Gambaran Industri Kulit Manding
S3 : Terjaminnya ketersediaan bahan baku Menurut Pearce dan Robinson 2004 ketersediaan bahan baku merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari kegiatan produksi-operasi perusahaan. Bahan baku berupa kulit
samak dan bahan tambahan lainya dengan mudah diperoleh para pelaku industri dari sekitar kota Yogyakarta ataupun dari magetan jawa timur. Pelaku industri tidak
merasa kesulitan dalam mendapatkan bahan baku hanya saja, harga kulit samak yang dirasa mahal. Menurut para pakar, ketersediaan kulit samak dirasa aman untuk saat
ini dan beberapa tahun kedepan.
S4 : Mutu produk memuaskan Dua hal yang dibeli konsumen dari sebuah produk. Pertama nilai yang
terkandung dalam produk tersebut dan service yang diberikannya. Nilai ditentukan oleh biaya dan kualitas sedangkan service ditentukan oleh mutu. Mutu ternyata
menjadi faktor penentu agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu mutu dapat dijadikan sebagai senjata strategik yang harus dikembangkan guna
mencapai kompetitif. Porter 1997 menyatakan bahwa produk yang bermutu, ditentukan oleh delapan faktor yaitu : Performance, Feature, Reability, Conformance,
Durability, Service Ability, Aesthetics, dan Perceived Quality. Produk kulit dari sentra industri kulit Manding munggul dalam mutu durability, yaitu mutu dengan
kecenderung pada ketahanan suatu produk saat digunakan. Mutu produk sangat dijaga oleh para pelaku industri kulit Manding. Mutu merupakan faktor andalan untuk
menarik dan mempertahankan konsumen. Mutu produk kulit Manding juga diakui oleh pakar dan para konsumen yang menyatakan produk awet saat dipakai dan
keaslian kulitnya terjamin.
S5 : Suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis Bisnis industri kulit di Manding merupakan usaha yang turun temurun,
mayoritas pegawainya juga merupakan kerabat dari pemilik industri, ini merupakan
pengakuan para pelaku industri. Ini terlihat juga dari sistem perikrutan pegawai atas unsur kedekatan dan kekeluargaan, serta sistem pengawasan yang berdasarkan
kepercayaan saja. Ini membuat suasana terasa harmonis dalam menjalankan bisnis industri kulit di Manding.
S6 : Harga produk lebih murah Keunggulan bersaing terjadi pada saat perusahaan mampu menyampaikan
manfaat seperti pesaing-pesaingnya tetapi dengan biaya yang lebih rendah cost advantage atau menyampaikan manfaat melebihi dari produk yang berkompetisi
differentiation advantage Porter 1997. Produk kulit di Manding diakui oleh pakar dan para konsumen memiliki harga yang relatif lebih murah dari toko-toko lain di
luar Manding. Ini dipengaruhi oleh penetuan harga jual produk yang cukup sederhana, yaitu biaya untuk pembelian bahan baku ditambah estimasi keuntungan
yang ingin didapatkan. Harga yang lebih murah juga merupakan faktor andalan untuk menarik dan mempertahankan konsumen.
S7 : Produk unik sesuai pesanan Menurut Porter 1997 service ability merupakan suatu mutu yang berbasis
pada kepuasan konsumen. Mutu ternyata menjadi faktor penentu agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Oleh karena itu mutu dapat dijadikan sebagai senjata
strategik yang harus dikembangkan guna mencapai kompetitif. Pengrajin kulit Manding melayani pesanan dengan desain sesuai dengan keinginan konsumen, ini
menjadikan produk kulit Manding menjadi unik karena tidak diproduksi dalam jumlah yang banyak. Keunikan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang
ingin memiliki barang eksklusif dan tidak pasaran. Ini diungkapkan oleh pelaku industri kulit Manding sendiri dan juga pengakuan dari para konsumen.
