Pengembangan Program Desa Wisata dan Eko

LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

PENGEMBANGAN PROGRAM DESA WISATA DAN EKOWISATA

BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI

Tim Peneliti:

Wiwin Indiarti, S.S., M.Hum. drh. Arya Mahdi Tri Mulyati, M.Pd.

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI

2013

KATA PENGANTAR

Penelitian Bersumberdana APBD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 yang berjudul Pengembangan Program Desa Wisata dan Ekowisata Berbasis Partisipasi Masyarakat di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi ini terselenggara berkat kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuwangi dan Universitas PGRI Banyuwangi. Oleh karena itulah, apresiasi yang sebesar-besarnya disampaikan terhadap Pemerintahan Bupati Anas yang telah menggagas ide sekaligus mewujudkannya menjadi program kerja untuk 1) menggandeng perguruan tinggi lokal untuk berperan serta secara aktif dalam rangka penguatan kapasitas pembangunan daerah serta pencapaian target output dan outcome yang telah ditetapkan dalam RKPD Kabupaten Banyuwangi dan 2) mewadahi ide-ide kreatif dan inovatif di kalangan perguruan tinggi dalam mengatasi permasalahan pembangunan Banyuwangi yang telah diuji berdasarkan prosedur dan kaidah ilmiah.

Kerja-kerja penelitian ini juga bisa diselesaikan dengan paripurna karena masyarakat Kemiren, terutama para informan kunci dan peserta FGD, sangat kooperatif dan antusiastik dengan penelitian yang kami lakukan. Atas kesediaan mereka meluangkan waktunya untuk menjadi sumber data primer penelitian ini selama kurang lebih empat bulan, yaitu bulan Mei akhir hingga September dan atas keterbukaan serta keramahan sapa mereka yang membuat kami merasa nyaman dan tak merasa sebagai liyan ( the other s), kami haturkan terima kasih yang tulus.

Kemiren memang benar adalah desa yang eksotis dengan keragaman ekspresi budaya Using yang kental. Lingkungan fisik alamnya yang sangat mendukung sebagai lahan pertanian mengejawantah serangkaian budaya agraris dalam bentuk seni tari, seni musik, seni suara, seni peran, dan bahkan seni bangunan (arsitektur). Menjaga keutuhan warisan budaya tersebut di tengah derasnya arus globalisasi dan merancang program pariwisata yang memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat pengusungnya merupakan tugas kita bersama. Kami di Universitas PGRI Banyuwangi merasa bersyukur mendapatkan kesempatan untuk ambil bagian dalam mewujudkan tugas mulia tersebut.

Banyuwangi, September 2013 Tim Peneliti

ABSTRAK PENGEMBANGAN PROGRAM DESA WISATA DAN EKOWISATA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI

Berkembangnya pembangunan pariwisata selain mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat, yakni secara ekonomi, sosial dan budaya, juga bisa menimbulkan dampak permasalahan bagi masyarakat jika pengembangannya tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik. Salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan guna mengembangkan kegiatan pariwisata adalah konsep desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat. Berbeda dengan pariwisata konvensional, desa wisata dan ekowisata merupakan kegiatan wisata yang memberikan dampak langsung terhadap konservasi kawasan, berperan dalam usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, serta mendorong konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji aktifitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat, 2) memetakan faktor pendukung dan penghambat pengembangan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat,

3) mengkaji bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pariwisata, dan 4) merancang model atau strategi pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian deskriptif kualitatif yang berlangsung sejak Mei hingga September 2013 ini menerapkan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data, metode analisis interaktif untuk mengolah data, dan analisis kuantitatif SWOT untuk merumuskan model atau strategi pengembangan desa wisata dan ekowisata yang paling tepat bagi Desa Kemiren.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kemiren memiliki 5 daya tarik wisata utama, yaitu seni tradisi, ritual adat, arsitektur tradisional, suasana alam pedesaan dan tradisi budidaya padi serta anjungan wisata. Aktifitas pengelolaan kelima daya tarik tersebut dalam sebuah desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat telah berjalan, tetapi masih belum maksimal karena 14 faktor pendukung dan 10 faktor penghambat. Sementara itu terdapat 5 tipologi partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan ekowisata di Kemiren, yaitu partisipasi pasif, partisipasi dalam pemberian informasi, partisipasi dengan konsultasi, partisipasi untuk mendapatkan insentif materi, dan partisipasi fungsional. Hasil penilaian faktor internal dan eksternal (analisis kuantitatif SWOT) Desa Kemiren untuk pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat secara keseluruhan dijabarkan dalam 15 strategi prioritas pengembangan.

