Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA

Jika terjadi resistensi terhadap makrolida, dapat digunakan klindamisin. Guideline dosis antimikroba untuk faringitis dapat dilihan pada table I Dipiro et al, 2008. Tabel I. Guideline Dosis Antimikroba pada Faringitis Antibiotika Dosis Pediatri Durasi Penisilin VK Penisilin benzatin Penisilin G prokain dan campuran benzatin Amoksisilin Eritromisin Estolat Eritromisin Stearat Eritromisin Etilsuksinat Sefaleksin 50 mgkghari terbagi dalam 3 dosis 0,6 juta unit untuk BB27 kg 50.000 unit kg 1,2 juta unit benzatin 0,9 juta unit, prokain 0,3 juta unit 40-50 mgkghari terbagi dalam 3 dosis 20-40 mgkghari terbagi dalam 2-4 kali sehari maksimal 1 gramhari Tidak direkomendasikan 40 mgkghari terbagi dalam 2-4 kali sehari maksimal 1 gramhari 25-50 mgkghari terbagi dalam 4 dosis 10 hari Dosis sekali pakai Dosis sekali pakai 10 hari 10 hari 10 hari 3 Sinusitis Peradangan satu atau lebih dari rongga sinus paranasal, kemungkinan disebabkan alergi, virus, bakteri, atau jamur jarang. Sinusitis merupakan infeksi pada sinus yang terjadi secara akut sampai dengan 4 minggu. Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumonia 30-40, Haemophilus influenza 20-30, Moxarella catarrhalis 12-20, Streptococcus pyogenes, dan Staphylococcus aureus. Gejalanya yaitu keluarnya cairan kental berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri muka, sakit gigi, dan demam. Terapi utamanya adalah dengan antimiroba. Sinusitis tanpa komplikasi bisa diobati dengan amoksisilin atau kotrimoksazol. Jika terjadi resistensi maka bisa digunakan azitrimisin, klaritromisin, sefuroksim, sefiksim, sefaklor, dan fluorokuinolon Sukandar dkk, 2009. Pemilihan antimikroba terapi sinusitis akut karena bakteri dapat dilihat pada table II Dipiro et al, 2008. Tabel II. Terapi Antibiotika pada Sinusitis Akut Kondisi Klinis Antibiotika Sinusitis Tanpa Komplikasi Tanpa Komplikasi dan alergi terhadap penisilin Terapi gagal Resisten terhadap Streptococcus pneumoniae Amoksisilin Non immediate type hypersensitivity: beta laktamase-stable Sefalosporin Immediate-type hypersensitivity: Klaritromisin atau Azitromisin atau Trimetoprim-Sulfametoksazol atau Doksisiklin atau Fluorokuinolon Pilihan pertama: Amoksisilin-klavulanat dosis tinggi atau beta laktamase-stable Sefalosporin Pilihan kedua: Fluorokuinolon Pilihan pertama: Amoksisilin atau Klindamisin Pilihan kedua: Fluorokuinolon b. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Bawah Penyebab yang paling sering adalah virus RSVs dan virus parainfluenza. Infeksi Saluran Pernafasan bagian bawah meliputi pneumonia, bronkiolitis, dan bronkitis. 1 Pneumonia Gejala pneumonia antara lain demam yang meningkat tajam, batuk produktif dengan sputum berwarna atau berdarah, nyeri dada, takikardi, takipnea, dan O 2 arteri rendah. Berdasarkan jenis pneumonia gejalanya ditandai dengan: 1. Pneumonia anaerobik, gejalanya adalah batuk, demam ringan, hilang berat badan, dan sputum yang berabu menjadi ciri khas. Abses paru berkembang dalam 1-2 minggu pada 20 pasien. 2. Pneumonia mikoplasma, gejalanya adalah demam bertahap, sakit kepala, malaise, batuk yang awalnya nonproduktif, sakit leher, sakit telinga, rhinorrhea dan ronkhi. Gejala ekstrapulmonal bisa terjadi yaitu mual, muntah, diare, myalgia, atralgia, arthritis, poliarticular rash, miokarditis, pericarditis, dan anemia hemolitik. 3. Pneumonia virus, gambaran klinis bervariasi, diagnosis dilakukan dengan tes serologi. 4. Pneumonia nosokomial, faktor utamanya adalah pengguna ventilator, yang meningkatkan pengguna antibiotika, pengguna antagonis reseptor H2, dan penyakit berat Sukandar dkk, 2009. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia pneumococcus atau Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus atau Streptococcus lainnya. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumonia menyebabkan pneumonia atipikal Dipiro et al, 2008. Gambar 2. Terapi Antibiotika pneumonia pada pediatri Depkes RI, 2012. 