Kelemahan :
W1 : Jaringan kerjasama terbatas
Keberhasilan program pengembangan usaha kecil sangat dipengaruhi oleh situasi pasar yang dihadapi oleh UKM. Situasi permintaan terhadap produk UKM
tidak saja melalui permintaan efektif, tetapi juga pada peningkatan akses terhadap informasi pasar serta akses kepada pasar ekspor Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al,
1997; Thoha, 2000. Produk industri kulit Manding memang banyak di eksport, namun hanya dua industri berskala sedang yang memiliki jaringan langsung dengan
luar negeri, sedangkan untuk pengrajin yang lain, hanya melayani pesanan dari buyer yang memiliki jaringan ke luar negeri. Ini diungkapkan pelaku industri yang
menyatakan bahwa mereka hanya menunggu pesanan dari buyer, para pakar juga berpendapat yang sama bahwa jaringan pemasaran industri kulit di Manding masih
sangat terbatas.
W2 : Promosi kurang agresif. Promosi merupakan upaya untuk menarik konsumen, konsumen yang tertarik
akan membeli produk dan meningkatkan volume penjualan. Promosi menjadikan produk lebih dikenal oleh konsumen dan merupakan wadah untuk mencari pasar baru
Hakimi 2007. Promosi yang dilakukan para pengrajin Manding sebatas membuat kartu nama, dan terkadang mengikuti pameran yang ditawarkan oleh Pemerintah
daerah bantul. Belum ada tindakan promosi yang agresif ke konsumen, pemberian kartu nama showroom hanya jika konsumen memintanya. Kurangnya promosi
mengakibatkan rendahnya penjualan karena minimnya informasi yang didapatkan konsumen agar mempengaruhi keputusan untuk membeli produk.
W3 : Inovasi Desain produk rendah Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan adalah kemampuan perusahaan
untuk melakukan perubahan diri ketika lingkungan berubah dan menuntut perilaku yang baru. Perusahaan yang mampu menyesuaikan diri, mengikuti terus perubahan
lingkungan serta melakukan perubahan melalui perencanaan ke masa depan dan akan mempertahankan strategi yang ada sesuai dengan perubahan lingkungan Kotler,
2002. Inovasi adalah salah satu perubahan produk yang menyesuaikan keinginan
konsumen. Inovasi merupakan suatu proses yang tidak hanya sebatas menciptakan ide atau pemikiran baru. Ide tersebut harus diimpelementasikan melalui sebuah proses
adopsi. Keluhan konsumen mengenaik Desain model yang dimiliki produk Manding banyak saat pengisian kuesioner. Kurang mengikuti trend dan kurang variatif menjadi
keluahan utama. Dari hasil penilaian konsumen, variabel model dan warna produk Manding sangat jauh dari harapan konsumen. Para pakar juga mengakui para
pengrajin jarang melakukan pengembangan Desain produk, mereka cenderung hanya membuat Desain yang biasanya dipesan konsumen, padahal frekuensi pemesanan
tidak tentu, dan terkadang selera konsumen luar negeri berbeda dengan selera konsumen dalam negeri.
W4 : Tidak ada merk dagang Menurut Pearce dan Robinson 2004 loyalitas konsumen terhadap merk dari
perusahaan tertentu merupakan kekuatan dari aspek pemasaran, namun sampai sekarang produk hasil pengrajin Manding belum memiliki merk dagang sendiri,
mereka tidak mencantumkan merk dagang apapun pada produknya. Padahal merk produk dapat menjadi identitas sebuah industri, karena merk lebih mudah dikenal
oleh konsumen. Pengakuan pelaku industri sendiri bahwa mereka tidak memberikan merk dagang pada produk-produknya. Ini juga mendapatkan masukan dari konsumen
untuk memberikan identitas tertentu pada produk yang asli buatan pengrajin Manding, sehingga ciri khas Manding dapat terlihat, sehingga dapat dibedakan antara
produk asli buatan pengrajin Manding dengan produk buatan industri diluar Manding yang juga dijual di showroom.