Kata kunci: strategi pengembangan, desa wisata, ekowisata, partisipasi masyarakat, Kemiren

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata.........................................................................................5 Tabel 2. Model Analisis SWOT....................................................................18

Tabel 3.Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan

Pariwisata di Desa Kemiren..........................................................112 Tabel 4.Faktor-faktor Strategi Internal Berdasarkan Analisis SWOT........114 Tabel 5.Faktor-faktor Strategi Eksternal Berdasarkan Analisis SWOT......115 Tabel 6.Prioritas Strategi Pengembangan....................................................116

salah satu warga...................................................................... 99 Gambar 46. Salah satu warung makan di Kemiren yang menerima pesanan kuliner khas Kemiren.................................................99 Gambar 47. Salah satu homestay di Kemiren...............................................100 Gambar 48. Partisipasi para orang tua di Kemiren dalam penyelenggaraan Ider Bumi......................................................103 Gambar 49. Kuadran SWOT Posisi Pengembangan Pariwisata di Kemiren..............................................................122

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya merupakan proses kemajuan masyarakat berdasarkan kekuatan sendiri. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan sangat tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Ukuran keberhasilan pembangunan dewasa ini bukan lagi didasarkan semata-mata atas indikator yang bersifat konvensional seperti kenaikan tingkat pendapatan atau pertumbuhan ekonomi. Indikator baru dalam menilai tingkat keberhasilan pembangunan suatu bangsa juga didasarkan atas keberhasilan negara dalam menciptakan civil society yang menyaratkan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

Pelaksanaan pembangunan pada masa lalu menempatkan pemerintah seolah-olah sebagai agen tunggal pembangunan, sedang masyarakat desa dianggap tidak memiliki kemampuan dan masih tertinggal (Wastutiningsih, 2004: 12). Pembangunan yang bersifat top down tersebut menyebabkan masyarakat desa seringkali diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek pembangunan. Menempatkan masyarakat desa sebagai subjek pembanguan merupakan hal yang penting. Apalagi sebagian besar wilayah Indonesia adalah wilayah pedesaan dengan jumlah penduduk yang amat besar. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dan menggali sumber-sumber produksi dan potensi desa untuk menghela kemajuan bangsa.

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat. Perkembangan pembangunan dunia kepariwisataan dewasa ini mulai menumbuhkan kecenderungan untuk mengolah potensi daerah, terutama desa beserta strategi pemberdayaan yang melibatkan partisipasi masyarakatnya. Seperti dinyatakan Fandeli (2002: 45) bahwa kebijakan pengembangan pariwisata daerah harus didasarkan pada paradigma yang berkembang di daerah. Untuk itulah perlu adanya kesadaran dalam pengembangan kepariwisataan untuk menempatkan desa yang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat. Perkembangan pembangunan dunia kepariwisataan dewasa ini mulai menumbuhkan kecenderungan untuk mengolah potensi daerah, terutama desa beserta strategi pemberdayaan yang melibatkan partisipasi masyarakatnya. Seperti dinyatakan Fandeli (2002: 45) bahwa kebijakan pengembangan pariwisata daerah harus didasarkan pada paradigma yang berkembang di daerah. Untuk itulah perlu adanya kesadaran dalam pengembangan kepariwisataan untuk menempatkan desa yang

Salah satu pengembangan wisata alternatif dalam dunia kepariwisataan adalah desa wisata. Konsep desa wisata merupakan salah satu bentuk pembangunan wilayah pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Pengembangan menjadi desa wisata didasarkan atas potensi dan ciri khas yang dimiliki masing-masing desa, antara lain: flora, fauna, rumah adat, pemandangan alam, iklim, makanan tradisional, kerajinan tangan, seni tradisional, dan sebagainya (Sutiyono, 2007). Pemanfaatan potensi desa dalam pengembangan desa wisata harus didasarkan pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri untuk menjadi desa wisata yang produktif.

Berkembangnya pembangunan pariwisata selain mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya, juga bisa menimbulkan dampak merugikan jika pengembangannya tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik. Berbeda dengan pariwisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang memberikan dampak langsung terhadap konservasi kawasan, berperan dalam usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, serta mendorong pembangunan berkelanjutan (Hakim, 2004). Secara garis besar, ekowisata merupakan konsep wisata ramah lingkungan yang mampu meminimalisir dampak negatif terhadap alam, sosial, budaya dan kehidupan masyarakat lokal. Konsep desa wisata dan ekowisata memiliki kesamaan mendasar dalam hal konservasi kawasan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Pariwisata merupakan salah satu potensi unggulan dan basis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata menjadi salah satu prioritas unggulan pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Banyuwangi tahun 2010-2015. Visi Pembangunan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi yang dituangkan dalam Renstra SKPD Pariwisata sebagai Penjabaran RPJMD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 adalah Mewujudkan Banyuwangi sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional yang Berbasis Kebudayaan dan Potensi Alam serta Lingkungan .

Sebagai wilayah yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang berlimpah, Banyuwangi memiliki potensi yang besar dalam bidang pariwisata. Kawasan wisata Kawah Ijen, Sukamade dan Plengkung adalah sentral Wilayah Pengembangan Pariwisata di Banyuwangi yang terkenal dengan sebutan Segitiga Berlian ( Triangle Diamond ). Ketiga tempat tersebut menjadi titik sentral yang menghubungkan tempat- tempat pariwisata satu dengan lainnya di Banyuwangi.

