2.2. Permintaan Angkutan
Transportasi dari orang atau barang dilakukan, bukan karena orang atau barang tersebut menginginkan angkutan, tetapi untuk mencapai tujuan lain Morlok,
2000. karenanya permintaan angkutan ini disebut sebagai permintaan yang diturunkan derived demand dari suatu kebutuhan manusia akan barang dan jasa lain
sebagai akibat terjadinya perkembangan aktivitas sosio ekonomi masyarakat. Keperluan kita akan sarana transportasi seperti bis kota, angkutan kota, taksi dan lain-
lain misalnya karena kita ingin pergi bekerja, melancong, kesekolah, berbelanja, ke toko atau kepasar atau untuk ganti moda seperti pergi ke pendahuluan laut atau
bandar udara. Salah satu bentuk perkembangan aktivitas sosio ekonomi masyarakat yang
paling kuat dalam menimbulkan permintaan potensil akan jasa angkutan adalah adanya perubahan tata ruang kota yang membawa akibat kepada timbulnya jarak
geografis antara suatu zona dengan zona yang lainnya. Dua zona yang berjarak ini hanya dapat dipertemukan dengan sarana angkutan sebagai suatu sistem.
Dengan demikian, sistem transportasi dapat disebut sisi penawaran suply side dan sisitem aktivitas berupa perubahan tata ruang kota adalah sisi permintaan
Demand side. Kedua sistem ini menurut Manhein 1999 mempunyai keterkaitan satu sama lain dalam membentuk pola aliran lalu lintas seperti gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Manheim 1999 SISTEM
TRANSPORTSI
SISTEM AKTIVITAS
POLA ALIRAN
Gambar 2.2. Hubungan Dasar Sistem Transportasi, Sistem Aktivitas dan Pola Aliran
Teori ini apabila dihubungkan dengan permintaan potensil terhadap angkutan kota pada lintasan Kota Binjai – Medan akan menunjukan bahwa aktivitas
perkembangan dan tata ruang Kota Binjai yang tidak jauh dari Kota Medan harus diikuti dengan intervensi sistem transportasi berupa pengadaan angkutan dan lambat
laun akan menimbulkan dan mempengaruhi pola aliran pada rute tersebut. Oleh karenanya dalam perencanaan transportasi jangka panjang, studi
permintaan akan angkutan kota perlu dilakukan agar pola aliran lalu lintas dapat diatur keseimbangannya Warpani, 2000.
2.3 Atribut Pelayanan Jasa Angkutan