliveries f. Rekreasi

g. Aktivitas estra kurikuler


(33)

i. Perjalanan multi modal (berjalan menuju tempat perhentian bus)

j. Perjalan dari dan keterminal; jalur pedestrian dirancang dari suatu tempat kelokasi lokasi yang berhubungan dengan pusat prasarana transportasi dan sebaliknya, antara lain adalah tempat parkir dan halte bis.

k. Perjalanan fungsional: jalur pedestrian dirancang untuk tujuan ytertentu seperti untuk melakukan pekerjaan bisnis, berbelanja, makan/minum, pulang dan pergi ke dan dari tempat kerja.

l. Survey pendapat masyarakat telah diperlihatkan bahwa masyarakat memiliki keinginan untuk berjalan dan akan meningkatkan jumlah perjalanan mereka jika fasilitas yang baik tersedia, salah satu survey yang dilkukan di Amerika Serikat menemukan bahwa 59 persen responden mengatakan mereka akan memilih berjalan kaki diluar atau lebih sering berjalan kaki bila ada jalur pejalan kaki yang direncanakan dengan aman.

Alasan-alasan umum yang mengakibatkan rendahnya tingkat perjalanan pejalan kaki antara lain:

a. Fasilitas yang kurang, baik jalur pejalan kaki (trotoar) maupun jalur-jalur yang lainnya

b. Kegagalan untuk menyediakan sistem yang saling berhubungan antara fasilitas-fasilitas pejalan kaki

c. Hanya memikirkan keamanan sendiri, gagal untuk menyediakan fasilitas-fasilitas ke dan dari kawasan-kawasan tujuan yang diminati


(34)

e. Kurang pencahayaan

f. Kuangnya fasilitas-fasilitas yang tersebar

2.8. Faktor untuk Meningkatkan Aktivitas Berjalan

Menurut Richard K. Untermann, dan bukunya berjudul Accomodating the Pedestrian, aktivitas berjalan kaki dapat ditingkatkan dengan memperhatikan faktor :

a. Safety/keamanan: keamanan pedestrian dan kecelakaan dan gangguan-gangguan khusus oleh oleh kenderaan umum yang merupakan penyebab utama banyak kecelakaan pedestrian.

b. Convenience/sesuai: karakteristik perjalanan pedestrian yang sesuai bergantung kepada sistem perjalanan yang langsung/directness, kontinuitas, serta ketersediaan jalurn pedestrian.

c. Plesure/nyaman: kenyamanan berjalan dapat ditingkatkan dengan menempatkan jenis perlindungan/protection, coherence, keamanan/ security, serta daya tarik/interest. Salah satu contoh untuk meningkatkan perlindungan terhadap gangguan iklim seperti panas, hujan, dapat ditingkatkan dengan penempatan overhangs, arcade, maupun tempat-tempat perhentian bus yang sesuai.

Selain itu beberapa elemen yang dapat meningkatkan aktivitas berjalan antara lain:


(35)

b. Aktivitas masyarakat c. Window shopping d. Restoran

e. Keberagaman daya pandang/padat f. Transportasi umum

g. Jalan pintas/short cut h. Trotoar/Side Walks.

2.9. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pedestrian

Pengaruh lingkungan antara lain iklim menimbulkan berbagai masalah dalam kaitannya dengan para pejalan kaki, antara lain:

a. Musim kemarau, pada musim kemarau dimana pusat kota, khususnya daerah tropis terasa panas dukungannya pohon peneduh membuat pejalansa kaki segan untuk berjalan.selain itu permukaan jalur pejalan kaki yang menggunankan bahan aspal, beton yang dapat memantulkan panas kepada orang yang bejalan kaki.

b. Musim hujan, bila musim hujan jalur pedestrian yang ada baik yang diperkeras maupun tidak, menjadi rusak tergenang air. Hal ini disebabkan oleh karena sistem drainase yang buruk.

Hal tersebut diatas dapat mempengaruhi fisik dan mental dari pejalan kaki.


(36)

a. Secara fisik, membuat lelah/penat pejalan kaki dan pada musim hujan dapat menimbulkan berbagai penyakit

b. Secara mental, bila hujan perasaan aman bagi pejalan kaki berkurang disebabkan riol riol yang tertutup air sering membahayakan bagi kaki.

Kawasan pedestrian sebaiknya merupakan bagaian dari konsep sirkulasi kota secara keseluruhan dan membentuk sitem yang mencakup pola jaringan, model, serta bentuknya.

Berbagai pertimbangan antara lain:

a. Pengaruh fisik lingkungan terhadap faktor psikologis, seluruh tindakan manusia dalam kehidupannya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan unsur unsur sosiologik, psikologik, dan sosial psikologik.

Tiga komponen utama lingkup environmental behavihour” menurut Irwin Altman seorang psikolog arsitektur adalah terdiri dari: kelompok pemakai tempat kegiatan (setting) konsep perilaku manusia dan lingkungannya (environment behavihour concept).

b. Aspek psiko spatial terhadap jalur pedestrian; manusia merupakan ”biological unity and experimental diversity”, dengan kebutuhan psikologis yang beragam, sehingga didalam Kota sangat sulit untuk menciptakan kebutuhan kebutuhan orang banyak, dengan tingkat pengamatan dan perasaan yang berbeda beda dari heterogenitas masyarakatnya.


(37)

2.10.Fasilitas Pedestrian

Fasilitas pedestrian merupakan berbagai elemen yang diperuntukkan bagi keamanan, kenyamanan, serta kesesuaian bagi pedestrian. Pada bagian ini akan digambarkan perbedaan antara fasilitas pedestrian dan trotoar/side walk, serta pedoman pedoman umum bagi perencanaan fasilitas pedestrian yang diperlukan bagi kepentingan pedestrian.

2.10.1.Defenisi

Fasilitas pejalan kaki dan jalur pejalan kaki memiliki defenisi yang berbeda. Menurut Pedestrian Facilities Guidebook, salah satu buku panduan pejalan kaki yang disponsori oleh Washington State Departemtn of Transportation, fasilitas pejalan kaki meliputi:

a. Trotoar dan fasilitas fasilitas di jalan

b. Jalur pejalan kaki dan jalan jalan kecil/pathways c. Ramp penahan

d. Pengatur lalu lintas dan alat alat pengontrol e. Jalur penyeberangan

f. Pemisah yang baik seperti jalan lintang jembatan penyebrangan g. Bahu jalan yang luas di daerah permukiman

h. Elemen elemen yang menciptakan atmosfir nyaman bagi pejalan kaki (seperti tanaman, semak semak, lanscaping, dan bangku).


(38)

i. Teknologi, elemen elemen desain, dan strategi lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan pejalan pejalan kaki (seperti alat pengaturan lalu lintas termasuk bundaran lalu lintas, pembatas kecepatan/speed humps, penanaman tanaman/planting strips, shelter/tempat berteduh, seni budaya, dan pencahayaan).

Sedangkan pengertian dari trotoar adalah sebagai berikut:4

A side walk means properti between the curb lines in the lateral lin of a roadway and adjancet property, set aside and intended to use of pedestrians or such portion of private property parallee and in proximiti to publich highway and dedicated to use by pedestrians.