Dalam rangka pengembangan pembangunan di bidang pariwisata, salah satu hal yang terus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi adalah upaya pengembangan program desa wisata dan ekowisata di desa-desa dan kawasan yang potensial. Dalam hal potensi desa wisata, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan penilaian kepada Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu di antara 9 kabupaten di Jawa Timur yang potensi desa wisatanya layak untuk dikembangkan. Beberapa desa wisata potensial di Banyuwangi di antaranya: Desa Kemiren, Desa Sukamade, Desa Sarongan dan desa-desa di kawasan wisata Plengkung.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kemiren dengan pertimbangan desa tersebut sejak tahun 1995 telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjadi kawasan wisata desa adat Using (Kompas, 2011). Selama rentang waktu hampir 15 tahun sejak penetapannya menjadi kawasan desa wisata, di samping keberhasilan, tentu ada banyak masalah yang dihadapi, utamanya dalam partisipasi masyarakat.

Desa Kemiren yang merupakan desa wisata adat Using berada pada jalur ke kawasan wisata Kawah Ijen. Desa Kemiren berpenduduk sekitar 2.577 jiwa yang mendiami tanah seluas 117.052 m2 (Panel Data Desa Kemiren 2013) yang dibatasi kedua sisinya oleh Sungai Gulung dan Sungai Sobo. Jalan aspal selebar 5 m membelah desa ini yang merupakan jalur satu-satunya menuju kota Banyuwangi di sisi timur. Potensi utama desa wisata ini adalah tradisi dan budaya Using yang dipegang teguh dan terus dijalankan dalam berbagai aspek hidup keseharian masyarakatnya. Beragam atraksi seni dan budaya khas suku Using terdapat di desa ini. Menariknya, tradisi dan budaya yang ada di desa tersebut tidak bersifat artifisial dan hanya ditunjukkan sebagai atraksi wisata semata, namun telah mendarah daging dan menyatu dalam gerak hidup masyarakatnya.

Sebagai desa wisata potensial di Banyuwangi, Desa Kemiren telah banyak menarik minat wisatawan domestik dan mancanegara, meskipun sayangnya, tidak ada data statistik kunjungan wisatawan ke desa ini yang bisa dipakai sebagai rujukan untuk menilai tingkat kedatangan wisatawan. Selain itu, desa ini juga menarik para peneliti dalam dan luar negeri untuk melakukan riset dalam berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan seni tradisi dan kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Kemiren memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan, yang tentu saja harus berimbas pada kesejahteraan masyarakatnya.

Sebagaimana halnya desa-desa di Dunia Ketiga atau negara berkembang, Desa Kemiren tentunya mengalami problematika dan hambatan yang hampir sama dalam proses pembangunan, termasuk di dalamnya dengan pembangunan di bidang pariwisata. Waisboard (2003) menyebutkan faktor kendala dalam komunikasi pembangunan di negara berkembang, salah satunya karena perbedaan pemahaman tentang partisipasi. Berbagai kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan seringkali menunjukkan ketidakseragaman pemahaman tentang partisipasi masyarakat yang tentu saja akan berdampak pada implementasinya di masyarakat. Ada yang memaknai partisipasi sebagai proses yang harus dilalui dalam pembangunan, sementara di sisi lain ada yang beranggapan bahwa partisipasi merupakan tujuan dari pembangunan.

Tosun (dalam Dogra, 2012) mengelompokkan faktor-faktor penghambat partisipasi masyarakat terkait proses pengambilan keputusan dalam pengembangan pariwisata di negara-negara berkembang menjadi tiga jenis, yaitu hambatan operasional, struktural, dan kultural.

Jenis Hambatan Faktor-Faktor Penghambat Hambatan

(1) pengelolaan pariwisata yang terpusat, (2) koordinasi yang Operasional

buruk dan (3) informasi yang tidak memadai Hambatan Struktural

(1) profesionalitas yang buruk, (2) jumlah tenaga ahli yang tidak memadai, (3) dominasi kelompok elite, (4) sistem hukum yang tidak memadai, (5) sumberdaya manusia yang tidak terlatih dan (6) biaya partisipasi masyarakat yang relatif tinggi dan sumberdaya keuangan yang tidak memadai.

Hambatan Kultural (1) terbatasnya kapasitas masyarakat bawah dan (2) apatis serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat lokal

Tabel 1. Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata (Tosun dalam Dogra, 2012)

Keberlangsungan program desa wisata beserta operasionalnya, yang menjadi salah satu wujud pelaksanaan program pemerintah dalam pembangunan bidang pariwisata, tidak lepas dari dukungan penuh masyarakatnya melalui pemberdayaan dan partisipasi masyarakat desa. Kesenjangan yang terjadi antara program pemerintah dengan tingkat partisipasi masyarakat bisa menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaaan program. Oleh karena itu, rancangan penelitian yang mengkaji pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat ini menarik dan perlu dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja aktivitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata terkait dengan partisipasi masyarakat?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren?

3. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat Desa Kemiren dalam pengembangan program desa wisata dan ekowisata?

4. Bagaimanakah model pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji aktivitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata terkait dengan partisipasi masyarakat.

2. Memetakan faktor pendukung dan penghambat pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren.

3. Mengkaji bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata.

4. Merancang model pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren

1.4 Urgensi Penelitian

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menetapkan bahwa pembangunan tahunan daerah, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), diarahkan pada pencapaian tujuan utama yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat, guna “ Mewujudkan Banyuwangi Lebih Baik Melalui Peningkatan Produktifitas Pertanian, Pariwisata & UMKM ”.