2 Bronkiolitis Bronkiolitis adalah infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi yang menunjukan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musim dingin dan menetap sampai awal musim semi. Penyakit tersebut umumnya memengaruhi bayi yang berusia 2-10 bulan. Penyebab utamanya adalah virus Respiratory syncytial, penyebab kedua adalah virus parainfluenzae. Bakteri sebagai patogen sekunder hanya terjadi pada sedikit kasus. Gejalanya adalah gelisah, nafas cepat, demam, batuk, wheezing mengi, muntah, diare, dan hidung memerah. Bronkiolitis dapat sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan sebagai antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau dehidrasi Sukandar dkk, 2009. Antibiotika yang digunakan untuk mengatasi bronkiolitis adalah ribavirin, namun bentuk sediaannya aerosol sehingga membutuhkan peralatan khusus. Akademi Pediatrik Amerika merekomendasikan untuk mempertimbangkan penggunaan ribavirin karena kesalahan terapi dengan ribavirin akan menyebabkan pasien lebih lama dirawat di rumah sakit, semakin lama di ICU, dan semakin lama menggunakan ventilasi mekanik Dipiro et al, 2008. 3 Bronkitis akut Bronkitis akut sebenarnya penyakit yang dapat sembuh sendiri dan jarang menimbulkan kematian. Penyebabnya biasanya adalah virus seperti rhinovirus, adenovirus dan coronavirus. Bakteri yang sering menyebabkan bronkitis akut adalah Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, dan Bordetella pertussis. Gejalanya adalah batuk lebih dari 5 hari dengan sputum purulen, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam dengan suhu tubuh 39 C. Antibiotika pilihan pertama yang digunakan untuk terapi bronkitis akut adalah azitromisin, sedangkan antibiotika alternatif yaitu golongan fluorokuinolon seperti levofloxacin. Jika penyebabnya virus influenza A dapat digunakan amantadin, rimantadin, zanamivir, oseltamivir Dipiro et al, 2008. Penyebab infeksi saluran pernafasan akut meliputi virus, bakteri, maupun senyawa renik lainnya. Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut termasuk Gram-positif yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, sedangkan yang termasuk Gram-negatif adalah Haemophillus influenza, Pseudomonas aeruginosa, dan Pnemonia aureus Misnadiarly, 2008. Perjalanan klinis ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Virus masuk ke saluran pernafasan sebagai antigen dan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak mendorong virus ke arah faring, jika gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Infeksi sekunder bakteri dapat menyerang saluran pernafasan bawah sehingga bakteri yang biasanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A IgA memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G IgG pada saluran pernafasan bawah. Sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan Sheffy,2009. Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas akibat penyakit menular di seluruh dunia, khususnya yang mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus sendiri atau infeksi bakteri yang disertai dengan virus yang dapat menular dan menyebar dengan cepat. Meskipun pengetahuan tentang cara penularan yang selalu berkembang, bukti saat ini menunjukkan bahwa cara penularan infeksi saluran pernapasan akut yang paling utama adalah melalui droplet, tapi penularan melalui kontak termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi atau aerosol pernapasan infeksius dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk beberapa patogen dalam keadaan tertentu. Dua cara penularan agen infeksi yaitu penularan secara langsung dan penularan secara tidak langsung. Penularan secara langsung meliputi kontak langsung antarpermukaan tubuh dan perpindahan mikroorganisme antara orang yang terinfeksi dengan orang yang rentan terinfeksi. Penularan secara tidak langsung meliputi kontak dari orang yang rentan terinfeksi dengan objek perantara yang terkontaminasi misalnya tangan yang terkontaminasi yang membawa mikroorganisme WHO, 2014. Infeksi Saluran Pernafasan Akut berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu ISPA ringan dengan satu atau lebih gejala seperti batuk, pilek dengan atau tanpa demam; ISPA sedang meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala pernafasan cepat, mengi sakit dan keluar cairan lewat telinga, bercak kemerahan, dan panas 39 C atau lebih; ISPA berat meliputi gejala ISPA ringansedang ditambah satu atau lebih gejala seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas Merson, 2012.

