3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh tenaga kesehatan sebagai sumber informasi dan untuk menambah referensi
pengetahuan mengenai gambaran penggunaan antibiotika pada pasien ISPA, serta dapat digunakan sebagai data-data acuan untuk penelitian
tentang penggunaan antibiotika berikutnya. b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
melihat karakteristik demografi dan pola penggunaan antibiotika pada pasien ISPA serta evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ISPA
terkait dengan ketidaktepatan penggunaan antibiotika yang dilihat berdasarkan dosis, rute pemberian, dan frekuensiinterval waktu.
B. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut Kelompok Pediatri di
Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta. 2.
Tujuan khusus Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi pasien pediatri dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut di RSPR Yogyakarta berdasarkan usia,
jenis kelamin, diagnosis, dan lama perawatan
b. Mengidentifikasi pola penggunaan antibiotika pasien pediatri dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut di RSPR Yogyakarta meliputi
sub golongan dan jenis antibiotika, serta durasi antibiotika. c. Membandingkan pola penggunaan antibiotika dengan Pharmaceutical
Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Depkes RI, 2005 pada pasien pediatri dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut di RSPR
Yogyakarta berdasarkan dosis, rute pemberian, dan frekuensiinterval waktu.
10
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Antibiotika
Antibiotika adalah suatu zat atau senyawa obat alami maupun sintesis yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur yang memiliki khasiat untuk
menghambat perkembangbiakan atau membunuh mikroorganisme Sutedjo,2008. Obat yang digunakan untuk membunuh mikroba harus memiliki sifat toksisitas
selektif, yang artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik bagi mikroba namun tidak menimbulkan efek toksik pada manusia. Berdasarkan sifat toksisitas
selektif, antabiotika yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat membunuh mikroba dikenal
sebagai bakterisid Setiabudy, 2008. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dapat dibagi dalam 5
kelompok, antara lain antibiotika yang dapat menghambat sintesis dinding sel dengan merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram
positif maupun Gram negatif, contohnya penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan isoniazid INH; mengganggu metabolisme dengan adanya substansi yang secara
kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme, contohnya kotrimoksasol;
merusak membran sel plasma dengan cara mengganggu permeabilitas membran plasma sel bakteri yang menyebabkan sel tidak mampu lagi berfungsi sebagai
barrier dan mengganggu proses biosintesis yang diperlukan oleh membran, contohnya polimiksin dan nistatin; menghambat sintesis protein dengan cara
berikatan pada ribosom subunit 30S sehingga terjadi kesalahan pembacaan mRNA dan tidak terjadi sintesis protein, contohnya golongan aminoglikosida; dan
menghambat sintesis asam nukleat DNARNA pada fase transkripsi dan replikasi bakteri, contohnya rifampin dan golongan kuinolon Schmitz, 2009.
Berdasarkan luas aktivitasnya, jenis antibiotika dapat dibagi dalam dua golongan yaitu antibiotika berspektrum luas Broad Spectrum dan antibiotika
yang berspektrum sempit Narrow Spectrum. Antibiotika berspektrum luas bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman, baik jenis kuman Gram negatif
maupun jenis kuman Gram positif. Contoh antibiotika spektrum luas adalah turunan tetrasiklin, turunan aminoglikosida, beberapa turunan penisilin, dan
sebagian besar turunan sefalosporin. Antibiotika yang berspektrum sempit adalah antibiotika yang hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif
saja atau gram positif saja. Contoh antibiotika spektrum sempit adalah streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat hanya aktif terhadap
kuman Gram negatif Tan dan Rahardja, 2003. Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotika secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri
berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk
mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap
kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan
perkembangan bakteri. Penyebab resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah
sakit menerima antibiotik sebagai pengobatan ataupun profilaksis Utami, 2012. Penggunaan antibiotika secara luas serta penyalahgunaan antibiotika
untuk pengaturan klinis dan nonklinis telah mengakibatkan munculnya sejumlah bakteri multiresisten seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA,
vancomycin-intermediate Staphylococcus aureus VISA, vancomycin-resistant Enterococcus spp., carbapenem-resistant Mycobacterium tuberculosis, extended
spec trum β-laktamase producing Escherichia coli, atau highly virulent antibiotic-
resistant Clostridium difficille. Munculnya resistensi antibiotika terhadap bakteri disebabkan oleh kesalahan penggunaan antibiotika. Hal ini memberikan gambaran
terjadinya seleksi Darwinian berupa hasil dari tekanan evolusi spesifik dalam beradaptasi
dengan munculnya antimikroba. Telah dilaporkan bahwa mengonsumsi antimikroba yang terkandung dalam hewan pedaging dapat
mengakibatkan terjadinya antibiotic multidrug resistance AMR baik pada manusia maupun pada hewan. Peristiwa ini membuat resistensi infeksi antibiotika
menghasilkan risiko yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat dalam skala global, karena terkadang agen antimikroba yang tersedia untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri patogen Gram-positif dan Gram-negatif tidak efektif. Masalah multiresisten bakteri yang terus meningkat harus menjadi
perhatian karena berkurangnya jumlah antimikroba baru dalam praktik klinis. Adanya kebutuhan akan pengembangan antibiotika baru atau alternatif baru
terhadap agen antimikroba konvensional karena adanya peningkatan infeksi