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan Kabupaten Banyuwangi seperti yang tersebut di atas, maka penelitian ini memiliki urgensi dalam hal:

1. Memperkuat program pembangunan di wilayah pedesaan khususnya melalui pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat.

2. Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan rujukan untuk pengembangan program desa wisata dan ekowisata di wilayah lain.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kerangka Pemikiran

2.1.1 Desa Wisata dan Ekowisata

Perkembangan pariwisata, sejalan dengan dinamika yang berkembang, telah merambah berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism dan ecotourism , yang merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan (Sastrayudha, 2010: 11). Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata dan ekowisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata.

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993: 2-3). Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah.

Ekowisata harus dibedakan dari wisata alam. Wisata alam, atau berbasis alam, mencakup setiap jenis wisata-wisata massal, wisata pertualangan, perjalanan wisata yang bertujuan untuk menikmati kehidupan liar atau daerah alami yang belum dikembangkan. Ekowisata menuntut persyaratan tambahan bagi pelestarian alam. Dengan demikian ekowisata adalah “Wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya

spesies dan habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat setempat dapat menaruh nilai, dan melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan (Goodwin dalam Sastrayudha, 2010: 1).

Prinsip utama ekowisata menurut Choy (dalam Sastrayudha 2010: 3) adalah meliputi : (1) Lingkungan ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu, (2) Masyarakat ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat setempat, (3) Pendidikan dan pengalaman ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya yang terkait, sambil berolah pengalaman yang mengesankan, (4) Keberlanjutan ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi dan lingkungan tempat kegiatan, tidak merusak, tidak menurunkan mutu, baik jangka pendek dan jangka panjang, (5) Manajemen ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang bersifat menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang terkait di daerah tempat kegiatan ekowisata, sambil menerapkan cara mengelola yang terbaik untuk menjamin kelangsungan hidup ekonominya.

2.1.2 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara umum dan luas. Konsep sederhana mengenai partisipasi adalah bagaimana masyarakat bersama-sama mengerjakan suatu proses, sesuai dengan fungsi masing- masing. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 381) partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan).

Partisipasi menurut Brownlea A (dalam Soedibyo, 2005) berarti melibatkan diri atau dibolehkan terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan atau menghasilkan suatu penghargaan atau evaluasi penghargaan, atau menjadi salah satu anggota dari sejumlah orang yang dimintai pendapatnya mengenai suatu hal.

Brännstöm et.al (dalam Soedibyo, 2005) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang berlangsung dalam suatu daerah geografi tertentu yang penduduknya menangani keperluan-keperluannya melalui partisipasi aktif dalam praktek maupun dengan mengambil bagian dalam penentuan keputusan.

Menurut ahli ekonomi, Mubyarto (dalam Demartoto, 2009), partisipasi secara umum berarti kesediaan untuk membantu keberhasilan suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Berdasarkan pada tingkatan organisasi partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Partisipasi yang terorganisasikan, yaitu partisipasi yang terjadi bila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata kerja dikembangkan atau dalam proses persiapan.

b. Partisipasi tidak terorganisasikan, yaitu partisipasi yang terjadi karena peristiwa temporer seperti bencana alam dan kebakaran. Partisipasi masyarakat lokal tidak hanya berupa partisipasi individu, tetapi juga berupa partisipasi kelompok. Menurut Brandon (dalam Demartoto, 2009) salah satu strategi partisipasi adalah dengan mempromosikan bentuk partisipasi pada dua tingkatan yaitu secara individu dan organisasi (kelompok), karena mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan lebih mudah jika mereka berpartisipasi melalui organisasi yang jelas.

Menurut Bryant dan White (dalam Kuncoro (1995), ada dua macam partisipasi yaitu partisipasi horizontal yaitu antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan (kelompok) dan partisipasi vertikal yaitu antara bawahan dan atasan.

Sedangkan motivasi seseorang dalam mengikuti proyek/program pembangunan dipengaruhi oleh motivasi sosial dan motivasi ekonomi. Motivasi sosial berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat, sedangkan motivasi ekonomi berkenaan adanya kesempatan ekonomi yang dimanfaatkan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan (Slamet dalam Kuncoro, 1995).

Berkaitan dengan hubungan antara partisipasi masyarakat dengan pengembangan pariwisata, tujuan kunci dari pengikutsertaan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan wisata yaitu untuk mendorong perkembangan sosial ekonomi dan menyediakan sumber-sumber pendapatan bagi masyarakat lokal yang tidak mengancam sumberdaya alam dasar, serta dapat memberikan manfaat menyeluruh bagi masyarakat lokal, seperti meningkatkan moral, ekonomi, dan obyektif lingkungan (Brandon dalam Demartoto, 2009).

Pendekatan partisipasi yang dapat dilakukan yaitu pendidikan, pendekatan bagi hasil, serta partisipasi dalam pembuatan keputusan dan skema perkembangan yang kompatibel disekitar kawasan ekowisata (Brandon dalam Demartoto, 2009).

Sementara itu, berkaitan dengan tipologi partisipasi masyarakat dalam pengembangan Pariwisata, Pretty (dalam Aref, 2011) membaginya dalam 7 tipe partisipasi.

 Partisipasi pasif, yaitu yang bercirikan 1) partisipasi masyarakat terbatas pada diberitahu mengenai apa yang akan terjadi, 2) tanggapan masyarakat tidak digubris, dan 3) informasi dimiliki oleh segelintir orang saja.

