7. Peranan Apoteker dalam Swamedikasi
Apoteker merupakan profesi yang mempunyai kualifikasi untuk melayani keinginan publik dalam farmakoterapi obat tanpa resep karena apoteker telah dibekali
dengan edukasi dan pelatihan pada tingkat universitas dengan instruksi yang mendalam mengenai patofisiologi, farmakologi, kimia medisinal, farmasetika, dan
farmakokinetika. Selain itu, apoteker mempunyai akses yang mudah kepada pasien sebagai penyedia obat serta sumber informasi untuk memaksimalkan nilai terapi obat
dan meminimalkan efek samping yang potensial terjadi Pal, 2002. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
922MENKESPERX1993 pasal 15 ayat 4 menyebutkan bahwa dalam upaya penggunaan obat yang benar oleh masyarakat, apoteker wajib memberikan informasi
yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat DepKes RI, 1996d. Dalam menyikapi perilaku swamedikasi
maka peran apoteker dalam pemberian informasi obat sangat mendukung swamedikasi yang rasional.
Dalam pemberian informasi sebaiknya diberikan pada saat orang itu dalam keadaan sehat karena orang dapat berpikir lebih rasional dan dapat melakukan usaha
pencegahan penyakit. Dalam upaya meningkatkan pemakaian obat secara rasional diperlukan peningkatan secara bersama-sama dalam seluruh proses terapi, yang
mencakup: penegakan diagnosis, pemilihan kelas terapi dan jenis obat, penentuan dosis dan cara pemberian obat ke pasien dan evaluasi terapi mencakup keberhasilan
terapi maupun kemungkinan timbulnya interaksi dan efek samping. Dengan bekal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengetahuan dan keterampilan khusus, terutama farmakokinetika klinik, apoteker dapat menjadi pendamping dan konsulen bagi penulis resep dalam menyediakan
informasi pada tahap penentuan dosis dan cara pemberian serta dalam evaluasi terapi. Selain itu apoteker dapat terlibat langsung dalam pelayanan pasien direct patient
care, apoteker dapat berperan dalam tahap pemberian obat ke pasien. Dalam tahap ini, fungsinya dapat berupa pemberi informasi, motivasi serta pemantauan
penggunaan obat oleh pasien Suryawati, 1997. Apoteker sebagai garis depan dari pelayanan kesehatan berkewajiban untuk
membantu pasien dalam mengevaluasi kondisinya. Sebagai langkah awal apoteker dapat menyarankan salah satu antara tanpa menggunakan obat apupun, menyarankan
untuk melakukan swamedikasi atau menyarankan untuk pergi ke tenaga medis lain seperti dokter sesuai dengan kondisi yang dialami oleh penderita Isetts Brown,
2004. 8.
Swamedikasi batuk
Tabel II. Tanda dan gejala penyakit yang dihubungkan dengan batuk Tietze, 2004
Penyakit Tanda dan Gejala
Infeksi Virus pada Saluran Pernafasan
Bersin, radang tenggorokan, rhinorhea Infeksi Saluran Pernafasan
Bawah Suhu tubuh diukur dari mulut sekitar 38,6
o
C, sekret mukus yang kental, bernanah atau berwarna keruh, keringat dingin saat malam
Postnasal Drip Drainase mukus dari hidung, pembersihan tenggorokan berkali-kali
Asma Sesak nafas, batuk terutama pada waktu malam, batuk sebagai
respon terhadap iritan seperti debu, asap ataupun serbuk sari COPD
Batuk produktif setiap hari selama setidaknya 3 bulan, setidaknya selama dua tahum berturut-turut
Penyakit Refluks Gastroesophageal
Merasa jantung terbakar, memburuk dalam keadaan terlentang, meningkat pada penggunaan obat rendah asam
Gagal Jantung Kongestif Lelah, bengkak, susah bernafas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Batuk dapat merupakan gejala dari berbagai macam penyakit akut maupun kronis. Swamedikasi dengan menggunakan obat batuk bebas maupun obat bebas
terbatas ditujukan untuk batuk yang self-limiting Li Wan Po, 1990. Swamedikasi tidak dianjurkan untuk batuk yang merupakan tanda dan gejala penyakit kronis yang
ditunjukkan oleh tabel II di atas.
Pasien menderita batuk
ya
tidak ya
Mulailah pengobatan dengan antitusif, lozenges, dan antitusif topical lainnya. Evaluasi kembali dalam 7 hari.
Apakah gejala membaik?
Hubungi dokter
tidak ya
Hubungi dokter - Batuk dengan dahak berwarna hijau atau berwarna kuning kental
- Demam lebih dari 38,6
o
C - Keringat berlebih pada waktu malam
- Hemoptysis - Mempunyai riwayat maupun gejala penyakit kronis yang berhubungan
dengan batuk seperti asma, COPD, bronkitis kronis, gagal jantung kongestif
- Terdapat benda asing pada pernafasan - Batuk yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat
- Batuk lebih dari 7 hari - Batuk yang memburuk selama swamedikasi
Mengetahui riwayat medis dan riwayat pengobatan, termasuk penggunaan lain dan obat alternatif, baik yang digunakan rutin, digunakan sebelumnya, dan mengetahui frekuensilama penggunaan obat
tidak
Mulai pengobatan dengan ekspektoran dan terapi nonfarmakologi. Terapi
nonfarmakologi yang dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan uap atau
dengan banyak minum air hangat. Bila batuk mengganggu tidur atau kerja,
pengobatan dapat dikombinasikan dengan antitusif. Evaluasi kembali dalam 7 hari.
Apakah merupakan batuk kering ?
Lanjutkan pengobatan sampai batuk hilang. Evaluasi kembali bila diperlukan
Gambar 4. Algoritma Swamedikasi Batuk diambil dari Tietze, 2004
Swamedikasi juga dapat tidak dianjurkan untuk infeksi saluran pernafasan atas akut yang disebabkan oleh virus, dikarenakan pengobatan terhadap infeksi akut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang tidak sesuai dapat menimbulkan keparahan penyakit dan menyebabkan dampak serius. Dan pasien dengan perkecualian dalam melakukan swamedikasi batuk seperti
yang terlihat dalam algoritma Gambar 4 direkomendasikan untuk menghubungi dokter Tietze, 2004.
Dalam melakukan swamedikasi batuk, obat tanpa resep pilihan yang dapat digunakan untuk batuk nonproduktif adalah kodein atau dekstrometorfan, tetapi
bukan merupakan pilihan obat bagi pasien yang menggunakan penghambat MAO. Difenhidramin merupakan pilihan yang lebih baik untuk batuk yang berhubungan
dengan alergi. Guaifenesin merupakan obat yang dapat digunakan sebagai ekspektoran Tietze, 2004.
D. Pendidikan