Dengan kata lain trotoar adalah kepemilikan antara garis penahan pada jalur lalu lintas dan bersebelahan, dibuat dan dimaksudkan utuk kegunaan pejalan kaki, kepemilikan pribadi yang paralel yang didekat dengan jalan raya.

Fasilitas pejalan kaki yang tidak didisain dengan baik akan dapat menimbulkan permasalahan dan secara nyata tidak akan digunakan jika pejalan kaki merasa tidak aman, tidak terlindungi, ataupun tidak nyaman. Pentingnya disain yang baik bukan hanya dilakukan untuk membangun fasilitas fasilitas yang baru, juga untuk meningkatkan dan memperbaiki fasilitas yang sudah ada penggunaan pejalan kaki. Ketika akses kaki diperluas

4

Washington State Departemen of Transportations, Pedestrian Facilitas Guidebook. Otak. Washington September 1997, hlm. 24


(39)

dan kondisi eksisting bagi pejalan kaki ditingkatkan, jumlah pejalan kaki yang lebih tinggi akan tertarik untuk berjalan. Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa fasilitas fasilitas pejalan kaki yang didisain dan dipertahankan dengan baik dapat meningkatkan aktivitas berjalan dan juga meningkatkan tingkat perjalanan pejalan kaki.

Pedestrian menginginkan fasilitas yang aman, menarik, sesuai dan gampang untuk digunakan. Jika didisain dengan baik, fasilitas pejalan kaki yang terbaik dapat bertahan lama dan gampang untuk dipertahankan.

Beberapa usaha untuk meningkatkan rute pejalan kaki, antara lain:

a. Mempertahankan kebutuhan pejalan kaki dalam keselurahan fasilitas trasnportasi

b. Meningkatkan kesan ketenangan dan komuniti dengan desain trasportasi yang dapat mengakomodasi pemakaian oleh pejalan kaki.

c. Memperjelas sebuah sistem yang berhubungan antara rute-rute pejalan kaki di kawasan kota

d. Meningkat mobilitas dan keamanan pejalan kaki dikawasan permukiman e. Memperjemahkan aturan-aturan hukum dalam penyediaan fasilitas

penjalan kaki

f. Mendorong perkembangan tata guna lahan dan transportasi yang melayani pejalan kaki

g. Menyediakan fasilitas pejalan kaki yang melengkapi aktivitas bisnis lokal dan meyediakan akses bagi karyawan.


(40)

h. Meningkatkan akses intermoda bagi orang-orang dengan mobilitas terbatas

i. Mempertahankan sistem transportasi yang ada secara seimbang sehingga pemakain oleh pejalan kaki dapat dimaksimalkan

2.11.Komunitas Yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki

Karakteristik umum komunitas yang bersahabat bagi pejalan kaki yakni: a. Koordinasi antara aturan aturan; meletakkan fasilitas pejalan kaki untuk

menghadapi kebutuhan sekarang dan masa depan membutuhkan koordinasi yang dekat antara aturan aturan/jurisdiction dan mode lain dari transportasi b. Berhubungan dengan tata guna lahan yang bervariasi/hubungan regional,

sirkulasi dan akses pejalan kaki diarahkan menuju shopping malls, transit, pusat kota, sekolah sekolah, taman, kantor, pembangunan pembangunan lahan bercampur (mixed Land Use), dan kawasan dan tujuan kawasan yang lain.

c. Sistem yang kontinue sebuah sistem yang komplit dari interconnected street, jalur pedestrian, dan fasilitas-fasilitas pedestrian yang lain akan meningkatkan perjalanan pejalan kaki

d. Jalur yang pendek dan akses yang sesuai; hubungan dibuat antara tujuan dan kawasan yang dinikmati, antara lain buntu atau cul-de-sac, atau sebagai rute singkat (short cuts) melalui ruang ruang terbuka/(open space).


(41)

e. Pemisah dari lalu lintas; meminimalisasi dan menghilangkan penyeberangan jalan dan jalur kendaraan yang tersedia dan jelas. Pelindung dari kendaraan bermotor dan pemisah pemakaian diperlukan.

f. Pola tata guna lahan pendukung pejalan kaki, pola tata guna lahan, seperti pola grid dan blok-blok pendek pada kawasan bisnis dan pusat Kota meperkuat moblitas pejalan kaki.

g. Fasilitas yang berfungsi dengan baik; jarak penglihatan adan kedalaman yang jelas, tingkat tingkat yang bisa dilalui, dan pemerataan untuk mencegah sudut-sudut gelap perlu diperhatikan. Masalah masalah umum, seperti drainase yang jelek, harus dihindari.

h. Ruang yang didisain; fasilitas pejalan kaki harus diperjelas, diberi tanda tanda diinformasi yang jelas.

i. Keamanan dan kejelasan; disain untuk memastikan lingkungan yang aman bagi pejalan kaki sangat penting. Pencahayaan, meningkatkan daya pandang, garis pandang yang terbuka, dan jelas bagi kendaraan polisi dan emergensi.

j. Kendaraan bermotor bukan satu satunya yang perlu diperhatikan; jalan didisain untuk seluruh moda transportasai. Kebutuhan parkir dikurangi atau diatur dengan menggunakan metode yang dapat meningkatkan kegiatan berjalan kaki.

k. Pendisiplinan lalu lintas kawasan permukiman, jalan jalan sempit dibatasi dengan pohon pohon, bundaran lalu lintas, curb bulbs, dan teknik teknik lain


(42)

yang dapat meperlambat kecepatan kendaraan dan menciptakan kondisi yang lebih aman bagi pejalan kaki.

l. Lokasi transit yang dapat dimasuki dan sesuai (accesible and appropritely located transit); menempatkan fasilitas-fasilitas transit yang melayani kebutuhan untuk ke kantor, kawasan kawasan pemukiman, perbelanjaan, dan fasilitas fasilitas rekreasi yang daopat meningkatkan perjalan pajalan kaki. Tempat dan pusat pemberhentian harus ditempatkan secara tipikal dikawasan kawasan pendukung yang padat pembangunan bagi fasilitas fasilitas yang sesuai/seimbang menuju akses transit sangat perlu bagi kesuksesan sebagai alternatif moda perjalanan.

m. Ruang-ruang publik yang bergairah, aman, menarik, dan ruang ruang aktif menyediakan titik titik fokal pada suatu kawasan dimana masyarakat dapat berkumpul dan berinteraksi. Sebagai contoh taman taman dan plaza-plaza pejalan kaki.

n. Karakter; preservasi peninggalan budaya yang penting, sejarah dan objek objek arsitektural memperkuat sifat dan karakter suatu kawasan.

o. Perabotan pejalan kaki; menyadiakan perabotan perabotan, seperti semak semak, tempat tempat istirahat, minum, objek objek seni, dan elemen elemen lainnya, menciptakan lingkungan yang lebih menarik dan fungsional bagi pejalan kaki.

p. Pepohonan jalan dan landscaping; pepohonan dijalan menicptakan skala manusia bagi lingkungan jalan. Landscaping dan taman taman berbunga


(43)

pada jalur jalur tanaman, containers, dan kawasan kawasan lain memperhalus bangunan bangunan bernuansa keras dan parkir yang terdapat disekitarnya, serta menambah kehidupan, warna, dan tekstur bagi kawasan pandang pejalan kaki.

q. Peralatan disain; ketentuan ketentuan/guidelines dan standar standar yang diadopsi akan dipakai dan diikuti jika didokumentasikan, serta disosialisasikan.

r. Fasilitas yang penting, perbaikan dan pembersihan secara berkala dengan basis yang umum untuk memastikan kelangsungan dan pemakaian yang konsisten.