 Partisipasi dalam pemberian informasi, yaitu yang bercirikan 1) partisipasi masyarakat terbatas pada pemberian informasi sebagai respon terhadap kuesioner, survey, dan sebagainya yang dirancang oleh pihak luar dan 2) hasil

penelitian tidak diumumkan kepada masyarakat.  Partisipasi dengan konsultasi, yaitu yang bercirikan 1) partisipasi masyarakat

melibatkan konsultasi dengan masyarakat lokal, dan 2) pandangan masyarakat selama proses tersebut mungkin saja diperhatikan, tapi tidak ada kewajiban untuk itu.

 Partisipasi untuk mendapatkan insentif materi, yaitu yang bercirikan 1) masyarakat berpartisipasi dengan memberikan sumberdaya (misalnya tenaga

kerja) untuk mendapatkan makanan, uang tunai, atau insentif material lainnya, 2) Para petani bisa saja menyediakan lahan dan tenaga kerja, namun tidak terlibat dalam eksperimentasi atau proses pembelajaran, dan 3) yang seperti ini disebut partisipasi, tapi masyarakat tak punya hak untuk memperpanjang aktivitas saat insentifnya dihentikan.

 Partisipasi fungsional, yaitu yang bercirikan 1) masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan khusus terkait dengan proyek, 2)

keterlibatannya mungkin bersifat interaktif, tapi cenderung meningkat di kemudian hari dalam siklus proyek setelah keputusan utama diambil, dan 3) institusi-institusi yang dibentuk cenderung memiliki ketergantungan pada fasilitator luar, tapi bisa juga menjadi mandiri.

 Partisipasi interaktif, yaitu yang bercirikan 1) masyarakat berpartisipasi dalam melakukan analisis bersama, pengembangan rencana aksi dan pembuatan atau penguatan institusi lokal, 2) partisipasi dipandang sebagai suatu hak dan tak hanya sebagai alat mencapai tujuan proyek, 3) partisipasi jenis ini memiliki kecenderungan untuk melibatkan metodologi interdisipliner yang mencari perspektif ganda dan memanfaatkan proses pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dan 4) kelompok lokal mengontrol pembuatan keputusan lokal dan menentukan cara memanfaatkan sumberdaya sehingga mendapatkan hak untuk meneruskan struktur atau praktik.

 Mobilisasi diri, yaitu yang bercirikan 1) masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif yang terpisah dari institusi luar atau perubahan sistem, 2) mereka menjalin kontak dengan institusi luar untuk mendapatkan saran dan

sumberdaya, tapi tetap mempertahankan kontrol terhadap penggunaan sumberdaya, dan 3) mobilisasi diri dan aksi kolektif bisa atau tidak bisa mempersoalkan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang sebelumnya tidak adil. Lebih lanjut dinyatakan bahwa bilamana masyarakat dilibatkan dalam proses

pengembangan tujuan wisata dari perancangan hingga pemeliharaan, hasil terbaik akan muncul dan ketika mereka dilibatkan hanya dalam sharing informasi dan konsultasi, maka hasilnya akan minim. Perencanaan pariwisata yang efektif mensyaratkan keterlibatan masyarakat untuk mengantisipasi pengaruh buruk dan menghubungkan keuntungan- keuntungan yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata (Pretty dalam Aref, 2011).

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Hasil penelitian Kusmayadi dan Taviprawati (1999) berjudul Aspek Masyarakat dan Faktor Lingkungan Dalam Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Alam dan Ekologi (Tinjauan Atas Rencana Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa masyarakat di daerah tujuan wisata, sebagai bagian dari komunitas yang mempunyai peranan penting 1. Hasil penelitian Kusmayadi dan Taviprawati (1999) berjudul Aspek Masyarakat dan Faktor Lingkungan Dalam Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Alam dan Ekologi (Tinjauan Atas Rencana Pengembangan Daerah Tujuan Wisata Gunung Salak Endah Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa masyarakat di daerah tujuan wisata, sebagai bagian dari komunitas yang mempunyai peranan penting

Di sisi lain, pembangunan pariwisata saat ini telah menimbulkan dampak negatif yang tidak hanya merugikan masyarakat di sekitar kawasan wisata, melainkan lebih luas cakupannya. Dampak negatif yang dapat dirasakan antara lain (1) adanya pergeseran nilai-nilai budaya dan adat istiadat tradisional (yang sebenarnya merupakan daya tarik wisata) bagi pengembangan wisata budaya (2) terjadinya pengrusakan lingkungan oleh masyarakat sekitar, sebagai akibat dari kesenjangan distribusi pendapatan parisiwata dan pendatang yang tidak menyadari arti pentingnya kelestarian lingkungan dan (3) berkurangnya keanekaragaman hayati (flora dan fauna) sebagai akibat dari pemanfaatan dan eksploitasi yang berlebihan.

Lebih lanjut Kusmayadi dan Taviprawati mengatakan bahwa dalam menata wilayah yang akan dijadikan sebagai objek wisata ekologi dan atau wisata alam terbuka, partisipasi masyarakatlah yang harus ditumbuhkan terlebih dulu. Mereka harus benar-benar menyadari dan memahami arti penting ekosistem bagi kelangsungan hidup mereka sekarang dan generasi yang akan datang melalui pengembangan pariwisata.

