Perendaman dengan asam sulfat H

tumbuhnya. Semakin rendah laju perkecambahan akan menunjukkan semakin cepat benih berkecambah dan semakin kuat pertumbuhan kecambah. Tinggi dan diameter bibit sapihan Angsana pada perendaman dengan hasil air fermentasi rebung bambu Apus selama 12 jam yaitu masing-masing sebesar 1,39 cm dan 0,48 mm. Hal ini disebabkan oleh faktor internal bibit sapihan salah satunya hormon. Menurut Gardner et al. 1991 pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pembelahan dan pembesaran sel akibat adanya interaksi antara berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain laju fotosintesis, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan nitrogen, tipe letak meristem, kapasitas penyimpanan cadangan makanan, diferensiasi, aktivitas enzim dan lain-lain. Hormon termasuk faktor internal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, antara lain auksin, sitokinin, dan giberelin. Hormon auksin merupakan hormon yang diproduksi dipucuk untuk menstimulasi pertumbuhan akar, hormon sitokinin diproduksi di akar untuk menstimulasi pertumbuhan pucuk, sedangkan giberelin untuk diferensiasi sel. Pada pertumbuhan bibit sapihan hormon auksin akan lebih berperan dibandingkan hormon sitokinin dan giberelin. Hormon auksin juga akan menyebabkan terjadinya dominasi apikal, yaitu penghambatan kuncup oleh apeks ujung yang aktif pada kuncup yang memanjang.

4.2.3.2 Perendaman dengan asam sulfat H

2 SO 4 Pematahan dormansi dengan perendaman larutan H 2 SO 4 1 selama 10 menit merupakan pematahan dormansi yang memiliki daya berkecambah yaitu 100 meningkat 391,88 dibandingkan dengan kontrol hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas asam sulfat H 2 SO 4 yang membuat kulit benih menjadi lunak dan benih akan kehilangan lapisan yang permeabilitas terhadap gas dan air, sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik. Peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh larutnya sebagian komponen lignin oleh kulit benih. Dengan kata lain air akan lebih mudah masuk ke dalam benih tersebut yang diperlukan untuk merangsang pertumbuhan embrio sehingga benih akan lebih mudah untuk berkecambah. Menurut Sutopo 2004 faktor-faktor yang menentukan perkecambahan adalah sifat benih yaitu tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dan dormansi, sedangkan faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan benih terdiri dari air, temperatur, oksigen, cahaya, dan media. Pematahan dormansi perendaman dalam H 2 SO 4 1 selama 10 menit dapat meningkatkan daya kecambah, akan tetapi apabila terlalu berlebihan dalam hal konsentrasi dan lama waktu pematahan dormansi tersebut akan meyebabkan rusaknya embrio dan menyebabkan benih tersebut akan rusak atau tidak dapat tumbuh. Seperti halnya pada pematahan dormansi perendaman dalan H 2 SO 4 1 selama 15 menit yang memiliki daya berkecambah hanya sebesar 38,67. Tingginya konsentrasi H 2 SO 4 hanya dibutuhkan lama perendaman yang singkat untuk mematahkan dormansi. Lamanya perendaman lebih dari 10 menit akan mengakibatkan kerusakan pada benih over treatment, sehingga menyebabkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan memiliki nilai yang rendah. Umumnya dormansi mekanik terjadi pada benih-benih yang berkulit keras seperti halnya pada benih Angsana. Kandungan lignin yang tinggi pada benih diduga dominan dalam kulit benih sehingga menyebabkan kulit Angsana menjadi keras. Hal ini sesuai dengan fungsi lignin pada awal pembentuan sel, yaitu menambah kekuatan struktural sel dan berperan sebagai pelindung polisakarida dari hidrolisis enzim selulase Fahn 1992 diacu dalam Puspitarini 2003. Umumnya lignin adalah bahan pertama yang muncul di bahan intraseluler dan dinding primer, kemudian bahan tersebut akan tersebar ke arah pusat menembus dinding sekunder. Penelitian Puspitarini 2003 stuktur benih pada benih Panggal Buaya Zanthoxylum rhetsa Roxb D.C mengalami perubahan