2.12.Sistem Pedestrian yang Kontiniu

Koordinasi antara agensi, pemerintah, dan perusahaan swasta sangat kritis bagi kesuksesan sistem pejalan kaki regional, Kawasan sekolah, perusahaan-perusahaan, kantor-kantor swasta, dan agen-agen lokal harus bekerja sama dalam proyek-proyek pembangunan dan transportasi untuk mencapai solusi yang terbaik bagi pihak-pihak terkait.

Mempertimbangkan kebutuhan pejalan kaki selama perencanaan proyek, disain, dan proses pembangunan dalam seluruh tingkat kegiatan, dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan mobilitas pejalan kaki, serta meningkatkan jaringan pejalan kaki secara menyeluruh.


(44)

2.13.Sistem Pedestrian yang Efektif

Suatu studi Oleh National Bicycle and Walking Study yang digerakkan oleh USA Departement of Transportation pada tahun 1992, menyatakan bahwa fasilitas pejalan kaki dapat mendorong masyarakat untuk berjalan kaki serta meningkatkan keamanan bagi pejalan kaki disamping rute-rute tertentu. Fasilitas-fasilitas tersebut harus didesain dengan baik, dan harus dapat dipertahankan secara efektif, serta harus memiliki elemen-elemen di bawah ini: a. Bahu jalan yang diperluas untuk meningkatkan yang aman bagi pejalan

kaki.

b. Trotoar, jalan kecil/paths, jalur pejalan kaki yang lebar, harus bebas dari kerusakan dan dipisahkan dari jalur lalu lintas.

c. Pemisah penyeberangan yang lebih tinggi, yang jelas disebarkan, sejak fasilitas tersebut tidak digunakan atau menciptakan perilaku ilegal penyeberangan jalan oleh pejalan kaki jika tidak direncanakan didesain, dan ditempatkan dengan baik.

d. Pedestrian harus terencana dengan baik, dengan memperlihatkan perkembangan komersil, sirkulasi lalu lintas, dan daya pandang

e. Disain dan operasi yang baik bagi lalu lintas dan tanda-tanda pejalan kaki, termasuk tombol-tombol bagi pejalan kaki, bila diperlukan.

f. Pemisah yang secara fisik memisahkan pejalan kaki dari kendaraan bermotor pada lokasi-lokasi tertentu.


(45)

2.14.Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki

Bersahabat bagi pejalan kaki dapat diinterpretasikan dalam banyak cara, tetapi secara umum dimaksudkan bagi disain jalan untuk menciptakan elemen-elemen yang dapat meningkatkan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan mobilitas pejalan kaki.

Elemen elemen Tipikal bagi jalan yang bersahabat bagi pejalan kaki, adalah sebagai berikut:

a. Jalan yang berhubungan dan memiliki pola blok blok kecil memberikan kesempatan yang baik bagi mobilitas dan akses pejalan kaki.

b. Jalan yang lebih sempit, menciptakan skala pejalan kaki dan dapat menurunkan kecepatan kendaraan (pohon pohon) di jalan pada sisi sisi jalan menciptakan suatu persepsi akan jalur lalu lintas yang sempit.

c. Alat pendisplinan lalu lintas untuk memperlambat lalu lintas atau bila perlu, menurunkan batas kecepatan.

d. Pulau-pulau jalan di tengah untuk memberikan kawasan istirahat bagi penyeberangan pejalan kaki.

e. Ruang ruang umum dan kantong kantong pejalan kaki ditempatkan pada jalur perjalanan utama pejalan kaki, yang menyediakan tempat untuk beristirahat dan berinteraksi.

f. Entrance bangunan yang tertutup/terlindungi yang dapat melindungi pejalan kaki dari cuaca.


(46)

g. Penanaman semak semak/tanaman, dengan landscaping dan pohon pohon jalan yang memberikan perlindungan dan shade tanpa menghambat jarak pandang dan membantu memperluas permukaan bangunan bangunan dan ruang ruang keras.

h. Lampu lampu jalan yang didisain berdasarkan pejalan kaki.

i. Trotoar yang lebar dan menerus atau jalur berjaln terpisah yang dapat diakses dengan mudah.

j. Arah dan Jalur yang jelas pejalan kaki (paving special) pada trotoar atau diujung kawasan perjalanan pejalan kaki, tombol pengaktifan yang gampang dicapai dan lain lain).

k. Fasade bangunan yang bergairah dengan relif-relif arsitektural, jendela, ataupun permukaan permukaan yang menarik.

l. Perabotan perabatan jalan, seperti semak-semak, tempat sampah, tempat minum-minum, dan stan stan koran, jika tidak ditempatkan pada rute perjalanan.

m. Seni umum/public art: seperti murals, banners/spanduk, patung patung dan elemen air.

n. Tanaman yang berwarna, lampu lampu pada saat liburan/holiday, elemen-elemen menarik yang lain.

o. Tanda informasi, kios, peta peta dan elemen elemen lain yang dapat membantu pejalan kaki.


(47)

2.15.Jalur Pedestrian

Jalur pedestrian memiliki arti sebagai jalur yang khusus diperuntukkan bagi orang yang berjalan kaki. Salah satu fungsi maupun tujuan adanya perencanaan jalur pedestrian yang baik adalah utuk menjamin keamanan dan kenyamanan pedestrian dalam melakukan berbagai aktivitasnya.

2.15.1.Defenisi dan Fungsi Jalur Pedestrian

Jalur pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki, disempurnakan istilahnya menjadi jalur pejalan kaki. Jalur pedestrian bukan saja merupakan tempat bergeraknya manusia atau penampungan sebagian kegiatan lalu lintas yang dilakukan oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya, tetapi juga merupakan ruang atau space tempat aktivitas manusia itu sendiri, antara lain: kegiatan berbelanja, media interaksi sosial, pedoman visual suatu lingkungan, ciri khas suatu lingkungan.

Fungsi jalur pedestrian pada daerah perkotaan adalah sebagai berikut: a. Sebagai fasilitas pejalan kaki; yaitu sebagai elemen pelengkap, biasa

disebut sebagai trotoar yang peletakannya dikiri dan dikanan jalan kendaraan. Fungsi lainnya adalah merupakan penghubung antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya, terutama pada kawasan perdagangan, kawasan budaya dan kawasan pemukiman. Karena berjalan merupakan sarana transportasi yang berarti, maka dengan adanya pedestrian akan menjadikan suatu kota lebih manusiawi.