2. Hasil penelitian Soedibyo dan Habibie (2005) berjudul Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Daerah Wisata menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam konteks pengembangan pariwisata adalah: Pertama , menata lingkungan rumah sendiri dan masing-masing daerah dengan menjaga ketertiban, memberi perhatian yang lebih besar pada upaya penghijauan dan pelestarian lingkungan dengan ikut melaksanakan penghijauan/penanamam kembali (gerakan penghijauan). Kedua , ramah terhadap seseorang ataupun turis sebagai cerminan sikap baik dalam pergaulan. Ketiga , menyediakan sarana pariwisata yang bersih dan aman seperti hotel, dan transportasi. Keempat, mentaati peraturan. Kelima , melestarikan kesenian pedesaan. Keenam , berperan aktif 2. Hasil penelitian Soedibyo dan Habibie (2005) berjudul Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Daerah Wisata menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam konteks pengembangan pariwisata adalah: Pertama , menata lingkungan rumah sendiri dan masing-masing daerah dengan menjaga ketertiban, memberi perhatian yang lebih besar pada upaya penghijauan dan pelestarian lingkungan dengan ikut melaksanakan penghijauan/penanamam kembali (gerakan penghijauan). Kedua , ramah terhadap seseorang ataupun turis sebagai cerminan sikap baik dalam pergaulan. Ketiga , menyediakan sarana pariwisata yang bersih dan aman seperti hotel, dan transportasi. Keempat, mentaati peraturan. Kelima , melestarikan kesenian pedesaan. Keenam , berperan aktif

Lebih lanjut Soedibyo dan Habibie mengatakan bahwa pendekatan pembangunan penduduk adalah suatu pendekatan yang menganggap bahwa titik sentral dari segala pembangunan adalah manusia. Manusia merupakan subyek sekaligus obyek dari pembangunan sehingga seharusnya penduduklah yang menentukan apa dan bagaimana pembangunan dilaksanakan. Untuk mencapai sasaran pembangunan tesebut maka faktor pendidikan harus merupakan prioritas utama.

3. Hasil penelitian Abdillah dan Hani (2004) berjudul Studi Hubungan Antara Faktor Komunikasi, Kepemimpinan, Pendidikan Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam pengembangan Ekowisata di Desa Wisata Candirejo Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa variabel komunikasi, kepemimpinan, dan pendidikan adalah variabel penting dalam hubungannya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Upaya peningkatan partisipasi tidak akan terwujud tanpa disertai upaya peningkatan kadar kesesuaian antara variabel-variabel yang bersangkutan. Penelitian ini juga mengungkapkan implikasi lainnya bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata tidak terjadi begitu saja, melainkan kemungkinan ada faktor lain yang turut menentukan tingkat partisipasi selain dari tiga faktor yang telah dibahas pada penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang dipergunakan dalam penelitian ini bersandarkan pada pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, namun data tersebut diperoleh dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo dan dokumen resmi lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empirik mengenai pengembangan program desa wisata dan ekowisata di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi terkait partisipasi masyarakat secara rinci, mendalam dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif (Moeleong, 2004:131)

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu kehadiran peneliti secara langsung di lapangan dan keterlibatan aktif peneliti dengan informan dan atau sumber data lainnya mutlak diperlukan.Peneliti langsung turun ke lapangan, melakukan observasi ke lapangan dan wawancara dengan para informan. Sebelumnya, peneliti telah mempersiapkan diri dengan membawa perbekalan yang siap membantu peneliti selama berada di lapangan. Perbekalan itu di antaranya adalah alat perekam, buku catatan, dan kamera. Alat perekam dipergunakan untuk merekam jalannya wawancara, dan buku catatan dipergunakan untuk mencatat aktivitas observasi langsung di lapangan. Kamera dipergunakan untuk memotret objek observasi yang penting dan relevan dengan data yang dibutuhkan.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Desa Kemiren, Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi.

3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data Primer

Data primer penelitian ini diperoleh langsung dari tempat penelitian melalui wawancara, pengamatan dan observasi partisipatif. Peneliti menggunakan data ini untuk mengetahui informasi langsung tentang pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di lokasi penelitian.

Untuk mendapatkan informasi dari sumber data primer, terutama yang menguasai tentang persoalan pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat serta berbagai informasi yang relevan, maka diperlukan informan-informan yang benar-benar mengetahui persoalan tersebut secara mendalam. Penentuan informan atau subyek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan memilih orang yang mengetahui secara jelas tentang pengelolaan program desa wisata. Hal ini ditempuh dengan menggunakan cara snowball sampling. Peneliti mencari key informan untuk menjadi sumber data utama. Para informan awal yang diusulkan dalam penelitian ini antara lain: Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua RW, Ketua RT, sesepuh desa, tokoh masyarakat, dan para anggota masyarakat yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan program desa wisata. Setelah melalui beberapa tahap penjajagan untuk mencari key informan yang relevan dengan penelitian ini maka ditetapkan 14 (empat belas) key informan yaitu: Dariharto (Kabid Pariwisata Disbudpar Banyuwangi), Ahmad Abdul Takhrim S.Ag. (Kepala Desa Kemiren), Suwandi (Kaur Kesra Desa Kemiren), Djuhadi Timbul (Modin dan sesepuh Desa Kemiren), Niptah (Kadus Krajan), Serad (Pengrajin dan Sesepuh Desa Kemiren), Uripno (Pemilik Sanggar Tari Pelangi Sutero), Temu Misti (Pemilik Sanggar Gandrung Sopo Ngiro), Sucipto (Pemilik Sanggar Barong Sapu Jagad), Purwadi (Korwil Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jawa bagian Timur), Samsul (Seniman tari sekaligus Pemilik Sanggar Tari