setelah perendaman dengan H 2 SO 4 95 selama 30 menit Gambar 16. Sumber : Puspitarini 2003 Keterangan : Lm : Lamela Lb: Lubang Gambar 16 Struktur mikrokopis permukaan kulit benih Panggal Buaya A1 kontrol, A2 setelah perlakuan perendaman asam sulfat selama 30 menit, B1 kontrol potongan arah longitudinal, B2 setelah perendaman asam sulfat 95 selama 30 menit potongan arah longitudinal, C1 Kontrol potongan arah transversal, C2 setelah perendaman asam sulfat 95 selama 30 menit potongan arah transversal. B1 Lm Lm Lm Lb Lb Lb B2 C2 A2 C1 A1 Gambar 16 menunjukkan sel-sel kulit benih Panggal Buaya yang sebelumnya padat dan kompak dengan dinding sel yang tebal A1, B1, dan C1 kemudian menjadi longgar karena adanya lobang antar sel akibat lamela tengah yang terlarut dalam asam sulfat dan dinding sel yang menipis A2, B2 dan C2. Kondisi ini memungkinkan bagi radikula untuk menembus kulit benih karena kulit benih relatif menjadi lebih lunak. Menurut Yuniarti 1997 perlakuan pendahuluan pada benih Merbau Instia bijunga dengan perendaman dalam H 2 SO 4 pekat 100 selama 1-2 jam menunjukkan daya berkecambah yang cukup baik. Daya berkecambah akan menurun apabila waktu perendaman semakin lama. Keadaan ini disebabkan karena konsentrasi H 2 SO 4 yang pekat dan keras dapat membakar kulit benih sehingga menyebabkan kerusakan benih. Kerusakan pada kulit menyebabkan zat asam dapat masuk ke dalam benih dan merusak jaringan embrio. Hasil penelitian Muharni 2002 tentang pematahan dormansi dengan menggunakan H 2 SO 4 20 N menghasilkan persentase kematian pada benih tertinggi. Hal ini terjadi karena banyaknya benih yang pecah karena H 2 SO 4 . Jenis asam keras seperti H 2 SO 4 , dapat merusak kulit benih atau jaringan embrio sehingga terjadinya kemunduran metabolisme sehingga menyebabkan kematian benih. Pengaruh lama perendaman dalam larutan H 2 SO 4 dapat juga menyebabkan kerusakan kulit benih dan jaringan embrio. Pada pematahan dormansi dengan perlakuan perendaman dengan H 2 SO 4 1 selama 10 menit memiliki nilai perkecambahan terbesar yaitu sebesar 1,13 hari 2 atau sekitar 2 kecambah setiap hari selama pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pematahan dormansi perendaman dengan H 2 SO 4 1 selama 10 menit paling efektif dalam mematahkan dormansi benih Angsana, yaitu dengan melunakkan kulit benih, sehingga air dapat dengan mudah masuk ke dalam benih. Namun, apabila berlebihan dalam hal konsentrasi dan lama waktu pematahan dormansi dapat menyebabkan kerusakan kulit benih atau jaringan embrio seperti halnya nilai perkecambahan pada pematahan dormansi perendaman H 2 SO 4 1 selama 15 menit yaitu hanya sebesar 0,55 hari atau sekitar 1 kecambah setiap hari selama pengamatan. Struktur kecambah penting yang diperlukan kecambah untuk tumbuh adalah sistem perakaran, tunas aksial, kotiledon, dan kuncup terminal. Kecambah normal adalah kecambah yang memiliki semua struktur kecambah yang penting berkembang baik. Panjang kecambah harus paling tidak dua kali panjang benih, dan kecambah harus dalam keadaan sehat, sedangkan kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal Sutopo 2004. Kecepatan tumbuh merupakan cerminan jumlah benih normal yang berkecambah setiap hari. Kecepatan tumbuh merupakan gambaran virgor benih. Pematahan dormansi dengan perendaman larutan H 2 SO 4 1 selama 10 menit pada bak kecambah memiliki kecepatan tumbuh sebesar 1,41 hari atau sekitar 2 kecambah setiap hari selama pengamatan. Benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki virgor atau kekuatan tumbuh yang tinggi pula. Sadjad et al. 1975 menyatakan bahwa benih yang lebih cepat tumbuh menjadi kecambah normal mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum. Laju perkecambahan yang diukur dengan menghitung rata-rata hari berkecambah menunjukkan kecepatan benih untuk dapat berkecambah, dalam hal ini adalah kecambah normal. Lama laju perkecambahan benih Angsana hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pematahan dormansi dengan perendaman larutan H 2 SO 4 1 selama 15 menit yaitu 26,56 hari atau sekitar 27 hari. Hal ini disebabkan oleh denaturasi protein yang dapat mengakibatkan terhambatnya reaksi biokimia benih dan mempercepat kemunduran benih. Gejala kemunduran benih dapat berupa perubahan laju respirasi, aktivitas enzim dan permeabilitas membran, sedangkan gejala fisiologis benih yang mengalami kemunduran dapat berupa perubahan warna benih, penurunan laju perkecambahan, berkurangnya laju toleransi terhadap kondisi yang kurang baik, pertumbuhan benih lemah dan semakin meningkatnya jumlah benih yang abnormal Copeland diacu dalam Murti 2000. Benih yang bervirgor rendah akan menghasilkan kecambah yang tidak normal yang ditunjukan oleh batang yang bengkok, kotiledon yang relatif lama membuka sehingga daun menjadi kecil dan keriting dan perakaran yang pendek. Perendaman dengan larutan H 2 SO 4 1 selama 10 menit memiliki waktu yang cepat untuk mencapai batas 80 dibandingkan dengan H 2 SO 4 1 selama 15 menit yaitu selama 25 hari. Batas 80 perkecambahan benih menunjukkan bahwa benih-benih yang berkecambah hingga batas 80 umumnya memiliki virgor yang baik, sedangkan benih-benih yang berkecambah setelah periode tersebut biasanya pertumbuhan semai yang kurang baik, kerdil bahkan mati. Kemunduran benih berlangsung terus dengan semakin lamanya benih dikecambahkan secara bertahap dan berakumulasi sebagai akibat perubahan yang terjadi dalam benih. Kemunduran benih dapat digolongkan atas kemunduran kronologis yang berkaitan dengan waktu dan kemunduran fisiologis yang berkaitan dengan faktor lingkungan. Akhir dari kemunduran benih adalah habisnya daya kecambah dari benih yang bersangkutan Sadjad et al. 1975 Salah satu hambatan dalam perkecambahan benih Angsana adalah adanya dormansi mekanik yang disebabkan oleh kulit biji yang keras, sehingga tidak bisa ditembus akar. Selain itu udara dan air yang berperan dalam proses perkecambahan terhambat untuk masuk ke dalam benih. Hal tersebut menyebabkan turunnya kecepatan tumbuh dari benih Angsana. Dengan diberi perendaman terlebih dahulu pada benih Angsana sebelum ditabur dapat mempercepat perkecambahan benih Angsana karena perendaman tersebut dapat melunakan benih, sehingga dapat memacu kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi. Dengan demikian proses perombakan bahan makanan dapat berlangsung, sehingga menghasilkan energi yang dapat diuraikan ke titik-titik tumbuh dan benih dapat berkecambah. Perendaman benih Angsana dengan larutan H 2 SO 4 1 selama 10 menit menyebabkan kulit rusak dan memudahkan air masuk ke dalam benih. Tingginya nilai tinggi dan diameter bibit sapihan pada pematahan dormansi dengan perlakuan perendaman H 2 SO 4 1 selama 10 menit yaitu masing-masing sebesar 1,53 cm dan 1,06 mm. Hal ini disebabkan oleh perkembangan embrio yang baik, sehingga memiliki kemampunan yang tinggi dalam mengumpulkan cadangan makanan sebagai energi. Semakin besar energi yang dimiliki maka pertumbuhan makanan lebih besar dan semakin optimal. Benih yang besar akan mensuplai lebih banyak makanan untuk pertumbuhan sehingga akan menghasilkan bibit sapihan yang lebih besar pula Sutopo 2004. Selain itu, tanaman Angsana merupakan tanaman legum yang memiliki rhizobium bintil akar. Menurut Trubus 2006, rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman. Pigmen merah leghemoglobin yang berperan dalam mengambil N di atmosfer. Pigmen ini dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak jumlah pigmen, semakin besar nitrogen yang diikat. Rhizobium mampu menghasilkan hormon pertumbuhan berupa IAA dan giberellin yang dapat memacu pertumbuhan rambut akar, percabangan akar yang memperluas jangkauan akar. Akhirnya, tanaman berpeluang besar menyerap hara lebih banyak yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman

4.2.3.4 Perendaman dengan potassium nitrat KNO