Mugnisjah dan Setiawan 1990 menyatakan bahwa salah satu proses penting yang terjadi pada benda hidup adalah proses respirasi. Dalam proses
respirasi dihasilkan energi bebas dalam bentuk ATP dan NADH yang sangat berguna dalam proses sintesis sel seperti asam amino, protein, lemak dan
lain-lain. Kemampuan benih untuk berkecambah tergantung dari tersedianya energi dan senyawa-senyawa tersebut untuk sintesis sel-sel penyusun organ
kecambah yang meliputi akar dan pucuk. Semakin tinggi ketersediaan senyawa tersebut, maka semakin tinggi pula kemampuan benih untuk
berkecambah, bearti benih tersebut memiliki kemampuan perkecambahan tinggi.
Disamping memiliki virgor yang tinggi, benih dituntut untuk dapat cepat tumbuh. Homogenitas perkecambahan diawali oleh keserempakan
perkecambahan benih sehingga selain cepat tumbuh benih yang virgor juga tumbuh serempak. Keserempakan tumbuh terkait dengan kemampuan benih
memanfaatkan cadangan energi dalam masing-masing benih untuk tumbuh menjadi kecambah atau bibit yang kuat secara serempak. Keserempakan
termasuk unsur waktu dan kinerja fisiologis Sadjad et al. 1999.
4.2.3.1 Perendaman dengan hasil air fermentasi rebung bambu Apus
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dengan keadaan anaerobik tanpa oksigen. Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Air hasil fermentasi rebung bambu Apus dilakukan dengan cara
mengambil air sari dari rebung yang didiamkan selama 3 hari. Menurut Widjaja et al. 1994 komponen utama rebung mentah adalah air yang dapat
mencapai sekitar 91. Selain itu rebung mengandung protein, 12 asam amino esensial, karbohidrat, lemak, vitamin A, tiamin, riboflavin, asam
askorbat, serta unsur-unsur mineral seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium dalam jumlah yang kecil.
Hasil uji lanjut Duncan dengan menggunakan hasil air fermentasi rebung bambu Apus terhadap daya berkecambah yaitu sebesar 25,33.
Hilangnya kemampuan benih untuk berkecambah berhubungan langsung dengan kegiatan enzim. Mundurnya daya berkecambah benih terjadi karena
kekurangan enzim amilase dalam benih. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam hidrolisa amilum yang tersimpan, sehingga kekurangan
enzim ini mempengaruhi pengiriman glukosa ke embrio Sadjad et al. 1975. Pengaruh perendaman dengan hasil air fermentasi rebung bambu Apus
pada waktu yang cukup lama dapat mengatasi dormansi mekanik yang terjadi pada benih meningkat sebesar 25,33 dibandingkan dengan kontrol
20,33. Hal ini salah satunya dapat disebabkan rebung bambu Apus yang memiliki hormon giberelin. Giberelin dapat mengembalikan virgor benih
yang telah menurun. Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh yang mempunyai pengaruh dalam perkecambahan benih yaitu bersifat mendorong
perkecambahan dan pembelahan sel. Giberelin mengaktifkan enzim-enzim perkecambahan terutama enzim hidrolisis seperti amilase, protease,
fostafase, ribonuklease, dan beberapa enzim lainnya. Giberelin disintesiskan dari asam mevelonat MVA di jaringan muda
di pucuk dan pada biji yang berkembang. GA
3
ini terdapat pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga,
bintil akar, buah dan jaringan halus. Menurut Fatimah 2006, perlakuan pematahan dormansi jati dengan
giberelin 10 ppm memiliki perkecambahan tertinggi 40 yang menyebabkan batang menjadi lebih tinggi, daun yang terbentuk lebih
banyak, serta lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan yang lainnya perendaman dengan H
2
SO
4
pekat selama 20 menit, KNO
3
2 selama 24 jam, perlakuan fisik 2 tingkat yaitu biji direndam dalam air panas 40°C selama 42 jam dan biji direndam dalam air selama
24 jam, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 14 hari, penirisan kulit buah 1 tingkat, serta perlakuan kombinasi antara giberelin
