Hipotesis Kelima Pengujian Hipotesis
113
interpretasi rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh faktor pendidikan
kewirausahaan terhadap
intensi berwirausaha
dapat diinterpretasikan rendah. Peneliti melakukan pengkajian terhadap kriteria
rasio yang sebesar 37 bahwa intensi berwirausaha di kalangan siswa kelas XI SMK di Kabupaten Bantul ditentukan oleh potensi pendidikan
kewirausahaan sebesar 37 dan sebagian yang lain 63 dipengaruhi oleh variabel yang lain.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa 47 siswa 25,40 menyatakan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dengan kategori sangat baik, 82
siswa 44,32 menyatakan dengan kategori baik, 41 siswa 22,16 menyatakan dengan kategori cukup, 11 siswa 5,94 menyatakan dengan
kategori tidak baik, 4 siswa 2,16 menyatakan dengan kategori sangat tidak baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis data
menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan siswa kelas XI SMK dapat dikategorikan baik. Dalam hal ini pendidikan kewirausahaan dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat intensi berwirausaha pada siswa kelas XI SMK di Kabupaten Bantul. Semakin baik pendidikan
kewirausahaan akan semakin tinggi intensi berwirausaha. Dan sebaliknya, semakin rendah pendidikan kewirausahaan akan semakin rendah intensi
siswa untuk berwirausaha. Sehingga pendidikan kewirausahaan siswa sangat diperhatikan untuk meningkatkan intensi berwirausaha.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan kewirausahaan tergolong baik, intensi berwirausaha tergolong tinggi,
114
namun derajat asosiasi menunjukan rasio 0,37 dan tergolong rendah. Atas dasar hasil penelitian tersebut maka peneliti memiliki keyakinan bahwa
masih ada indikator faktor pendidikan akuntansi yang lain selain: 1 keterampilanSkill, 2 percaya diri, 3 orisinalitas, 4 body of knowledge
dan 5 mengembangkan, memupuk dan membina yang belum terungkap dan menjadi penentu untuk memberikan porsi pengaruh terhadap intensi
berwirausaha khususnya siswa kelas XI SMK di Kabupaten Bantul. Pengembangan dan penemuan indikator faktor pendidikan kewirausahaan
yang lain sebagai indikator yang diyakini memiliki peranan besar untuk meningkatkan intensi berwirausaha dapat dilakukan oleh peneliti
selanjutnya dalam penelitian yang serupa. Menurut para
ahli dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan
lembaga pendidikan untuk mewujudkan proses pembelajaran agar mendewasakan peserta didik dan mengembangkan potensi dirinya
sehingga memiliki
pengetahuan dan
pengalaman. Pendidikan
kewirausahaan memiliki pengaruh yang besar terhadap intensi siswa untuk berwirausaha, karena dengan adanya pendidikan kewirausahaan
menanamkan nilai-nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku peserta didik agar dapat mandiri. Pendidikan kewirausahaan
juga mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompentensi kewirausahaan yang nantinya akan membawa manfaat bagi kehidupannya.
Pendidikan kewirausahaan sangat berpengaruh terhadap intensi siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
untuk menjadi
seorang wirausaha
karena melalui
pendidikan kewirausahaan siswa mendapatkan teori, konsep dan perkembangan ilmu
pengetahuan tentang kewirausahaan. Selain itu siswa juga mendapatkan berbaai macam strategi - strategi dan pengalaman
– pengalaman dalam berwirausaha melalui pengajaran yang disampaikan oleh guru.
Dengan penelitian ini memiliki derajat hubungan yang rendah sangat jauh dari kategori tinggi, maka pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
pada siswa harus lebih ditingkatkan lagi. 3. Pengaruh akses terhadap modal terhadap intensi berwirausaha siswa kelas
XI SMK di Kabupaten bantul Pada tabel 4.20 diketahui hasil Chi-Square x
2
hitung sebesar 1,208 df = 1 dan nilai Asymp. Sig sebesar 0,272 lebih besar dari
0,05 sehingga H
03
dititerima dan H
a3
ditolak, yang artinya tidak ada pengaruh akses terhadap modal terhadap intensi kewirausahaan siswa kelas XI SMK
di Kabupaten Bantul. Hasil penelitian ini menyatakan tidak ada pengaruh akses terhadap
modal terhadap intensi berwirausaha diduga karena siswa memang tidak menyadari bahwa mereka dekat dengan akses terhadap modal, melalui
keluarga, teman dan bahkan program pemerintah. Sebaiknya siswa diperkenalkan pada bagaimana siswa mendapatkan modal dengan berbagai
persyaratannya. Sehingga siswa diharapkan dapat memahami bagaimana akses mereka untuk mendapatkan modal.
116
5. Pengaruh latar belakang pekerjaan orang tua terhadap intensi berwirausha siswa kelas XI SMK di Kabupaten Bantul
Pada tabel 4.20 diketahui hasil Chi-Square x
2
hitung sebesar 1,985 df = 1 dan nilai Asymp. Sig sebesar 0,159 lebih besar dari
0,05 sehingga H
05
ditolak dan H
a5
diterima, yang artinya tidak ada pengaruh latar belakang pekerjaan ayah terhadap intensi berwirausaha siswa kelas
XI SMK di Kabupaten Bantul. Pada tabel 4.20 diketahui hasil Chi-Square x
2
hitung sebesar 0,327 df = 1 dan nilai Asymp. Sig sebesar 0,568 lebih besar dari
0,05 sehingga H
05
ditolak dan H
a5
diterima, yang artinya tidak ada pengaruh latar belakang pekerjaan ibu terhadap intensi berwirausaha siswa kelas XI
SMK di Kabupaten Bantul. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ternyata sebagaian besar
orang tua ayah bekerja bukan sebagai wirausaha yaitu 162 orang dan 23 orang sebagai wirausaha, sedangakan untuk orang tua ibu sebagaian
besar juga bukan wirausaha 153 orang dan 32 wirausaha. Tidak ada pengaruh tersebut diduga karena siswa tidak ingin mengikuti jejak
pekerjaan orang tuanya, walaupun orang tuanya adalah wirausaha dan para siswa lebih memilih pekerjaan yang berbeda dengan orang tuanya dan
lebih memilih pekerjaan di suatu perusahaan yang sudah lama berdiri. Keinginan siswa untuk memulai mendirikan suatu usaha sangat rendah
karena berbagai alasan. Siswa yang orang tuanya bekerja bukan wirausaha maka anak cenderung juga mengikuti pekerjaan orang tuanya atau