C. Penggunaan Obat yang Rasional

Penggunaan obat yang rasional meliputi pasien menerima obat sesuai dengan kondisi klinisnya, dosis sesuai dengan kebutuhan individual, periode waktu yang tepat, dan biaya yang terendah untuk individu dan komunitasnya WHO, 2012. Kriteria penggunaan obat yang rasional adalah tepat diagnosis yaitu obat diberikan sesuai dengan diagnosis karena apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah; tepat indikasi penyakit yaitu obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit; tepat pemilihan obat yaitu obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit; tepat dosis yaitu dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat karena bila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan efek terapi tidak tercapai. Tepat jumlah yaitu jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup. Tepat cara pemberian, misalkan antibiotika tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menurunkan efektifitasnya. Tepat interval waktu pemberian hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Tepat lama pemberian harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing; tepat penilaian kondisi pasien yaitu penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien dan harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi; waspada terhadap efek samping yaitu obat dapat menimbulkan efek samping yang merupakan efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya; efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau, untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi; tepat tindak lanjut follow up yaitu apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter; tepat penyerahan obat dispensing yaitu resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat; pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan Depkes RI, 2008.

D. Keterangan Empiris

Prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada pediatri cukup tinggi sehingga diperlukan suatu terapi antibiotika yang efektif. Adanya peristiwa yang tidak diinginkan juga seringkali terjadi pada pasien terkait terapi antibiotika yang diberikan. Oleh karena itu, hasil penelitian akan menunjukkan adanya kemungkinan permasalahan terkait ketidaktepatan terapi antibiotika pada pasien pediatri dengan diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-September 2013. 27

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental dan menggunakan rancangan penelitian deskriptif evaluatif dengan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Jenis penelitian non-eksperimental karena observasinya dilakukan secara apa adanya, tanpa ada intervensi serta perlakuan dari peneliti terhadap subjek yang akan diteliti Notoatmodjo, 2010. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif evaluatif karena bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci sehingga dapat menggambarkan fakta atau karakteristik populasi yang ada, mengidentifikasi masalah yang terjadi, kemudian melakukan evaluasi atau penilaian dari data yang telah dikumpulkan berdasarkan pedomanstandar yang ada Hasan, 2002. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu yang diambil dari rekam medis pasien pada periode tertentu Notoatmodjo, 2010.

B. Definisi Operational

1. Pasien pediatri adalah pasi en anak yang berusia ≤14 tahun sesuai dengan klasifikasi RS Panti Rapih dan mendapatkan diagnosis utama keluar ISPA. 2. Pembagian klasifikasi umur menjadi ≤4 tahun, 5-11 tahun, 12-14 tahun berdasarkan klasifikasi umur pada penatalaksanaan terapi dalam Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition tahun 2005. 3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian atas meliputi otitis media, faringitis, dan sinusitis sedangkan untuk Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian bawah meliputi pneumonia, bronkiolitis, dan bronkitis. 4. Total kasus merupakan total semua kasus ISPA kelompok pediatri yang ada di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada periode Juli- September 2013. 5. Diagnosis yang digunakan adalah diagnosis keluar pasien yaitu ISPA dan ISPA dengan penyakit penyerta. 6. Durasi antibiotika adalah jumlah hari dimana pasien ISPA mendapatkan antibiotika selama perawatan di rumah sakit. 7. Lama perawatan pasien adalah jumlah hari yang menunjukan bahwa pasien ISPA dirawat, dihitung mulai dari pasien masuk menginap di rumah sakit hingga pasien keluar pulang dari rumah sakit. 8. Kriteria penggunaan obat yang rasional adalah: 1 Dosis yaitu banyaknya antibiotika yang diberikan dalam satu hari pemakaian yang dinyatakan dalam satuan mgml. Berdasarkan Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Depkes RI, 2005 dan berdasarkan terapi antibiotika yang diberikan untuk pasien pada data rekam medik. Contoh: pemberian Sporetik Sefiksim 100 mg5 ml sebanyak 2,5 ml. 2 Rute pemberian adalah cara pemberian antibiotika secara per oral p.o dan intravena i.v. Dilihat berdasarkan terapi antibiotika yang

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

2 30 113

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012.

0 3 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012.

0 6 17

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP’s) PADA PASIEN ANAK INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Evaluasi Drug Related Problems (DRP’S) Pada Pasien Anak Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Instalasi Rawat Inap Rumah

0 0 14

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP’s) PADA PASIEN ANAK INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Evaluasi Drug Related Problems (DRP’S) Pada Pasien Anak Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Instalasi Rawat Inap Rumah

0 1 18

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009.

0 5 26

EVALUASI DOSIS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI Evaluasi Dosis Penggunaan Obat pada Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Assalam Gemolong Sragen Tahun 2008-2009.

0 0 14

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus diabetes mellitus di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005.

1 7 116

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien demam tifoid kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2010 - USD Repository

0 3 153

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012 - USD Repository

0 1 69