dengan perlakuan fisik atau kimia 4x5 tingkat. Hal ini disebabkan giberelin merupakan hormon tumbuh yang mampu mengatasi dormansi biji
pada berbagai spesies dan berlaku sebagai pengganti suhu rendah, hari yang panjang atau cahaya merah. Salah satu efek giberelin pada biji adalah
mendorong pemanjangan sel sehingga radikula dapat menembus endosperm kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan Sallisbury Ross
1995 diacu dalam Fatimah 2006 Nilai perkecambahan merupakan cerminan ukuran beberapa jumah
kecambah normal yang dapat tumbuh menjadi tanaman normal di lapangan. Pematahan dormansi dengan perlakuan perendaman air hasil fermentasi
rebung bambu Apus memiliki nilai perkecambahan yaitu sebesar 0,48 hari
2
atau sekitar 1 kecambah setiap hari atau jarang ada yang tumbuh setiap hari selama hari pengamatan. Hal ini disebabkan oleh cadangan
makanan dalam benih kurang yang digunakan untuk proses metabolisme. Disamping itu, kondisi fisik dan fisiologi juga semakin menurun termasuk
kandungan air, sehingga kemampuan perkecambahannya menurun. Kemampuan perkecambahan benih Angsana juga dipengaruhi oleh
parameter kecepatan tumbuh. Kecepatan tumbuh merupakan gambaran virgor benih. Pematahan dormansi dengan perendaman hasil air fermentasi
rebung bambu Apus selama 12 jam memiliki kecepatan tumbuh rendah yaitu sebesar 0,91 hari atau 1 kecambah setiap hari selama pengamatan.
Sutopo 2004 menyatakan bahwa hilangnya kekuatan dan kecepatan tumbuh karena respirasi yang cukup mempergunakan energi makanan yang
ada dalam sel-sel, tetapi tidak mengandung air yang cukup untuk memindahkan jaringan makanan ke sel-sel yang sedang melangsungkan
respirasi sehingga terjadi kelaparan lokal pada sel-sel yang sedang berespirasi. Selain itu kondisi fisik dan fisiologis benih juga semakin
menurun termasuk kandungan airnya sehingga kemampuan perkecambahan juga akan menurun yang diindikasikan dengan kecepatan tumbuh yang
semakin menurun. Laju perkecambahan merupakan salah satu parameter menghitung
kekuatan tumbuh virgor benih yang tujuannya untuk mengetahui jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel atau plamula. Laju
perkecambahan pada perlakuan perendaman dengan hasil air fermentasi rebung bambu Apus yakni 20,72 hari atau sekitar 21 hari. Menurut Sutopo
2004 mengatakan bahwa laju perkecambahan mencerminkan kekuatan
tumbuhnya. Semakin rendah laju perkecambahan akan menunjukkan semakin cepat benih berkecambah dan semakin kuat pertumbuhan
kecambah. Tinggi dan diameter bibit sapihan Angsana pada perendaman dengan
hasil air fermentasi rebung bambu Apus selama 12 jam yaitu masing-masing sebesar 1,39 cm dan 0,48 mm. Hal ini disebabkan oleh faktor internal bibit
sapihan salah satunya hormon. Menurut Gardner et al. 1991 pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pembelahan dan pembesaran sel akibat adanya
interaksi antara berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain laju fotosintesis, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan
nitrogen, tipe letak meristem, kapasitas penyimpanan cadangan makanan, diferensiasi, aktivitas enzim dan lain-lain. Hormon termasuk faktor internal
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, antara lain auksin, sitokinin, dan giberelin. Hormon auksin merupakan hormon yang diproduksi
dipucuk untuk menstimulasi pertumbuhan akar, hormon sitokinin diproduksi di akar untuk menstimulasi pertumbuhan pucuk, sedangkan giberelin untuk
diferensiasi sel. Pada pertumbuhan bibit sapihan hormon auksin akan lebih berperan dibandingkan hormon sitokinin dan giberelin. Hormon auksin juga
akan menyebabkan terjadinya dominasi apikal, yaitu penghambatan kuncup oleh apeks ujung yang aktif pada kuncup yang memanjang.
4.2.3.2 Perendaman dengan asam sulfat H