Hubungan antara interval dosis pupuk ekstra terhadap laju infeksi dapat dilihat pada gambar 16. Hasil analisis menunjukkan pola hubungan kuadratik dimana
pada klon BPM 24 K
3
nilai koefisien detreminannya adalah R
2
= 0,64, sedangakan pada klon PB 260 K
4
nilai koefisien detreminannya adalah R
2
= 0,58.
y = 3E-05x
2
- 0,0008x + 0,0657 R
2
= 0,5862 k4
y = -5E-05x
2
+ 0,0017x + 0,1602 R
2
= 0,6431K3
- 0,020
0,040 0,060
0,080 0,100
0,120 0,140
0,160 0,180
0,200
10 20
30 40
50 60
70 80
Dosis Pupuk Ekstra N,K La
ju I
n fe
k s
i r
Rataan K1 Rataan K2
Rataan K3 Rataan K4
Gambar 16. Hubungan Interaksi Interval Dosis Pupuk Ekstra N, K dan Klon terhadap Laju Infeksi
Pembahasan
I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides
Hasil analisis uji virulensi isolat C.gloeosporioides asal langkat I
1
Besitang dan asal Deli Serdang I
2
Kebun Sungei Putih terhadap klon karet dapat dilihat pada Tabel 20.
Dari analisis
menunjukkan bahwa intensitas serangan yang tertinggi diperoleh
dari klon BPM 24 dan isolat asal Deli Serdang perlakuan K
3
I
2
dengan periode laten 2 hsi, laju perkembangan bercak r = 0,31 dan intensitas penyakit sebesar
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra N,K…, 2008 USU e-Repository © 2009
92,50 yang berbeda nyata dengan perlakuan yang lain menunjukkan tingkat ketahanan rentan. Bila dibandingkan dengan menggunakan isolat Langkat I
1
menunjukkan peningkatan periode laten yaitu 2,60 hsi, penurunan laju perkembangan bercak menjadi 0,15 dan intensitas penyakit 64,38 dengan tingkat ketahanan
menjadi agak rentan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa klon BPM24 memberikan respon yang berbeda terhadap isolat Langkat I
1
dan isolat Deli Serdang I
2
dan juga dapat dikatakan bahwa klon BPM 24 lebih rentan terhadap isolat asal Deli Serdang karena waktu yang dibutuhkan mulai dari infeksi sampai
terjadinya gejala penyakit lebih cepat dibanding perlakuan yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Woelan dkk, 1999 bahwa ketahanan klon BPM 24 terhadap
C.gloeosporioides kurang baik dan ini dapat terjadi karena pemberian perlakuan isolat D.Serdang setelah diuji ternyata lebih virulen menunjukkan intensitas serangan
yang lebih tinggi, sesuai dengan pendapat Abadi 2003, bahwa tingkat virulensi dari ras suatu species bervariasi sehingga kemampuannya juga berbeda dalam menyerang
tanaman.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra N,K…, 2008 USU e-Repository © 2009
Tabel 20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode laten hari, laju perkembangan bercak r, intensitas penyakit IS,
skala ketahanan dan tingkat ketahanan klon karet
I1 Isolat langkat I2 Isolat Deli Serdang
Perlakuan PL R IS Skala TK PL R IS Skala
TK
BPM1 3.0 0,14 40,75 2.25
Agak resisten
2.40 0,14 44,38 2.25 Moderat
GT1 2.8
0,11 41,94
2.00 Moderat
2.25 0,10
44,55 2.50
Moderat BPM24
2.60 0,19
64,38 3.25
Agak rentan
2 0,31
92,50 4.00
Rentan PB260
3.20 0.15 45,53 2.25
Moderat 2.80
0,17 50,63 2.25 Moderat
Keterangan : PL = Periode Laten, r = Laju Perkembangan penyakit, IS = Intensitas penyakit , TK= Tingkat Ketahanan
Hal yang sama juga diperoleh pada klon BPM1 bila menggunakan isolat Langkat I
1
memberikan reaksi agak resisten dengan nilai periode laten 3 hsi, laju perkembangan bercak r = 0,14, dan intensitas penyakit 40,75 sedangkan klon
BPM 1 dengan isolat Deli Serdang I
2
menunjukkan reaksi yang moderat dengan dengan periode laten 2,40 hsi , laju perkembangan bercak 0,14 dan intensitas
penyakit 44,38. Pada klon GT 1 K
2
dan PB 260 K
4
bila menggunakan isolat Langkat I
1
dan isolat Deli Serdang I
2
menunjukkan nilai periode laten berkisar antara 2,25 hsi – 3,2 hsi, laju perkembangan bercak berkisar antara 0,10 – 0,19 dan
intensitas penyakit berkisar antara 41,94 - 50,63 dengan tingkat ketahanan moderat. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa telah terjadi pergeseran tingkat ketahanan
menurut hasil penelitian Woelan dkk, 1999 klon PB 260 dan BPM 1tahan terhadap C.gloeodporioides ternyata setelah diuji tingkat ketahanan BPM 1 berubah menjadi
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra N,K…, 2008 USU e-Repository © 2009