Laroswangi), Harsono (Ketua RW/tokoh masyarakat) Haidy (Seniman Musik sekaligus Ketua Paguyuban Tholek Kemiren), dan Andi Supandi (Pemilik Warung Angklung).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan dan sumber sumber lain seperti dokumen resmi instansi pemerintah, majalah, buletin, publikasi, hasil studi dan sebagainya. Data sekunder ini selanjutnya digunakan oleh peneliti untuk memperkuat penemuan dan melengkapi hasil informasi pada data primer. .

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun cara-cara pengumpulan data dapat diperinci sebagai berikut: (1) Observasi, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk melihat dan mengetahui aktivitas pengelolaan desa wisata dan ekowisata dengan memberdayakan masyarakat desa di wilayahnya. (2) Wawancara, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk mengungkap bagaimanakah para subjek penelitian memberi makna terhadap aktivitas pengelolaan desa wisata dan ekowisata di wilayahnya. (3) Dokumentasi, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk meramu dan menempatkan terminologi dan sumber-sumber teori dalam penelitian ini yaitu teori yang menyangkut pemberdayaan dan partisipasi masyarakat pedesaan dalam bidang pariwisata.

3.6 Teknis Analisis Data

Data yang terkumpul melalui hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi ini berupa data kualitatif. Teknik yang dipergunakan untuk menganalisis data penelitian adalah teknik analisis deskriptif interpretatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memilih dokumen/data yang relevan dan memberi kode. (2) Membuat catatan objektif, dalam hal ini sekaligus melakukan klasifikasi dan mengedit (mereduksi) jawaban. (3) Membuat catatan reflektif, yaitu menuliskan apa yang sedang dipikirkan peneliti sebagai interpretasi dalam sangkut pautnya dengan catatan objektif. (4) Menyimpulkan data dengan membuat format berdasarkan teknik analisis data yang dikendaki peneliti. (5) Melakukan triangulasi yaitu mengecek kebenaran data dengan Data yang terkumpul melalui hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi ini berupa data kualitatif. Teknik yang dipergunakan untuk menganalisis data penelitian adalah teknik analisis deskriptif interpretatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memilih dokumen/data yang relevan dan memberi kode. (2) Membuat catatan objektif, dalam hal ini sekaligus melakukan klasifikasi dan mengedit (mereduksi) jawaban. (3) Membuat catatan reflektif, yaitu menuliskan apa yang sedang dipikirkan peneliti sebagai interpretasi dalam sangkut pautnya dengan catatan objektif. (4) Menyimpulkan data dengan membuat format berdasarkan teknik analisis data yang dikendaki peneliti. (5) Melakukan triangulasi yaitu mengecek kebenaran data dengan

Miles dan Huberman dalam Serikit (2009: 46-48) menyatakan bahwa terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi dalam suatu analisis data yaitu; reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan dan verifikasi.

Berikut adalah gambar yang memperlihatkan proses siklus interaktif yang saling terkait dan terus berlangsung selama penelitian di antara ketiga tahapan di atas:

Pengumpulan Penyajian Data

Penarikan/ Verifikasi

Gambar 1. Model Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, dalam Serikit, 2009: 48)

Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan berbagai rekomendasi guna menghasilkan model atau strategi yang tepat bagi pengembangan kawasan desa wisata Kemiren. Tenik SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor Kekuatan ( Strenght ), Kelemahan ( Weakness ), Peluang ( Opportunity ) dan Ancaman ( Threat ) dari Desa Kemiren yang kemudian dianalisis sedemikian rupa yang hasilnya dijabarkan secara Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan berbagai rekomendasi guna menghasilkan model atau strategi yang tepat bagi pengembangan kawasan desa wisata Kemiren. Tenik SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor Kekuatan ( Strenght ), Kelemahan ( Weakness ), Peluang ( Opportunity ) dan Ancaman ( Threat ) dari Desa Kemiren yang kemudian dianalisis sedemikian rupa yang hasilnya dijabarkan secara

Dari pemetaan dan pengelolaan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman diperoleh suatu strategi untuk menentukan langkah-langkah yang dilakukan terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Deskripsi SWOT yang dimaksud ditunjukkan dalam diagram tabel berikut ini:

KELEMAHAN/ INTERNAL

Faktor-faktor kekuatan

Faktor-faktor kelemahan

EKSTERNAL PELUANG/

Strategi W-O OPPURTUNITIES (O)

Strategi S-O

Menghasilkan strategi

Menghasilkan strategi yang

meminimalkan kelemahan Faktor-faktor peluang

yang menggunakan

untuk memanfaatkan eksternal

kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

peluang

ANCAMAN/ THREATS

Strategi W-T (T)