(48)

b. Sebagai unsur keindahan kota; jalur pedestrian diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas lagi dari sekedar pejalan kaki. Hal tersebut dapat dicapai bila terjadi korelasi antara jalan dengan kondisi lingkungannya, selain penataan elemen pada trotoar, antara lain: lampu/penerangan, kotak surat, gardu telpon umum, tempat sampah, bangku duduk, papan pengumuman, bus shelter, dan rambu rambu lalu lintas. Jenis bahan yang dipergunakan juga akan mempengaruhi keberhasilan perencanaannya;

c. Jalur pedestrian sebagai media interaksi sosial; adanya jalur pedestrian memberikan kesempatan kepada masyarakat kota untuk lebih sering bertemu. Dibandingkan dengan kendaraan. Saling mengadakan pertemuan dipandang sebagai salah satu hal yang terkait dengan perilaku sosial masyarakat, dimana segala unsur kehidupan bermasyarakat terlain di dalamnya. Jalur pedestrian sebaiknya tidak hanya melayani tujuan individual atau kelompok, melainkan bagi kepentingan masyarakat luas; d. Jalur pedestrian sebagai sarana konservasi kota; dengan adanya jalur

pedestrian jarak antara bangunan dengan jalan makin jauh, atau dengan adanya jalur pedestrian jumlah volume kendaraan menurun atau sama sekali tidak dilalui oleh kendaraan. Oleh karena itu jalur pedestrian dapat berfungsi sebagai penangkal getaran yang terjadi terhadap bangunan akibat kendaraan bermotor, yang melewati jalan di depannya.


(49)

2.16.Ketentuan Umum Jalur Pedestrian

Jalur pedestrian dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai ketentuan umum sebagai berikut5:

a. Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai tujuanya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar, dan aman dari gangguan. b. Adanya kontinuitas jalur pejalan kaki, yang menghubungkan antara tempat

asal ke tempat tujuan, dan begitu sebaliknya.

c. Jalur pejalan kaki harus dilengkapi, dengan fasilitas fasilitasnya seperti: rambu rambu, peneranagan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, sehingga pejalan kaki lebih mendapat kepastian dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat.

d. Fasilitas pejalan kaki ridak dikaitkan dengan fungsi jalan.

e. Jalur pejalan kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaanya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh.

f. Untuk menjaga keselamatan dan keleluasan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dan jalur lalu lintas kendaraan.

g. Pertemuan antara jenis jalur pejalan kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.

5

Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Utama No. 032/T/BM/1999, Jakarta 1999.


(50)

2.17.Kriteria Disain Jalur Pedestrian

Dalam perancangan pedestrian yang baik, perlu diperhatikan kriteria disain yang diperlukan untuk pedestrian yakni:6

a. Safety (aman): khususnya dari kendaraan bermotor

b. Convenience (sesuai): rute pedestrian terpendek, bebas dari hambatan hambatan

c. Comfort (nyaman): pejalan kaki harus nyaman di setiap area

d. Atractiveness (atraktif): pola jalur pedestrian, elemen-elemen pedestrian, dan lampu lampu, harus atraktif.

2.18.Faktor pendukung Jalur Pedestrian

Elemen elemen yang perlu untuk diperhatikan untuk kepentingan jalur pedestrian antara lain:

a. Transit umum: pemberhentian bus merupakan salah satu pelengkap jalur pedestrian yang sangat penting untuk melayani para kaki yang akan pergi ketempat lain dengan menggunakan bus. Pemberhentian bus ini sebaiknya dirancang terpadu sebagai salah satu pembentuk jalur pedestrian.

b. Perparkiran: sistem peletakan parkir diharapkan dapat secara maksimal mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur padestrian.

c. Jangkauan pelayanan kawasan pedestrian: bila suatu blok jalan raya tertutup bagi kendaraan truk bus, maka pengiriman barang, pengangkutan sampah,

6

Untermann, Richard K., Accormodating the Pedestrian, Van Nostrand Reinhold Company, New York. 1984, hlm.3


(51)

pelayanan darurat seperti ambulan, pemadam kebakaran perlu disediakan tempat tempat tertentu bagi bongkar muat barang, dan bagi pelayanan darurat diupayakan agar mobil dapat masuk kedalam kawasan tersebut. Atau pada jam-jam tertentu jalan dapat dibuka untuk kendaraan bermotor.

d. Sirkulasi pejalan kaki: kelancaran sirkulasi bagi pejalan kaki dan keselamatan dari ancaman kecelakaan oleh kendaraan merupakan salah satu tujuan utama. Metode untuk mengurangi konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan adalah sistem penyekat waktu dan ruang diantara keduanya. Sistem penyekat waktu adalah pemisah kedua jalur tersebut. Sistem penyekat waktu dapat mempergunakan rambu rambu lalu lintas sebagai alat bantu, sedangkan pemyekat ruang dapat menggunakan jembatan penyebrangan diatas jalan atau dibawah permukaan tanah.

e. Bangunan bangunan yang ada dilingkungan jalur pedestrian: bangunan yang ada secara keseluruhan dapat menampakkan karakter tertentu sesuai dengan fungsinya bangunannya, misalnya bangunan perkantoran, perbelanjaan dan sebagainya. Kehadiran jalur pedestrian diharapkan justru akan memperkuat karakter bangunan yang ada;

f. Perlengkapan jalan: pada jalur pejalan kaki umumnya dapat peraboat jalan (street furniture) seperti: tempat duduk, bak bunga, lampu penerangan, bak sampah, rambu rambu jalan, halte bus, telepon umum, bis surat dan sebagainya.


(52)

g. Perawatan jalur pedestrian setelah dibangun diperlukan pemeliharaan intensif bagi keberadaanya: seperti pembersihan, pengangkutan sampah, penggantian bahan bahan elemen elemen yang rusak, penyiraman tanaman dan pemupukan, pemangkasan dan sebagainya.

2.19.Jenis Jalur Pedestrian

Daerah pejalan kaki dapat dibedakan berdasarkan pada letaknya, yaitu: daerah pejalan kaki yang tidak terlindung. Daerah pejalan kaki yang terlindung. Didalam bangunan terdapat pula tempat orang berjalan kaki, terutama pada bangunan umum, misalnya perkantoran, pusat pertokoan yang dapat dibedakan atas:

a. Tempat berjalan kaki yang berarah vertikal: yaitu menghubungkan lantai lantai dalam bangunan: seperti tangga, ramp, dan sebagainya;

b. Tempat berjalan kaki berarah horizontal: seperti koridor, hall dan sebagainya

Diluar bangunan tempat berjalan kaki terlindung dibedakan atas: a. Arcade: selasar yang dibentuk oleh sederetan dari kolom kolom penyangga

lengkungan lengkungan busur dan dapat merupakan bagian dari bangunan atau dapat pula berdiri sendiri

b. Gallery: lorong yang lebar pada umumnya terdapat pada lintas teratas; c. Selasar: pada umumnya terdapat dirumah sakit;