agak resisten sedangkan PB 260 tingkat ketahanannya menjadi moderat pada isolat Langkat, sedangkan terhadap isolat Deliserdang tingkat ketahanan klon BPM 1 dan
PB 260 berubah menjadi moderat. Klon GT 1 tingkat ketahanannya juga berubah menjadi moderat baik itu dengan isolat C.gloeosporioides asal Langkat maupun
D.Serdang sedangkan klon BPM 24 berubah tingkat ketahanannya dari rentan menjadi agak rentan pada isolat C.gloeodporioides asal Langkat dan pada isolate
C.gloesporioides Deli Serdang tingkat ketahanannya tetap rentan. Dari hasil penelitian isolat Deli Serdang I
2
menunjukkan kemampuan menginfeksi dan berkecambah lebih cepat dibanding isolat Langkat I
1
pada semua klon yang diuji. Hal ini bisa disebabkan karena semua daun dari klon yang diuji
berasal dari areal kebun setempat sehingga isolat lebih mudah untuk menginfeksi dan isolat sudah beradaptasi dengan klon setempat dibanding isolat Langkat. Dugaan ini
sesuai menurut Van der Plank 1968 bahwa penanaman hanya satu klon atau varietas dalam skala luas akan mendorong timbulnya ras yang virulen
Virulensi isolat asal Deli Serdang I2 yang lebih tinggi dibanding isolat Langkat I1, karena kemampuan isolat Langkat I1 dalam menyebabkan gejala
penyakit lebih rendah dibanding isolat D.Serdang I2 pada klon K1 BPM 1 dan Klon K4 PB 260 dan masa inkubasi isolat Deli Serdang lebih cepat dan laju
perkembangan bercaknya juga lebih tinggi. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan daya infeksi isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang juga
dipengaruhi oleh klon karet dalam merespon infeksi dari isolat dan kemungkinan
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra N,K…, 2008 USU e-Repository © 2009
adanya suatu mekanisme pertahanan dari klon karet, tumbuhan sebagai inang akan melakukan reaksi terhadap kehadiran dan aktivitas patogen.
Wolfe dan Caten 1987, mengatakan bahwa adanya perbedaan virulensi atau ras patogen dalam populasi disebabkan perbedaan genetika patogen. Selain itu
beberapa isolat patogen yang berasal dari klon karet dan sentra pekebunan menunjukkan keberagaman virulensi tetapi belum dapat dikelompokkan dalam suatu
ras Pawirosoemardjo dkk., 1982; dan Situmorang, 2004. Tingkat ketahanan klon yang moderat dicerminkan dengan lambatnya periode
laten dan laju perkembangn bercak dan kecilnya intensitas serangan atau keparahan penyakit sedangkan klon yang agak rentan dan rentan dicerminkan dengan cepatnya
periode laten dan tingginya laju perkembangan bercak dan intensitas serangan atau keparahan penyakit.
Tingkat virulensi dari isolat atau patogen menunjukkan tingkat kemampuan patogen tersebut dalam menimbulkan penyakit. Perubahan – perubahan yang terjadi
pada patogen dapat menyebabkan meningkatkan atau menurunkan sifat patogenitasnya. Perbedaan dalam tingkat virulensi patogen menyebabkan adanya
perbedaan ras fisiologi dalam tingkat kemampuan patogen untuk menyerang suatu varietas inang. Teori ”Gene for gene” dari H.H. Flor menerangkan bahwa tiap gen
dari inang yang mengatur resistensi selalu berkoresponden dengan gen dari patogen yang mengatur virulensi, demikian juga sebaliknya.
Syamsafitri : Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Dan Pemberian Pupuk Ekstra N,K…, 2008 USU e-Repository © 2009
II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra N, K
Rangkuman hasil analisis pertumbuhan klon dengan pemberian pupuk ekstra N,K dapat dilihat pada lampiran 18 dan 19, sedangkan hasil korelasi analisis
pertumbuhan klon dengan pemberian pupuk ekstra N,K pada lampiran 20. Tanaman sering menderita karena berbagai gangguan lingkungan fisik seperti
kekurangan air,kekurangan zat hara,iklim, gangguan biologi yaitu serangan oleh patogen tanaman sehingga tanaman menjadi sakit. Klon tanaman karet ternyata
memiliki perbedaan tingkat ketahanan terhadap jamur patogen penyebab penyakit
gugur daun C.gloeosporioides, dan perkembangan jamur patogen juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dimana dalam penelitian ini diberikan pupuk ekstra N,K dalam berbagai taraf. Hasil analisis pengujian ketahanan klon dengan pemberian
pupuk ekstra N,K pada data pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh klon juga pemberian pupuk ekstra N,K.
1. Tinggi Tanaman cm