W5 : Keterbatasan modal, sarana dan prasarana umum Sebagai entitas bisnis maka IKM juga menghadapi beberapa masalah, baik
masalah internal maupun masalah eksternal. Masalah internal meliputi masalah permodalan, masalah administrasi keuangan, keterbatasan sarana prasarana yang
dimiliki IKM, masalah kaderisasi dan masalah pengelolaan tunggal. Dari beberapa masalah tersebut, masalah permodalan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh
UKM. Sebagai perusahaan kecil dan menegah, mereka seringkali tidak dapat memenuhi persyaratan teknis yang diminta bank atau lembaga keuangan lainnya
untuk mendapatkan kredit untuk meningkatkan usahanya sehingga mereka sulit berkembang Lestari, 2005.
Modal merupakan masalah kedua yang dikeluhkan pelaku industri kulit di Manding setelah masalah pemasaran. Pemenuhan pesanan dalam jumlah yang besar
terkadang menjadi kendala, karena modal pembelian bahan baku cukup mahal, sehingga terkadang pengrajin tidak bisa memenuhi pesanan yang terlalu besar.
Terbatasnya sarana dan prasarana umum seperti tempat parkir, toilet umum, serta area bermain anak dan tempat makan juga dikeluhkan oleh para konsumen. Sebenarnya
sudah banyak bantuan dari pemerintah dan pihak lain seperti BI, namun untuk memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasarana tersebut juga dibutuhkan peran
aktif para pelaku industri kulit Manding.
W6 : Permasalahan Showroom Masalah internal IKM meliputi masalah permodalan, masalah administrasi
keuangan, keterbatasan sarana prasarana yang dimiliki IKM, masalah kaderisasi dan masalah pengelolaan tunggal Lestari, 2005. Sarana yang lebih spesifik untuk
kegiatan jual beli adalah showroom. Showroom merupakan sarana yang cukup banyak memberikan pendapatan bagi pemilik, namun tidak semua pelaku industri kulit di
Manding memiliki showroom. Seluruh industri kulit di Manding berjumlah 32, hanya 13 pengrajin yang memiliki showroom. Sisanya tidak memiliki showroom karena
keterbatasan modal. Selain itu permasalah lain dalam showroom adalah dijualnya produk kulit yang diproduksi oleh industri diluar Manding, sehingga konsumen tidak
dapat membedakan produk asli dengan produk luar Manding. Produk kulit luar Manding bertujuan untuk memberikan variasi pilihan produk kepada konsumen, tapi
ini justru menghilangkan ciri khas produk asli buatan pengrajin Manding.
W7 : Tingkat pendidikan rendah
Kaderisasi pada UKM juga merupakan masalah yang krusial mengingat generasi penerus setelah mencapai pendidikan yang lebih tinggi biasanya memilih
bekerja pada perusahaan lain yang lebih besar dan lebih menjanjikan dari pada meneruskan usaha orang tuanya. Selain itu masalah pengelolaan tunggal yang juga
merupakan masalah berat mengingat segala aktivitas dikerjakan sendiri oleh pemilik yang merangkap jadi manajer perusahaan Lestari 2005. Menurut pendapat para
pakar rendahnya tingkat pendidikan para pengrajin kulit di Manding membuat rendahnya kesadaran para pengrajin untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diberikan saat
pelatihan, sehingga pelatihan dinilai kurang efektif. Misalkan pelatihan Desain produk yang tidak diterapkan, pelatihan pencatatan keuangan dan administrasi, yang
masih sering tercampur dengan keuangan keluarga, serta pelatihan ketrampilan lain seperti pelatihan pembuatan bola sepak dan pelatihan pembuatan produk dari kulit
ikan pari. Selanjutnya faktor kelemahan dan kekuatan tersebut dianalisis menggunakan
matriks IFE. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki
perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak ditangani dengan baik. Setiap faktor dinilai bobot dan rangkingnya. Pemberian bobot
pada setiap faktor dari 0,0 tidak penting sampai 1,0 paling penting. Bobot itu mengindikasikan signifikasi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan
perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1. Untuk mempermudah penilaian, pembobotan dilakukan dengan metode pairwise comparison atau
perbandingan berpasangan, yaitu membandingakan setiap faktor yang akan diberi penilaian, dimana nilai 1 menunjukan faktor baris tidak lebih penting dari faktor
kolom, nilai 2 menunjukan faktor baris sama penting dengan faktor kolom, dan nilai 3 menunjukan faktor baris lebih penting dari faktor kolom David, 2009.