(53)

e. Penyeberangan tak sebidang, yang terdiri dari: 1. Jembatan penyeberangan

2. Terowongan

Daerah pejalan kaki yang tidak terlindungi/ terbuka terdiri dari:

a. Trotoar/side walk: jalur pedestrian yang terletak di kiri kanan jalan kendaraan bermotor dengan lantai perkerasan

b. Jalan setapak/foot path/trails/pathways: jalur pedestrian khusus bagi pejalan kaki, merupakan jalan kecil

c. Plaza: suatu tempat terbuka dengan perkerasan lantai, berfunsi sebagai pengikat massa bangunan dapat pula berfungsi sebagai pengikat kegiatan kegiatan

d. Pedestrian mall: jalur pedestrian yang merupakan jalan mobil/kendaraan yang ditutup dan digunakan sebagai area pejalan kaki

e. Penyeberangan sebidang, yang terdiri dari:

1. Penyeberangan zebra cross: adalah fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan

2. Pelikan: adalah fasilitas untuk penyeberangan pejalan kaki sebidang dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas

f. Lapak tunggu; fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan. Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil


(54)

menuggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya. Fasilitas tersebut diletakkan pada media jalan.

2.20.Aksesibilitas

Dalam menunjang jalur mampu fasilitas pedestrian yang aksesible, perlu diperhatikan bagaimana sebenarnya rute perjalanan yang aksesible tersebut, serta ketentuan-ketentuan umum bagi rute perjalanan yang aksesible.

Dalam Pedestrian Facilities Guidebook, dikatakan bahwa defenisi dari Rute Perjalanan yang aksesibel adalah:7

”Accessible Route of Travel is a continous unobstructed path connecting all accesible elemenst and spaces in a accesible building or facility that can be negotiated by a person using a wheel chair and that is usable by persons with other dissabbilities.

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa rute perjalanan yang aksesibeL adalah suatu jalur tampa hambatan yang menerus yang menghubungkan seluruh elemen dan ruang yang aksesibel dalm bangunan atau fasilitas yang aksesibel yang bisa digunakan oleh orang yang menggunakan kursi roda dan juga berfungsi bagi orang orang dengan kekurangan yang lain (termasuk rute akses melalui tapak antara entrance bangunan dan fasilitas fasilitas umum lainnya, seperti tempat parkir, trotoar, tempat tempat istirahat, dan lain lain).

7

Washington State Department of Transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak, Washington, September 1977, halm 35.


(55)

Ketentuan ketentuan rute perjalanan yamg Aksesibel yaitu:

a. PENIADAAN HAMBATAN DAN HALANGAN: Rute perjalanan yang aksesible harus menerus dan tanpa halangan, penghalang dan perubahan ketinggian yang mendadak dapat menciptakan bagi pejalan kaki, terutama bagi mereka yang memiliki cacat tubuh. Jangan menempatkan penghalang seperti pelengkap jalan, power poles, papan tanda dan elemen elemen lain pada rute jalur pejalan kaki. Koordinasi antara pemerintah lokal, pihak swasta perusahaan, dan yang lainnya sangat penting untuk mencegah penempatan elemen elemen yang dapat menjadi rintangan pada jalur pejalan kaki setelah suatu projek didisain dan dibangun.

b. LEBAR DAN BEBAS: jalur yang lebar dan bebas/mulus, tanpa adanya rintangan seperti tanda tanda, stan stan koran dan tempat tempat sampah dibutuhkan bagi tercapainya rute perjalanan yang aksesible. Sangat baik untuk memberikan rute langsung untuk perjalanan, sehigga para pejalan kaki tidak perlu harus mengganti jurusan perjalanan mereka untuk menghindari halangan halangan tersebut. Bebas vertikal juga perlu untuk mengakomodasi orang orang berbadan tinggi dan yang memiliki kesulitan penglihatan;

c. KAWASAN LALUAN DAN ISTIRAHAT: Hindari jarak yamg jauh antara tempat tempat istirahat bagi masyarakat yang memiliki stamina dan tingkat kesehatan yang lebih rendah. Hendaknya dibuat secara berkala semak semak, tempat tempat duduk, resting posts railings, kawasan kawasan


(56)

istirahat. Dan tempat tempat-minum sebagai elemen yang dapat membuat perjalanan pejalan kaki lebih nyaman, khususnya bagi mereka yang memiliki keterbatasan pergerakan.

d. KEMIRINGAN/GRADES: Rute perjalanan yang aksesible tidak boleh memiliki kemirngan lebih dari sudut 1:20 atau 5 derajat. Jika rute perjalanan aksesible melebihi 1:20 atau 5 derajat, dibutuhkan sebuah ramp, dan harus memiliki pegangan/handrails dan tempat pendaratan/ landings.

e. CURB RAMPS PADA TROTOAR: Curb Ramps atau ramp penahan trotoar memberikan aksebilitas pada persimpngan, entrance bangunan, dan kawasan-kawasan lain dimana jalur pejalan kaki diberikan perbedaan ketinggian pada permukaan dengan curbing/penahan/ pemotong. Curb ramps harus memiliki permukaan yang dapat dikenal mudah.

f. RAMPS: membuat aksesibilitas disepanjang jalur pejalan kaki dan kawasan laluan dengan perubahan yang signifikan pada ketinggian terkadang sangat sulit. Ramp memungkinkan sebagai aksesbilitas dimana kenaikan mencapai 1:20 atau 5 derajat.

g. PERMUKAAN DAN TEKSTUR: permukaan dari jalur berjalan harus jelas dan cukup stabil untuk mendukung bagi penggunaan yang maksimal, dan kelemahan-kelemahan yang lain permukaan trotoar yamg mulus adalah yang penting, seperti yang terbuat dari beton semen Portland atau aspal beton. Gaya dan penampakan arsitektural harus seimbang dengan


(57)

kepentingan aksesibilitas. Bahan permukaan harus dari bahan yang terpilih untuk mencegah terjadinya kondisi licin bagi pedestrian.

2.21.Trotoar/Walkways

Trotoar secara tipikal terbuat dari beton dan dinaikkan dari permukaan jalan dan bersebelahan dengan pembatas atau terpisah dari pembatas oleh barisan pohon/tanaman linier. Lebar trotoar dapat bervariasi, namun secara tipikal memiliki lebar minimum 1.5 meter (5 kaki) di kawasan permukiman, dan 1.8 sampai 4.6 meter (6 sampai 15 kaki), atau lebih lebar, pada jalan Kolektor dan Arteri, atau pada kawasan kawasan tertentu.

Sedangkan walkways sangat berbeda dari trotoar. Walkways secara umum dibuat diatas permukaan tanah eksisting tanpa dinaikkan. Walkways biasanya dipisahkan secara horizontal dengan penanaman semak semak atau parit. Walkways biasanya terbuat dari material lain dari beton seperti aspal, batu padat, atau batu yang dihancurkan.


