Partisipasi Fungsional
5. Partisipasi Fungsional
Jenis partisipasi ini bercirikan 1) masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan khusus terkait dengan proyek, 2) keterlibatannya mungkin bersifat interaktif, tapi cenderung meningkat di kemudian hari dalam siklus proyek setelah keputusan utama diambil, dan 3) institusi-institusi yang dibentuk cenderung memiliki ketergantungan pada fasilitator luar, tapi bisa juga menjadi mandiri. Contoh bentuk partisipasi fungsional di Kemiren adalah dibentuknya kepanitiaan dalam mempersiapkan upacara adat Barong Ider Bumi dan Tumpeng Sewu. Kepanitiaan yang sifatnya insidental ini telah mampu melakukan kerja-kerja perencanaan, pengorganisasian hingga pelaksanaan acara Ider Bumi dan Tumpeng Sewu sebagai salah satu kegiatan adat dan pariwisata desa.
Kedua upacara adat tersebut pada awalnya hanya berupa barong berparade di sepanjang jalan utama Kemiren. Pengembangan pariwisata desa turut mempengaruhi kemasan ritual adat tersebut. Menurut salah satu informan, pengemasan kedua ritual adat tersebut diawali pada tahun 2000an:
Tambah rumit. Jalukane kudu rame. Iki-iki. Padahal paren hang ditonjolaken. Jare isun. Hadung bengen kan krentege iku cuma ono arak-arakan thok. Hing kabeh ndeleng. Setelah ono Pak Iwan tahun 2000 piro gedigu hun mage SD. Dadi cumak sekedar arak-arakan barong ngulon ngetan marek wes. Trus diundangaken iki iki, didanai iki iki, dadi rame. Kabeh hang ngatur Pak Iwan. Pak Iwan mungkin saiki cumak nyumbang-nyumbang. Hadung isun sing demen.. ”
(Semakin rumit. Tuntutannya acara tersebut dibuat meriah. Padahal apa sih yang diunggulkan. Kalau dulu kan niat awalnya memang arak-arakan saja. Tidak semua menonton. Setelah ada pak Iwan pada tahun 2000 sekian waktu saya sendiri masih duduk di bangku SD, Jadi hanya sekedar mengarak barong dari timur ke barat ya sudah selesai. Semua yang mengatur Pak Iwan. Pak Iwan saat ini mungkin hanya menyumbangkan dana. Kalau saya sih tidak setuju (ritual semacam itu dikemas) (wawancara 20 Juli 2013)
Namun demikian, ternyata pengalaman beberapa tahun mengurusi dua upacara besar tersebut menyisakan masalah seperti komentar salah satu informan ketika ditanya apakah tidak suka dengan pengemasan ritual adat tersebut: “ Yo seneng, tapi mlayu nyang picis iku mau. Dadi rumit lan uwong2 ini dadi benceng ceweng ngomongaken picis .” (Ya senang, tapi ujung-ujungnya duit itu tadi. Jadi semakin rumit dan orang- orang jadi ribut soal dananya) (Wawancara pada 20 Juli 2013).
Sebenarnya memang ada perbedaan pendapat antara pihak yang setuju dan yang tidak setuju dengan pengemasan ritual adat. Yang menyepakati tentu saja berpandangan bahwa hal tersebut sah-sah saja asalkan tidak menghilangkan esensi pokok ritual sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin mengemas acara tersebut untuk menarik minat wisatawan ke Kemiren. Sementara itu, pihak yang tidak sepakat bersikukuh bahwa ritual adat itu sakral sehingga tidak perlu dipoles di sana-sini.
Pengembangan pariwisata dan pemertahanan nilai-nilai budaya kadang-kadang memang dipertentangkan satu dengan lainnya. Padahal semestinya pengembangan pariwisata merupakan bagian dari usaha kreatif pemertahanan dan konservasi budaya.
Untuk itulah harus diupayakan terus agar pengembangan pariwisata dapat bersinergi dengan upaya pemertahanan dan konservasi budaya lokal.
Gambar 48. Peran serta para lansia di Kemiren dalam penyelenggaraan Ider Bumi tahun 2013. (Sumber gambar: Dok. pribadi, 2013)
Secara keseluruhan, terdapat lima tipe partisipasi masyarakat yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata di Kemiren. Sementara dua jenis partisipasi yang belum ditemukan di Kemiren, yaitu partisipasi interaktif dan mobilisasi diri. Partisipasi interaktif dan mobilisasi diri ini secara umum bercirikan kemandirian dalam pengorganisasian masyarakat dalam melakukan analisis bersama, pengembangan dan pembuatan atau penguatan institusi. Dua tipe partisipasi tertinggi ini memandang partisipasi sebagai suatu hak dan tak hanya sebagai alat mencapai tujuan proyek. Partisipasi jenis ini juga memiliki kecenderungan untuk melibatkan metodologi interdisipliner dan memanfaatkan proses pembelajaran yang terstruktur dan sistematis. Selain itu, kelompok lokal secara mandiri mampu mengontrol pembuatan keputusan lokal dan menentukan cara memanfaatkan sumberdaya dan masyarakat mampu mengambil inisatif yang terpisah dari institusi luar. Salah satu hal yang bisa menjadi penilaian ada atau tidaknya bentuk partisipasi ini adalah keberadaan seperangkat aturan beserta lembaga/organisasi masyarakat. Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan adanya Perdes tentang pariwisata dan lembaga pengelola pariwisata desa di Kemiren.