Pemberian peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah peringkat = 1, lemah peringkat = 2, kuat
peringkat = 3, atau sangat kuat peringkat=4. Perhatikan bahwa kekuatan harus
mendapat peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Oleh karenanya, peringkat berbasis perusahaan, sementara bobot berbasis industri.
Kemudian bobot skor diperoleh dengan mengkalikan bobot dengan peringkat. Menjumlahkan skor bobot untuk memperoleh total skor bobot. Nilai total skor bobot
menunjukkan kekuatan internal perusahaan. Skor bobot tertinggi adalah 4, terendah adalah 1, dan rata-rata skor bobot 2,5. Skor 2,5 mencirikan organisasi yang lemah
secara internal David, 2009. Hasil internal faktor evaluasi pada industri kulit di Manding dapt dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Hasil evaluasi faktor internal perusahaan IFE Faktor Internal Utama
Bobot Peringkat Skor Bobot Kekuatan
A. Lokasi usaha yang strategis 0.064
4.00 0.255
B. Nama besar Manding, Desa wisata 0.085
4.00 0.341
C. Terjaminnya ketersediaan bahan baku 0.069
3.75 0.260
D. Mutu produk memuaskan 0.097
3.75 0.363
E. Suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis 0.036 3.50
0.127 F. Harga produk lebih murah
0.058 3.50
0.204 G. Produk unik sesuai pesanan
0.067 3.25
0.217 Kelemahan
H. Jaringan kerjasama terbatas 0.099
2.00 0.198
I. Promosi kurang agresif 0.082
1.25 0.102
J. Inovasi Desain produk rendah 0.071
1.00 0.071
K. Tidak ada merk dagang 0.043
1.50 0.064
L. Keterbatasan modal, sarana dan prasarana umum 0.062 2.00
0.124 M. Permasalahan Showroom
0.067 2.00
0.135 N. Tingkat pendidikan rendah
0.100 1.75
0.174 Total bobot skor
2.635 Hasil evaluasi faktor internal IFE bernilai 2.635 ini menunjukkan bahwa
perusahaan cukup baik dalam mengelola kondisi internalnya, dengan tiga faktor kekuatan yang memiliki skor bobot tertinggi secara berurutan adalah mutu produk
yang memuaskan 0.363, nama besar Manding sebagai sentra industri kulit dan sebagai Desa wisata 0.341 dan terjaminnya ketersediaan bahan baku 0.260. Nilai
terjaminnya ketersediaan bahan baku berbeda tipis dengan nilai faktor lokasi usaha yang strategi 0.255. Faktor kelemahan adalah tiga faktor utama yang memiliki skor
bobot yang paling tinggi adalah Jaringan kerjasama terbatas 0.198, Tingkat pendidikan rendah 0.174, dan Permasalahan Showroom 0.135. Hasil penilaian
kekuatan dan kelemahan oleh masing-masing pakar dapat dilihat pada Lampiran 1. Mutu produk yang memuaskan menjadi faktor yang sangat kuat dikendalikan
oleh pengrajin Manding, faktor mutu produk merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah perusahaan dan pengusaha di Manding mampu memenuhinya dengan
baik. faktor ini mencapai nilai tertinggi. Nama besar Manding sebagai sentra industri kulit dan Desa wisata sangat penting bagi daya tarik konsumen untuk membeli
produk kulit di Manding. Pengrajin Manding mampu mempertahankan nama mesar Manding dengan tetap menjaga mutu produk dan mempertahankan harga yang tetap
bersaing. Faktor terjaminnya ketersediaan bahan baku dan lokasi usaha yang strategis memiliki skor bobot yang hampir sama. Terjaminnya ketersediaan bahan baku karena
pemasok kulit samak mudah ditemukan wilayah Yogyakarta atau magetan, dan jumlahnya selalu mencukupi kebutuhan industri kulit Manding. Lokasi usaha yang
strategis dikarenakan Manding memotong jalur dari kota Yogyakarta menuju pantai Parangtritis, yang nama pantai parangtritis cukup besar menarik para wisatawan baik
lokal maupun manca negara. Dapat disimpulkan bahwa para pengrajin Manding harus dapat mempertahankan skor bobot faktor-fakor tersebut agar dapat tetap berkembang.