(58)

Gambar 2.3.7.1 Tipikal Jalur Pejalan Kaki/Walk Ways

a) Kriteria Trotoar/Walkways

Fungsi Trotoar adalah sebagai komponen integral dari sistim jalan yang ramah bagi pejalan kaki (pedestrian friendly street system) dimana pedestrian dapat merasakan keamanan, aksesibilitas dan pergerakan yang efisien. Trotoar dapat meningkatkan keamanan pedestrian dengan pemisah pedestrian dengan lalu lintas. Yang perlu diperhatikan untuk perjalanan pedestrian di sepanjang jalan adalah:

1. Keamanan/safety

2. Pergerakan efisien/efficient space 3. Ruang yang terdefinisi/defined space


(59)

4. Jelas/visibility 5. Aksesibel

6. Nyaman dan lingkungan yang menarik Atribut bagi Trotoar yang baik adalah:

1. Aksesibilitas: koridor trotoar harus dapat diakses dengan gampang bagi semua pemakai apapun tingkat kemampuannya.

2. Lebar yang sesuai: pada beberapa area, dua orang bejalan bersama harus dapat dilalui oleh orang kedua yang sedang berjalan, dan beda kecepatan berjalan harus memungkinkan;

3. Keamanan/safety: koridor trotoar harus memungkinkan pedestrian untuk merasakan keamanan dan preditabilitas. Pengguna trotoar harus merasa tidak terancam dengan lalulintas yang bersebelahan dengannya.

4. Kontiniutas: rute berjalan sepanjang koridor trotoar harus jelas dan tidak membuat pedestrian berjalan keluar jalur pedestrian

5. Lansekap: pohon-pohon dan tanaman di koridor trotoar harus dapat menciptakan iklim mikro yang diinginkan dan harus memberikan kontribusi bagi kenyamanan psikologi dan visual pengguna trotoar. 6. Ruang sosial: koridor trotoar harus ada tempat untuk berdiri, bekunjung

dan duduk. Koridor trotoar harus merupakan suatu tempat dimana anak-anak dapat berpartisipasi secara aman dalam kehidupan publik.


(60)

7. Kualitas kawasan: koridor trotoar harus dapat memberikan kontribusi bagi karakter suatu kawasan perumahan dan bisnis, dan memperkuat identitas mereka;

b) Dimensi jalur Trotoar

Secara umum, lebar trotoar maupun walkways harus dapat mengakomodasi volume pedestrian yang menggunakannya. Menurut pedoman yang terdapat pada Pedestrian Facilities Guidebook jalan distrik Arteri dengan lebar 24,5 meter harus mempunyai zona trotoar 4,6 meter, jalan Lokal atau kolektor dengan lebar 18,2 meter harus mempunyai lebar zona Trotoar 3,7 meter. Sedangkan Dimensi Jalur Pedestrian menurut Kelas Jalan Adalah sebagai berikut: 8

1. Jalan kelas satu dengan lebar 20 meter, daerah pejalan kaki 7 meter 2. Jalan kelas dua dengan lebar 15 meter, daerah pejalan kaki 3,5 meter 3. Jalan kelas tiga dengan lebar 10 meter, daerah pejalan kaki 2 meter. Dimensi Jalur Pedestrian berdasarkan Lingkungan antara lain:9

1. Lingkungan pertokoan lebar daerah pejalan kaki adalah 5 meter. 2. Lingkungan perkantoran lebar daerah pejalan kaki adalah 3,5 meter. 3. Lingkungan Perumahan lebar daerah pejalan kaki adalah 3 meter

8

Alexander, Christoper, A Pattern Language, Town Building Construction, Oxford University Press, New York, 1977.

9

Cartwright, Richard M., The Design of Urban Space, The Architectural Press Ltd., London, Halsted Press Division John Wiley & Sons, New York, 1983.


(61)

Sedangkan lebar minimum trotoar tanpa pembatas adalah 1,5 meter. Hal ini untuk dapat memberikan keleluasaan sebagai berikut:

1. Trotoar mampu untuk melayani fungsi kolektor, mengakomodasi volume pedestrian dan pergerakan berputar dari properti yang berdampingan

2. Memberikan kesempatan bagi pedestrian dengan tongkat, bawaan atau kantong berbelanjaan , atau penggunaan kursi roda atau alat bantu lain untuk saling berjalan/berlalu.

3. Memberikan ruang untuk mengantri bagi pedestrian pada sudut-sudut jalan maupun jalur penyeberangan;

4. Memberikan ruang untuk 2 orang berjalan berdampingan maupun saling melewati

5. Memberikan ruang bagi anak-anak dengan sepeda roda tiga, gerbong/kereta dorong, skates, maupun permainan/aktivitas lain, lebar bersih tersebut harus bebas dari semua pohon/tanaman, tanda-tanda, tombol-tombol utilitas hydrat, parkir, dan perabotan jalan lainnya.


(62)

Gambar 2.3.7.2 Lebar Bersih Minimum Trotoar

Tinggi bersih vertikal terhadap langit-langit/ceilings, panel-panel tanda, dan elemen diatas kepala dilokasi tempat pedestrian berjalan kaki minimal 2030 milimeter (80 inchies).

Bila trotoar bersebelahan dengan lokasi parkir, maka dibutuhkan lebar tambahan sebesar 0.6 meter untuk memungkinkan sebagai ruang untuk membuka pintu mobil (lihat Gambar 2.3.7.3)


(63)

Gambar 2.3.7.3 Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil

c) Zona pada Trotoar

Trotoar pada umumnya dibuat di kawasan berjalan umum diantara pembatas jalan/jalur lalu lintas dari garis kepemilihan. Trotoar terdiri dari 4 kawasan yang berbeda yakni: curb zone atau zona pembatas, furnishing zone atau zona perabotan, trough pedestrian zone atau zona laluan pedestrian, dan frontage zone atau zona bagian depan (lihat Gambar 2.3.7.4)


(64)

Gambar 2.3.7.4 Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan

1) Zone Pembatas (Curb Zone)

Pembatas (curb): mencegah air pada jalan memasuki kawasan pedestrian, mencegah kenderaan untuk berjalan di atas kawasan pedestrian, dan membuat jalan gampang dibersihkan. Sebagai tambahan, pembatas/curb membantu mendefenisikan lingkungan pedestrian dikawasan jalan, walau didisain yang lain lebih efektif untuk tujuan ini. Pada sudut jalan, curb/pembatas berfungsi sebagai elemen yang penting bagi pedestrian yang menggunakan tongkat untuk mengetahui jalannya.


(65)

Kecuali untuk beberapa kawasan, curb/pembatas harus memiliki lebar 150 mm, tinggi 150 mm, untuk kawasan permukiman, serta lebar 175 mm dan tinggi 175 mm , untuk kawasan komersil. Untuk mencegah pergerakan kenderaan masuk ke kawasan torotoar direkomendasi agar ketinggian dari curb tidak boleh kurang dari 100 mm. kecuali untuk kawasan persimpangan dimana ketinggian dapat diturunkan untuk mengakomodasi perletakan ramp.