Strategi S-T

Menghasilkan strategi yang Faktor-faktor ancaman

Menghasilkan strategi

meminimalkan kelemahan eksternal

yang menggunakan

kekuatan untuk mengatasi untuk menghindari ancaman

ancaman

Tabel 2. Model Analisis SWOT Albert Humhprey (Rangkut, 2006 dalam Utami, 2012: 40)

Untuk menentukan prioritas strategi pengembangan desa wisata Kemiren menggunakan pendekatan kuantitatif analisis SWOT yang lerlebih dahulu menentukan Untuk menentukan prioritas strategi pengembangan desa wisata Kemiren menggunakan pendekatan kuantitatif analisis SWOT yang lerlebih dahulu menentukan

1. Menyusun faktor-faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam kolom 1.

2. Masing-masing faktor dalam kolom 2 diberi bobot mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pengembangan pariwisata di desa wisata Kemiren.

3. Menghitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (buruk) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan ekowisata dan desa wisata berbasis partisipasi masyarakat di desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi.

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (sangat baik) sampai dengan 1,0 (di bawah rata-rata).

5. Menjumlahkan skor pembobotan pada kolom 4 sehingga diperoleh total skor pembobotan yang menunjukkan bagaimana unit analisis bereaksi terhadap faktor-faktor strategis baik eksternal maupun internalnya.

Sementara untuk mengetahui posisi pengembangan pariwisata di Desa Kemiren pada kuadran SWOT dilakukan dengan cara mencari selisih total skor kekuatan (S) dan total skor kelemahan (W) serta selisih total skor peluang (O) dan total skor ancaman (T). Secara ringkas hal tersebut dirumuskan sebagai berikut:

S – W = X (nilai atau titik pada sumbu X) O – T = Y (nilai titik pada sumbu Y)

OPPORTUNITY

KUADRAN III

KUADRAN I

WEAKNESS STRENGTH

KUADRAN IV

KUADRAN II

THREATH

Gambar 2. Kuadran SWOT

Berdasarkan kuadran SWOT tersebut di atas terdapat empat rekomendasi strategi yang meliputi:

1. Kudran I menandakan posisi yang kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah progresif; artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantab sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan, dan meraih kemjuan secara maksimal.

2. Kuadran II menandakan posisi yang kuat, tetapi menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah diversifikasi strategi. Kondisi organisasi yang mantab, tetapi menghadapi tantangan berat akan menghambat putaran roda organisasi bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itulah, upaya memperbanyak ragam strategi taktis harus diambil.

3. Kuadran III menandakan posisi yang lemah, namun berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah pengubahan strategi; artinya organisasi harus mencari strategi baru yang berbeda dengan strategi 3. Kuadran III menandakan posisi yang lemah, namun berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah pengubahan strategi; artinya organisasi harus mencari strategi baru yang berbeda dengan strategi

4. Kuadran IV menandakan posisi lemah dengan ancaman atau tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah bertahan; artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan yang dilematis. Oleh sebab itulah, organisasi disarankan agar menggunakan strategi bertahan untuk mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terpuruk. Strategi ini dipertahankan sambil terus melakukan upaya pembenahan diri.

3.7 Kerangka Penelitian

Penelitian ini berusaha memaparkan/mendeskripsikan bagaimana aktifitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata, faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program desa wisata dan ekowisata di Desa Kemiren, bentuk partisipasi masyarakat Desa Kemiren dalam pengembangan program desa wisata dan ekowisata dan kemudian melakukan analisis SWOT ( Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat ) untuk merumuskan model pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren. Berikut ini adalah skema dari kerangka pikir penelitian ini:

Gambar 3. Skema Kerangka Pikir Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Desa Kemiren

Riset atau kajian sebuah wilayah pada mulanya harus mengindahkan anasir geohistoris jika ingin mencapai haluannya. Meskipun di Indonesia ilmu geografi secara tegas dikelompokkan dalam ilmu eksakta dan ilmu sejarah termasuk dalam ranah ilmu sosial humaniora, namun kenyataannya riset-riset ilmu sosial seringkali bersinggungan dengan unsur-unsur kajian wilayah. Menurut sejarawan terkemuka Dennis Lombard, berkat adanya tradisi yang panjang di Eropa, sejarawan di sana sudah terbiasa menggabungkan kedua disiplin ilmu tersebut; karena hal demikian itu terjadi dengan sendirinya (2000: 11). Oleh sebab itu kajian wilayah yang bersifat interdisipliner antara ilmu sosial dengan ilmu eksakta menjadi mutlak dilakukan untuk mendapatkan hasil riset yang lebih komprehensif.

Membicarakan sejarah Desa Kemiren beserta puak Using yang menghuninya tentu harus pula memperhatikan sejarah Banyuwangi. Jika dilihat dari kurun waktu sejarahnya, terutama jika dimulai sejak berdirinya kerajaan Blambangan pada abad ke-

13, maka sejarah masyarakat Banyuwangi telah berlangsung selama lebih dari tujuh abad. Keberadaan masyarakat Using Banyuwangi, yang salah satunya berada di wilayah Kemiren, tak bisa lepas dari riwayat masa silam Banyuwangi.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65