Faktor kelemahan yang memiliki skor bobot yang rendah adalah tidak adanya merk dagang produk, rendahnya inovasi Desain produk, serta promosi yang kurang
agresif. Merk dagang sangat membantu konsumen untuk mengidentifikasi produk kulit yang asli buatan pengrajin kulit di Manding, merk dagang merupakan media
promosi yang mudah, murah dan cukup diingat konsumen. Akibat tidak adanya merk dagang maka image produk asli Manding yaitu produk bermutu dengan harga murah,
dapat dirusak oleh produk dari luar Manding yang memiliki mutu yang kurang baik, namun dijual juga di showroom-showroom di wilayah Manding. Inovasi Desain
produk yang kurang variatif dan tidak mengikuti trend yang sedang digemari dipasaran juga merupakan permasalahan penting yang harus segera diatasi. Bagi
komsumen wanita, model warna dan trend yang ada merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam pembelian produk. menurut pakar, promosi yang kurang
agresif, salah satu hal yang menyebabkan turunnya penjualan dalam tiga tahun terakhir. Persaingan yang ketat yang terjadi akibat banyaknya pemain dalam industri
yang sama serta banyaknya produk substitusi mengharuskan sebuah perusahaan melakukan promosi yang cukup gencar, untuk menarik konsumen.
Analisis Eksternal
Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang mana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya
uncontrolable sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut Wahyudi, 1996. Menurut
Umar 2005, Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua kategori, yaitu lingkungan
jauh dan lingkungan industri, sementara lingkungan internal merupakan aspek-aspek
yang ada di dalam perusahaan. Tujuan dari analisis industri dan memeriksa faktor lingkungan adalah dengan memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman.
Dari hasil kuesioner mengenai pengaruh lingkungan remote faktor ekonomi, faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan, faktor pemerintah dan hukum,
faktor teknologi, faktor persaingan terhadap industri kulit di Manding menunjukkan bahwa seluruh faktor berpengaruh terhadap industri kulit di Manding, meskipun
untuk faktor teknologi pengaruhnya lemah dengan skor 2,33. Faktor yang paling kuat berpengaruh adalah faktor ekonomi 3,667, kemudian faktor persaingan 3,556,
faktor yang memiliki pengaruh sedang adalah faktor pemerintah dan hukum 3,222, serta faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan 3,00. Rekapitulasi kuesioner
lingkungan remote terlihat pada tabel 14. Tabel 14 Rekapitulasi kuesioner lingkungan remote
Lingkungan Remote Skor
Keterangan Faktor ekonomi
3.667 Berpengaruh kuat Faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan
3.000 Berpengaruh Faktor pemerintah dan hukum
3.222 Berpengaruh
Faktor teknologi 2.333 Berpengeruh lemah
Faktor persaingan 3.556 Berpengaruh kuat
A. Aspek Ekonomi Nilai tukar rupiah
– USD dan inflasi rupiah akan sangat berpengaruh terhadap industri kulit Manding terutama dalam harga pembelian bahan baku kulit samak,
mutu kulit samak impor lebih baik dari mutu kulit samak dalam negeri, mutu ini terlihat dari segi ukuran dan juga bentukkeutuhan kulit samak. Untuk
memproduk jaket atau tas eksklusif, para pengrajin lebih memilih menggunakan bahan baku kulit samak impor, meskipun harganya lebih mahal. Peningkatan
harga kulit samak mengakibatkan meningkatnya harga jual produk, ini mengakibatkan penurunan jumlah penjualan. Peningkatan jumlah pendapatan
masyarakat akan berpengaruh baik terhadap jumlah penjualan, karena daya beli masyarakat meningkat. Harga bahan bakar minyak juga mempengeruhi harga jual
produk, karena dengan meningkatnya BBM, maka semua harga bahan pembantu dan biaya transportasi akan meningkat. Suku bunga KUR retail dari BRI saat ini
berkisar 14, sedangakan KUR mikro 22 pertahun. Tingginya suku bunga KUR mikro membuat pengrajin kulit Manding enggan meminjam, padahal
peminjaman melalui paguyuban dapat dikenakan suku bunga yang lebih rendah.
B. Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Faktor gaya hidup, produk kulit asli masih memiliki citra eksklusif bagi
konsumen, ini memberikan dampak positif dalam keberlangsungan industri kulit di Manding. Saat ini kulit ikan pari sedang digemari konsumen kelas atas. Citra
ini mamupu membentuk segmen konsumen yang loyal terhadap produk kulit, meski harganya relatif lebih tinggi dari produk substitusinya. Mayoritas
konsumen yang berkunjung ke showroom Manding masih berasal dari dalam kota Yogyakarta, namun jika musim libur panjang tiba, banyak konsumen dari luar
kota, dan puncak penjualan terjadi saat liburan atau mendekati hari raya. Kestabilan keamanan lingkungan Indonesia juga mempengaruhi frekuensi
pemesanan dan jumlah produk yang akan di ekspor. Jumlah penduduk Yogyakarta merupakan potensi peningkatan konsumsi tas, jaket, dan sepatu
sebagai kebutuhan dasar manusia.
C. Aspek Pemerintah Dan Hukum Peran pemerintah sangat besar bagi perkembangan indutri kulit di Manding.
Dukungan dan bantuan berupa pelatihan, penyuluhan, dan bantuan penyediaan sarana dan prasarana umum sangat dibutuhkan. Berbagai acara yang
diselenggarakan pemerintah seperti pameran dan pemberian souvenir produk kulit Manding diberbagai kegiatan dapat sebagai media promosi yang efektif.
Perluasan jaringan pemasaran juga sangat membutuhkan bantuan dan dukungan pemerintah. Akademi Teknologi Kulit ATK dan Balai Besar Kulit Karet dan
Plastik BBKKP yang masih dibawah kendali pemerintah juga sangat berperan dalam perkembangan indutri kulit di Manding.
Adanya kebijakan pajak ekspor PE untuk membatasi ekspor kulit mentah dalam rangka menanggulangi kelangkaan pasokan kulit di dalam negeri dan untuk
memaksimalkan kapasitas terpasang di industri hilir kulit seperti industri penyamakan kulit dan sepatu. Dalam pelaksanaan PP No. 55 Tahun 2008 kulit
mentah, pickle dan wet blue dikenakan pungutan ekspor PE. Adapun besarnya pungutan ekspor dimaksud adalah 25 untuk kulit mentah dan pickle, serta 15
untuk wet blue.
D. Aspek Teknologi Teknologi produksi yang digunakan para pengrajin kulit di Manding masih
manual dan tradisional, merupakan keahlian yang didapatkan turun temurun dan hingga sekarang tidak banyak perubahan. Yogyakarta memiliki BBKKP dan ATK
yang seharusnya mampu memberi dukungan dalam perkembangan teknologi industri perkulitan. Teknologi infomasi seperti internet juga belum tersentuh
pengrajin kulit Manding, padahal saat ini teknologi informasi berbasis internet sangat familiar dengan konsumen. Rendahnya wawasan mengenai penggunaan