2) Zona Perabotan (The Furnishing Zone)

Zona perlengkapan membatasi pedestrian dari jalur lalu lintas, dan juga merupakan kawasan tempat perpohonan, tombol-tombol tanda, tombol-tombol utilitas, lampu-lampu jalan, kotak-kotak control, hydrant, tanda-tanda meteran parkir, dan perabot jalan yang lain. kawasan ini adalah kawasan dimana orang bebas dari mobil-mobil yang parkir.

Pada furnishing zone tersebut harus terdapat pepohonan. Pada kawasan komersil, zona ini dapat diekspos dengan dinding-dinding, pohon dan kotak kota pepohonan, bunga, dan semak belukar. Pada kawasan lain, zona ini secara umum tidak diekspos, kecuali pada bagian jalan akses. Tapi dibuat landscape dengan kombinasi dari pepohonan, semak-semak, rerumputan, dan perencanaan landscape yang lain.


(66)

3) Zona laluan pedestrian (The Through Pedestrian Zone)

Zona laluan pedestrian merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk laluan pedestrian. Zona ini harus total bebas dari objek-objek permanen, maupun tidak permanen. Telah diuraikan sebelumnya bahwa lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter namun dapat ditambahkan khususnya bagi kawasan-kawasan tertentu yang memiliki volume pedestrian yang lebih tinggi.

Yang perlu diperhatikan pada zona ini adalah:

a. Pemukaan harus kuat dan stabil, serta anti licin, dan memungkinkan untuk dilalui oleh pedestrian yang menggunakan tongkat, kusi roda, maupun alat bantu yang lain.

b. Trotoar secara umum terbuat dari beton semen portland (PCC), dan permukaannya dapat ditambah maupun diekspos dengan elemen-elemen tradisional maupun pola lain sesuai dengan karakteristik kawasan.

4) Zona Depan Bangunan (The Frontage Pedestrian Zone)

Zona bagian depan merupakan kawasan diantara zona laluan pedestrian dan garis kepemilikan. Zona ini memberikan kenyamanan bagi pedestrian dari bagian depan bangunan, dimana bangunan terletak garis tanah, atau dari elemen-elemen seperti pagar dari properti pribadi.


(67)

Bila tidak ada furnishing zone, elemen dimana secara normal tempat untuk shelter transit dan semak-semak, kios telepon, katup-katup tanda lampu serta kotak-kotak control, rambu-rambu parkir, dan lainnya, dapat ditempatkan pada zona bagian depan tersebut ataupun diberikan lebar tambahan.

Perletakan elemen-elemen seperti tangga, jendela, elalase, kanopi, atap, overhang, rambu-rambu, bendera, sepanduk, pagar, dinding, tembok, maupun tanaman-tanaman harus sesuai dengan kebijakan yang digunakan. Pada lampiran dapat lihat lembar yang direkomendasikan bagi koridor trotoar untuk beberapa jenis kelas jalan.

d) Permukiman

Trotoar dan walkways di kawasan kota secara tipikal terbuat dari beton semen portland yang memberikan permukaan yang halus, tahan lama, serta gampang ditingkatkan dan perbaiki. Pola-pola tertentu dapat ditambah pada permukaan trotoar sesuai dengan pola-pola tradisional yang sesuai dengan kawasan tersebut bila diperlukan. Setiap material yang digunakan untuk trotoar dan walkways harus anti licin dan gampang dibersihkan (lancar dibersihkan dari salju, dan tidak gampang hancur maupun pecah). Permukaan harus aksesibel, sesuai dengan kriteria “stabil, kuat, dan anti licin”.


(68)

e) Pemisahan / Pembatas Jalan

Ada beberapa disain yang rekomendasikan sebagai pemisah antara trotoar dengan sisi jalan raya, antara lain:

1. Pepohonan/tanaman sebagai buffer 2. Trotoar berliku

3. Parit

4. Pembatas/curb

5. Pembatas yang miring 6. Jalur sepeda

7. Pembatas dari beton/concrete barriers

1) Pepohonan/Tanaman

Trotoar disepanjang jalur lalu lintas pada umumnya dipisahkan oleh barisan tanaman yang selain fungsi sebagi vegetasi ,juga sebagai buffer bagi pejalan kaki, penanaman buffer (pepohonan, Taman, semak-semak,dan lainnya), secara umum merupakan pemisah paling efektif antara trotoar dan luar lalulintas. Buffer ini dapat memberikan rasa aman bagi pedestrian yang berjalan disepajang trotoar tersebut. Penanam buffer dapat didesain sedemikian rupa sebagai elemen vegetasi yang dapat menambah keindahan suatu kawasan.

Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari penanaman buffer, beberapa keuntungan antara lain:


(69)

b. menjadi kawasan penerapan dan pengaturan air

c. menjadi lokasi untuk penempatan perabot jalan seperti tanda-tanda utilitas, hydrant, diluar lebar bersih bagi pejalan kaki.

d. meningkatkan nilai estetis kawasan dan meningkatan lingkungan pedestrian

e. jika cukup lebar, dapat ditanam pohon-pohon yang lebih besar, untuk melindungi pejalan kaki dari perubahan cuaca, khususnya panas. Minimum lebar 4.5 meter untuk penanaman pohon-pohon yang lebih besar

f. merupakan solusi pemisahan trotoar yang lebih hemat, jika ruang yang dibutuhkan tersedia

Beberapa kelemahannya antara lain:

a. Dibutuhkan pemilihan khusus dan sangat bervariasi, bergantung kepada tipe Lansekap yang dipilih.

b. Jika tidak didisain dan diatur dengan baik, lansekap tersebut dapat menghambat penglihatan, yang dapat menimbulkan masalah keamanan

c. Akar yang bertumbuh akan dapat merusak permukaan trotoar maupun jalan jika tidak diawasi dengan baik.


(70)

2) Trotoar Berliku

Trotoar berliku walau bisa memberikan nilai estetik, namun bukan cara yang paling efisien untuk mengarahkan pedestrian dari satu tempat ketempat lain. Cara ini juga dapat menyulitkan bagi pedestrian yang memiliki penglihatan yang kurang baik. Jika trotoar berliku tetap dibutuhkan, trotoar tersebut dapat didesain dengan cara mengurangi jumlah lingkungan untuk menghindari rute yang terlalu berkelok-kelok dan tidak langsung (Gambar 2.3.7.5) memperlihatkan perbandingan antara trotoar lurus dengan trotoar berliku.


(71)

3) Parit

Pada beberapa jalur lalu lintas kawasan perumahan, parit terbuka yang terdapat di sepanjang sisi jalan berfungsi sebagai pengatur aliran air khususnya air hujan. Bila terdapat ruang cukup pada sisi kanan jalan tersebut, trotoar ataupun walkways dapat diletakkan di belakang parit, sebagai kawasan buffer antara kenderaan bermotor dan pedestrian

4) Pembatas

Secara umum dibutuhkan pada jalan-jalan dengan volume dan kecepatan yang tinggi, serta yang membutuhkan kontrol drainase yang baik, curb dan buffer ataupun curb vertikal secara umum dibutuhkan dijalan-jalan.

Pembatas memberikan suatu pemisahan fisikal antar kenderaan yang berjalan dengan pedestrian. Pembatas memberikan suatu citra kota. Mengilustrasikan trotoar yang bersebelahan dengan Pembatas atau Buffer.

5) Pembatas Miring (Rolled Curb)

Merupakan jenis pembatas yang biasanya digunakan kawasan-kawasan perumahan pinggiran kota. Pembatas miring memberikan keuntungan bagi developer dimana dengan menggunakan pembatas ini, maka pemotongan jalan/ramp khusus untuk jalan masuk bagi


(72)

perorangan tidak perlu lagi. Namun, Pembatas Miring sering menimbulkan permasalahan. Karena pembatas miring gampang dinaiki/dilewati oleh kendaraan bermotor, pengendara sering parkir diatas pembatas tersebut, dan menghambat trotoar, dengan demikian, pembatas miring bukanlah pemisah yang baik bagi pedestrian dan kendaraan bermotor (lihat Gambar 2.3.7.6)

Gambar 2.3.7.6 Pembatas Miring pada Trotoar di kawasan Pemukiman

6) Jalur Sepeda Sebagai Pemisah

Jika jalur sepeda diletakkan diantara jalur lalu lintas dan perjalanan kaki, maka jalur sepeda tersebut merupakan buffer antara pedestrian dan lalulintas (lihat Gambar 2.3.7.7)


(1)

berlaku didalam Perancangan Kota, demi untuk meningkatkan fungsi jalur pedestrian tersebut, terutama untuk mengintegrasikan elemen-elemen pedestrian yang ada.

h. Direkomendasikan pembuatan tempat Transit Angkutan Kota pada daerah sekitar Jalan Brigjen Katamso Daerah Istana Maimoon Medan untuk memastikan tempat turun dan naik penumpang sebelum menuju dari dan ke tempat bekerja, maupun sebelum menuju lokasi Istana Maimoon Medan i. Direkomendasikan pembuatan jembatan penyeberangan dari sekitar lokasi

Istana Maimoon menuju Perpustakaan Umum Sumatera Utara, sebagai akses penghubung alternatif ke segmen penghubung utama jalur pedestrian Jalan Mesjid Raya Medan.

Sedangkan Aktivitas Pendukung Pedestrian pada kawasan Luar Kajian yang merupakan jalur segmen penghubung utama Jalan Mesjid Raya antara lain: a. Direkomendasikan penataan jalur Pedestrian sepanjang Jalan Mesjid Raya

Medan sesuai dengan standar-standar yang berlaku dalam Perancangan Kota, termasuk penataan zona-zona pedestrian agar dapat menjadi jalur pejalan kaki yang layak dan manusiawi.


(2)

c. Direkomendasikan Penataan Lokasi Kolam Sri Deli Medan terutama untuk mengantisipasi even tahunan Ramadhan Fair, menyangkut parkir kenderan, tempat makan minum, tempat pameran seni budaya, tempat penjualan souvenir dan lainnya agar dapat menjadi satu kesatuan yang harmonis dan memiliki daya tarik yang tinggi bagi para pedestrian, pengunjung maupun wisatawan.

d. Direkomendasikan penataan Ruang Terbuka yang terdapat disekitar Kolam Air Mancur Mesjid Raya Medan, yang berfungsi sebagai tempat istrahat dan rilek bagi para pengunjung maupun wisatawan.

e. Direkomendasikan penataan parkir kenderaan bermotor baik roda dua dan roda empat pada areal depan jalan sisingamangaraja dan terutama Jalan Mesjid Raya Medan untuk memastikan fungsi zona Trotoar yang ada dapat digunakan dengan baik oleh pedesrian maupun pengunjung.

f. Direkomendasikan Perlunya penataan zona perlengkapan Trotoar pada sepanjang Jalan Mesjid Raya Medan.

g. Direkomendasikan pembuatan Jembatan Penyeberangan dari Trotoar depan Kolam Sri Deli Medan menuju ke Trotoar Hotel Madani Medan untuk akses penghubung dengan kawasan kajian Istana Maimoon Medan yang hanya berjarak 200 Meter, sekaligus berfungsi sebagai focal Point.


(3)

BAB VII KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Fasilitas khususnya tempat makan dan minum serta tempat duduk-duduk, parkir kenderaan bermotor perlu ditata dengan baik, dimana hal tersebut sangat berpengaruh bagi kenyamanan pedestrian.

2. Menurut responden, masalah utama bagi Trotoar adalah pedagang kaki lima dan parkir kenderaan bermotor yang terdapat di koridor trotoar yang membuat Pedestrian kurang nyaman. Selain itu kurang lebarnya Trotoar dan permukaan Trotoar yang tidak rata dan rusak, membuat Pedestrian merasa kurang nyaman untuk berjalan kaki, termasuk penataan pendukung aktivitas pedestrian yang dapat memberikan daya tarik bagi pedestrian.

3. Responden menganggap kawasan kajian masih kurang penerangan, hal ini yang membuat perasaan tidak aman bagi pedestrian untuk berjalan pada malam hari. 4. Selain itu kesan kawasan dan pusat keramaian pada malam hari hanya terdapat


(4)

sangat sepi pada malam hari. Selain itu juga responden berpendapat bahwa angkutan umum terlalu cepat berhenti beroperasi pada sebagian besar kawasan pusat Kota.

6. Secara umum responden berpendapat bahwa selain permasalahan penerangan yang kurang di kawasan perkotaan pada malam hari, masalah keamanan dan kriminalitas juga merupakan masalah yang perlu dibenahi karena berpengaruh bagi rasa aman Pedestrian.

7. Hampir semua responden berpendapat bahwa objek yang paling Diingat dikawasan Kajian adalah Istana Maimoon Medan. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman masyarakat tentang Ruang Kota telah memadai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Christoper, A Pattern Langguage, Town Building Construction, Oxford University Press, New York, 1977.

Cartwright, Richard, M., The Design of Urban Space, The Architectural Press Ltd., London Halsted Press Division John Wiley & Sons, New York, 1983.

Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum, Jakarta, 1999.

Ichwan, Matari, Rido, Penataan dan Revitalisasi Sebagai Upaya Meningkatkan daya Dukung Perkotaan, Pengantar kepada Falsafah Sains (PPS 702), Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor 2004.

Jacob, B., Alan, The Great Street, 1993. Kota Medan Dalam Angka, 2006.

Kecamatan Medan Maimoon dalam Angka, 2006 Kelurahan Aur Dalam angka, 2006

Laurent, Joice, Marcella, Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo Jakarta, 2004. Lynch, Kevin, The Image OF City, The MIT. Press, 1960.

Lynch, Kevin, A Theory of Good City Form, The MIT. Press, 1981 Lynch, Kevin, Site Planning, The MIT Press, 1976..

Mateo, Inderlina, B., The Study of Effective Urban Downtown Pedestrian Street in Metro Manila, School of Urban and Regional Planning, University of Philipines, 2002.


(6)

Shirvani, Hamid, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1985.

Unterman, Richard, K., Accomodation The Pedestrian, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1984.

Washington State Departement of Transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak, Washington, 1977.